Sabtu, 02 Juli 2011

Cari Kerja Harus Bayar???

"Saya Sudah Habis-Habisan",........
Oleh: Abu Gybran

Suatu hari, sopir kendaraan yang biasa menjemput dan mengantar saya kerja, sakit. Hari itu saya naik angkot, pagi sekitar jam 6:30 berangkat dari rumah menuju pabrik. Di angkot jurusan Cikande-Balaraja, saya duduk bersebelahan dengan perempuan yang masih muda. Usianya sekitar 19 tahun. Pakaian yang dikenakannya  adalah hitam-putih. Saya menatapnya sesaat. Rambutnya sebahu, dibiarkannya terurai karena terlihat masih agak basah. Wangi shampo menyeruak, tercium khas. Habis keramas, fikir saya.

"Mau kerja, Neng?" tanya saya basa-basi. Dia tak langsung menjawab, malah menatap saya sesaat, penuh selidik. Hemm.....ada senyum kecil disudut bibirnya.

"Saya baru mau mencari pekerjaan, Mas. Entah untuk yang keberapa kali saya melamar pekerjaan kepabrik-pabrik, tapi tetap saja belum dapat", jawabnya sekaligus menerangkan apa yang tengah dihadapinya, yakni; cari kerja.

"Ooo", hanya itu yang terucap dari mulut saya. Kenapa?......Karena bukan satu atau dua kali saya menghadapi dan melihat kesulitan para pencari kerja di negeri ini untuk mendapatkan pekerjaan. Tidak sebandingnya angkatan kerja dan lapangan pekerjaan yang saya dengar dari aktivis dan para pemerhati buruh, mungkin salah satu penyebabnya.

Saat itu angkot yang saya tumpangi, mendadak jalan perlahan. Ternyata ada ratusan buruh yang mengendarai sepeda motor beriringan dan nyaris 'memakan' seluruh badan jalan kearah Tangerang.

"Aksi buruh", kata sopir angkot agak ngedumel.

Ya, hari itu bertepatan dengan May Day, hari buruh internasional. Pawai buruh itu dikawal oleh beberapa kendaraan Polisi. Dan saya mendengar teriakkan mereka soal isu buruh yang diusung, yakni; Hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Setahu saya pada May day tahun lalu pun isu buruh yang diusung hampir sama. Artinya sampai May Day tahun ini pun, nasib buruh belum mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Sebab, saya melihat  buruh belum bisa terlepas dari jerat dari sitem kerja kontrak dan outsourcing. Buruh seperti sudah kehabisan akal?

Pemerintah bukan tidak tahu tentang praktek curang ketenagakerjaan. Seperti yang diutarakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, bahwa ada masalah dengan sitem kerja kontrak dan outsourcing. Tanpa alasan yang jelas dia mengatakan bahwa tidak usah tergesa-gesa untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.

"Saya sudah habis-habisan, Mas. Bahkan seminggu yang lalu saya ditipu seorang calo. Janjinya sih, dia bisa memasukkan kerja buat saya pada salah satu pabrik di Balaraja. Asal saya memberikan yang katanya uang jasa sebesar Rp. 1,500,000,- dan saat itu saya menyanggupinya. Tapi ternyata hanya janji dan saya merasa benar-benar telah ditipu", ungkapnya penuh kejengkelan.

Lagi-lagi saya cuma bisa berkata; "Ooo".....
Sulitnya lapangan pekerjaan menjadi celah bagi para calo untuk mendapatkan uang dari para pencari kerja dengan berbagai penipuan.

"Harga diri saya juga pernah dilecehkan, Mas", lanjutnya. "Kali ini bukan calo, tapi salah seorang dari managemen pabrik yang mau membantu saya, tapi dengan syarat asal saya mau diajaknya kencan. Dan saya menolaknya. Lebih baik saya nganggur ketimbang saya harus merelakan kehormatan saya", suaranya pelan. Hampir saja saya tidak dapat menangkapnya. Barangkali dia sengaja bicara pelan karena malu pada penumpang yang lain. Saat itu penumpang angkot hanya tinggal tiga orang, dia, saya dan seorang ibu.

Kali ini, saya tidak lagi bicara; Oooo. Tapi saya berusaha menahan amarah. Sudah sedemikian parahkan moral bangsa ini? Ternyata bukan cuma TKW diluar negeri yang sering mendapatkan kekerasan, tidak habis fikir, dinegeri sendiri untuk mendapatkan pekerjaan saja harus berhadapan dengan seabrek persoalan kriminalitas.  Pelecehan seksual, pemerasan bagi calon tenaga kerja atau yang sudah menjadi buruh kerap kali dilakukan oleh orang-orang yang mencari kesempatan dalam kesempitan.

Terlintas dalam fikiran saya, sementara yang sudah kerja bertarung tiