Sabtu, 31 Juli 2010

Profil Buruh: Lena, Buruh Kontrak


Lena, mengawali aktivitasnya 
selalu dengan senyum.


Sepintas tidak nampak dari raut wajahnya kalau dia masih sangat berusia muda. Wajahnya yang selalu berhias senyum manis seolah menggambarkan kedewasaan yang sudah matang.. Lahir di Cilacap 19 tahun silam, gadis bungsu dari tiga bersaudara ini dipanggil Lena. Namanya cukup singkat dan mudah diingat oleh siapapun yang ingin bersahabat dengannya. Menurut pengakuannya, dia sangat menyukai persahabatan dengan siapapun terlebih dengan orang yang mempunyai status sosial yang sama dengannya yakni buruh.

Seorang teman buruh, mempunyai ruang tersendiri dalam kehidupannya. Disamping memang satu nasib, menurutnya, seorang teman buruh lebih mudah untuk diajak curhat. Membangun solidaritas dan persaudaraan sesama buruh merupakan keinginannya semenjak dirinya tercatat sebagai buruh kontrak/outsourcing PT. Kasa yang menempatkan dirinya bekerja di PT. Pearland 5 bulan yang silam.

Lena tinggal berdua dengan teman satu kerja disebuah rumah kontrakan yang jaraknya tidak begitu jauh dari pabrik. Sebuah rumah kontrakan yang hanya mempunyai satu kamar berukuran 3x4 meter dan kamar mandi yang berukuran sangat sempit dengan uang sewa Rp 250.000/ bulannya. 

Potret kehidupan buruh hingga kini belum  menampakan adanya berubahan yang berarti, terutama kemampuan buruh untuk tinggal ditempat yang layak. Dalam muatan survey yang dilakukan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota, untuk menetukan besaran upah tiap tahunnya, sebenarnya tempat tinggal yang layak bagi buruh itu adalah minimal rumah dengan ukuran/type 21. Namun faktanya adalah bisa dihitung dengan jari buruh yang mampu mengeridit melalui Bank BTN atau menyewa rumah dengan standar yang dimuat dalam materi survey tersebut.

Bagi Lena, gadis yang senantiasa tersenyum setiap mengawali aktivitasnya ini, sangat menyadari ketidak-layakan tempat tinggal yang disewanya. Bukan hanya tidak nyaman tapi juga rawan terhadap penyakit khususnya demam berdarah yang sangat dikhawatirkannya itu. 

"Tapi harus bagaimana lagi, baru sebatas inilah kemampuan saya. Saya menikmatinya dengan rasa syukur dan tersenyum", ungkapnya pasrah. 

Siapapun akan terenyuh dengan ungkapannya yang polos ini. Terlebih bagi pemerintah dan orang-orang yang terkait dengan persoalan perburuhan, Lena banyak berharap adanya perubahan kearah yang lebih baik. Menurutnya, perubahan tidak mesti harus diawali dengan adu argumen yang berbelit-belit apalagi dengan kekerasan yang hanya akan melahirkan persoalan yang lebih runyam. Tapi perubahan bisa dilakukan dengan senyum dan akal cerdas, begitu menurutnya sambil tak lupa mengakhiri bincang-bincang ini dengan senyum.***  

Senin, 26 Juli 2010

Buruh Itu Makannya Di Warteg

Solidaritas Buruh 
Tumbuh Di Warteg
Oleh: Abu Gybran

Siapa yang tidak kenal dengan warung tegal atau yang lebih populer dengan sebutan warteg? Warung nasi yang senantiasa menjadi langganan buruh tiap jam istirahat makan siang. Bukan karena menu masakannya yang menjadi buruan buruh pabrik, tapi karena murahnya. Satu piring nasi dengan telur dadar ditambah sayur, pelanggan cukup merogoh kocek Rp 5000. Kalau ingin makan agak enakan dengan lauk ikan atau daging ayam, cukup dengan Rp 8000. Tapi jarang sekali buruh memilih menu ini karena dianggap masih mahal? 
  
Tidak sulit untuk makan diwarteg karena memang lokasinya  selalu  berdekatan dengan jarak pabrik atau berada di pasar , terminal dan tempat yang dianggap setrategis yakni berdekatan dengan pangkalan ojek. Keberadaan warteg selalu identik dengan kesan 'murah meriah'. Sehingga tidak berlebihan jika masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan seperti buruh, menjadikan warteg sebagai warung paporit. Prinsip mereka adalah yang penting perut kenyang untuk tetap bisa beraktifitas. 

Akrobatik 
Kaitannya dengan upah buruh, keberadaan warteg sangat membantu dalam pengaturan pengeluaran keuangan buruh yang tidak selalu jauh beranjak dari besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota. 

Bagi kami, ungkap Ade Sudarja, seorang buruh pabrik di Kawasan Industri Balaraja, Tangerang yang ditemui belum lama ini, makan di rumah makan mewah baru sebatas mimpi. Jangan 'kan rumah makan mewah, lanjutnya, untuk rumah makan sekelas rumah makan padang saja, wah, bisa upah sebulan habis hanya untuk makan. 


Buruh memang harus secermat dan sehemat mungkin mengatur pengeluaran keuangannya. Terlebih bagi buruh kontrak/outsorcing yang upahnya hanya sebatas dan bahkan ada yang kurang dari besaran UMK, harus pandai berakrobatik seperti yang dilakukan oleh Ade Sudarja. Sebagai buruh kontrak/outsourcing dengan  seorang isteri dan dua anaknya, nampaknya memang sangat mustahil mengatur upah yang besarnya satu juta seratus dua puluh lima ribu rupiah untuk bisa dikatakan cukup dalam satu bulan. Menurut pengakuannya, dia lebih mementingkan kebutuhan sekolah kedua anaknya. Untuk keperluan yang lain, lanjutnya, itu bisa nanti. Saat ditanya kapan? Jawabnya, sampai tak bisa mimpi lagi.

Solidaritas Buruh Tumbuh Di Warteg
Sebuah potret antara warteg dan kehidupan buruh, nampaknya akan senantiasa hidup berdampingan. Bagi buruh sendiri warteg bukan hanya tempat untuk mengisi perut, tapi juga tempat untuk berbagi cerita dengan yang lainnya. Solidaritas dan persaudaraan tumbuh secara alami karena merasa satu nasib. Bukan hanya antar buruh tapi juga dengan pemilik warteg. Tidak sedikit buruh yang makan ngutang dulu dan bayar setelah gajian. Modalnya adalah kepercayaan. Hal ini sudah biasa, menurut pemilik warteg.

Isu soal perburuhan mengenai upah khususnya, buruh sering membahasnya di warteg. Artinya baik disadari atau tidak, warteg telah ikut andil dalam proses perjuangan buruh. Ibarat pepatah; sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Efisien dan tidak perlu sewa gedung. ***
 



Jumat, 23 Juli 2010

Sistem Kerja Kontrak Dan Outsourcing




    Lagi, Menyoal Sistem Kerja 
Kontrak dan Outsourcing
Oleh: Abu Gybran

Lena; "Saya Pasrah".....

"Saya pasrah, yang terpenting bagi saya adalah bisa bekerja. Saya menyadari untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini tidak mudah", ungkapnya saat ditanya tentang status kerjanya beberapa waktu yang lalu.

Lena,adalah salah seorang buruh kontrak/outsourcing dari PT.Kasa yang ditempatkan kerja di PT.Pearland, Tangerang, Banten.

Sistem kerja kontrak dan outsourcing, bukan hal yang baru dalam dunia industri. Walau banyak mendapat protes dari hampir seluruh Serikat Buruh, sistem ini terus melenggang dengan berbagai macam tindakan pelangggaran dan tipu muslihat bagi perusahaan pengguna dan pemberi kerja.

Pelanggaran yang jelas-jelas nyata dilakukan oleh banyak perusahaan adalah "kerja kontrak tanpa batas waktu" tidak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 13/2003 Pasal 59 ayat (4) dan (6). Agar tidak nampak pelanggaran, buruh yang sudah habis masa kontrak kerjanya; diputus atau lebih tepatnya adalah dialihkan pada perusahaan jasa tenaga kerja yang lain sementara  buruh masih ditempat kerja yang sama. Padahal ini sekadar tipu muslihat sebab perusahaan jasa itu hanya ganti nama tapi pemilik dan pengurusnya tetap sama. "Sim salabim abra kadabra", maka yang terjadi adalah status buruh kembali pada kontrak kerja pertama.


Yang lebih mencengangkan adalah menteri tenaga kerja dan transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengetahui persoalan ini. Menurut pengakuannya bahwa memang ada masalah dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing, banyak pasal-pasal yang terkandung dalam Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13/2003 yang tidak berpihak kepada buruh. Namun lanjutnya, tanpa alasan yang jelas dia mengatakan semua pihak hendaknya tidak tergesa-gesa untuk segera merevisi Undang-Undang ini(Kompas,Mei 2010).

Pengawas dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, yang merupakan garda terdepan dari instansi pemerintah dalam hal ketenagakerjaan , terkesan tutup mata dari persoalan yang dihadapi buruh saat ini. Padahal setiap habis masa kontrak kerja atau kontrak kerja baru bagi buruh, perusahaan pemberi kerja melaporkan hal ini kepada Disnaker dalam bentuk format Wajib Lapor Ketenagakerjaan. 

Bisa ditebak, dalam proses untuk mendapatkan legalitas Wajib Lapor Ketenagakerjaan merupakan tempat terjadinya kompromi antara Pengurus Perusahaan dan Pengawas ketenagakerjaan,Disnaker.

Terpaksa Harus Menerima

Kepasrahan Lena, dalam menerima sistem kerja kontrak/outsourcing bukanlah 'pasrah' atas keikhlasan hati tapi karena ketidak-mengertian dan keterpaksaan. Bukan hanya Lena seorang tapi ribuan buruh telah terjebak dalam kukungan hukum yang tidak memihak dan cenderung sengaja dikondisikan oleh dua kekuatan, pengusaha dan penguasa. Baik disadari atau tidak tapi inilah fakta, sebuah fenomena ketidak-adilan dalam tatanan hukum perburuhan saat ini. 

Kondisi seperti ini telah banyak melahirkan dampak lain yang harus diterima oleh buruh. Angkatan kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan, telah ikut andil dalam melanggengkan sistem kerja kontrak/outsourcing. Dalam benak Lena dan tidak tertutup kemungkinan buruh yang lainnya juga,akan terus berpegang pada prinsip 'yang penting kerja'.

Belum lagi kebijakan pemerintah terhadap kenaikan Tarif Dasar Listrik dipertengahan tahun 2010, dampaknya adalah sejumlah perusahaan telah siap-siap untuk mem-PHK buruhnya.Artinya hal ini akan menambah daftar jumlah pengangguran.

Sulitnya lapangan pekerjaan, juga dimanfaatkan oleh para calo tenaga kerja, tepatnya adalah preman yang mempunyai hubungan dengan oknum orang-orang perusahaan baik langsung maupun tidak  dengan memungut sejumlah uang kepada para pelamar kerja. Para calo ini mudah dikenali, karena hampir setiap hari mereka nongkrong didepan pabrik. Penampilan mereka juga beragam, ada yang berpakaian seperti layaknya staf pabrik, ada yang berpakaian seperti pegawai kelurahan, ada yang memang tampangnya preman dengan rambut sedikt gondrong ( biasanya mengaku keamanan luar ) dan bahkan ada yang tampangnya seperti ustadz yang selalu mengenakan peci.

Sekali lagi, bukan hal yang baru bagi pelamar kerja mengeluarkan sejumlah uang kepada calo; baik kepada oknum aparat pemerintah, perusahaan dan preman. Tapi ini selalu ditempuh oleh para pelamar kerja walau tidak sedikit diantara mereka yang tertipu. Mereka hanya ingin mendapatkan kerja yang semestinya memang hak mereka untuk mendapatkannya tanpa harus membeli pekerjaan itu.

Peran Pemerintah 
Dan Wakil Rakyat

Sampai kapan kondisi buruk ini berubah kearah perbaikan? Sampai  kapan Lena dan kawan-kawan buruh yang lain mampu bertahan dalam kukungan hukum yang tidak memihak mereka? 

Pemerintah dan wakil rakyat semestinya mampu menangkap dengan cermat segala aspirasi rakyat khususnya dalam hal ini adalah buruh. Bukan hanya sekadar mengumbar janji saat pemilu. Kehidupan buruh perlu perbaikan yang tidak hanya berkutat pada persoalan upah murah. Jaminan sosial, pendidikan dan kesehatan bagi buruh dan keluarganya. Dan yang terpenting adalah kepastian hukum yang memihak dan berkeadilan bagi semua.

Lena dan kawan-kawan buruh kontrak/outsourcing yang lain menunggu peran pemerintah dan wakil rakyat untuk segera memperbaiki kondisi yang kurang menguntungkan mereka ini. Lena ingin tidur nyenyak dan bermimpi indah tanpa digelayuti kecemasan esok hari masih kerja atau tidak.***

Jumat, 16 Juli 2010

Peringatan Isro dan Mi'roj Nabi Muhammad saw


Gybran bersama jama'ah Masjid At-Taqwa

Anakku, Gybran, khusu' mendengarkan ceramah peringatan Isro dan Mi'roj
Nabi Muhammad saw yang disampaikan oleh penceramah Ust, Syaeful Bachri Ketua MUI Kec. Jayanti, Tangerang di Masjid At-Taqwa Taman Cikande 10 Juli 2010. Sebagai muslim, saat ini saya merasa prihatin dengan berbagai macam Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) yang kalau saya perhatikan hanya baru sebatas seremonial belaka. PHBI seperti tidak memberikan efek positif bagi muslim yang memperingatinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena muslim kemudian harus memperingati PHBI.....?

Kalau dasarnya hanya ini, PHBI apapun tidak akan memberikan dampak atau perubahan-perubahan positif terhadap perilaku kehidupan pribadi terlebih masyarakat umum. Merebaknya perbuatan maksiat; korupsi, pelacuran, vidio porno, terorisme dan seabrek-abrek perbuatan maksiat lainnya adalah bukti dari ketidak-beresan dalam mengamalkan ajaran agama yang sebenarnya.

Semoga anakku, Gybran, mampu menangkap makna dari peringatan Isro dan Mi'roj yang ia dengarkan dari penceramah dan mengamalkannya.

Kamis, 15 Juli 2010

Kenapa Terdiam?


















Kenapa Terdiam?
Oleh: Abu Gtbran

Kamis malam
jutaan mulut membaca firman-Mu
di rumah-rumah-Mu
suaranya gemuruh riuh mendengung
seperti pasukan lebah
Musik setan pun terhenti
sekarat dipojok warung remang-remang
menggelepar di istana-istana para pendusta
Sesaat terdiam lunglai
tidak mati, hanya terdiam...!!


Kamis malam
jutaan mulut selesai membaca firman-Mu
dimensi kalbu kosong tak terisi
firman-Mu tak satupun berlabuh
berlalu tanpa makna apa-apa


Padahal belum kering lidah berucap;
"Afalam takuunuu ta'qiluun.........?" (Apakah kalian tidak berpikir?)
dimensi kalbu memang nyata tak terisi


Sekadar membaca?
Ya,....firman-Mu hanya untuk menakut-nakuti setan
padahal jika dibaca dan diamalkan dengan penuh keikhlasan
Musik setan terhenti dan mati
warung remang-remang berubah wajah sholeh
istana-istana para pendusta berubah wajah kejujuran


Sekadar bacaan?
Ya,.....firman-Mu hanya untuk menutupi kemunafikan


Setan berpesta tujuh hari tujuh malam sepanjang waktu
Kebodohan adalah syair kehidupan
Egois dan kebencian adalah panglima
sepasukan setan
sulit dikalahkan walau tanpa baju zirah sekalipun


Astaghfirallah,.........
Kenapa terdiam saat diajak berpikir?
Kitab suci dan alam semesta mengajak berdiskusi
"Iqra".....(bacalah) dan amalkan. ***

Rabu, 14 Juli 2010

Perkataan Gelas dan Piring


Oleh: Abu Gybran

















Pecahkan saja gelas dan piring
jika sudah bosan mendengar bunyi denting
saat dicuci atau;
Banting saja cermin
jika sudah bosan melihat wajah sendiri
saat duduk atau berdiri menatap
Padahal,
bunyi denting gelas dan piring
adalah perkataan yang sulit dimengerti
Wajah sendiri adalah sebuah lukisan tergantung
masa lalu dan yang akan datang
penuh misteri
Memang,
kenapa harus bingung?
Kalau begitu; bercerminlah pada sisi gelap
bayangan sendiri
Seperti dongeng bunda menjelang tidur
menggunakan tangan menangkap
bayang-bayang
Kita tersenyum pulas tertidur
Puas?........
Puas atas dongeng bunda atau;
Puas atas kebodohan sendiri?
Entahlah, tapi bukankah inipun cerita?
Seperti perkataan gelas dan piring dan lukisan wajah tergantung
Benar,
dan itulah hidup!!!...***

(Tangerang, 14 Juli 2010)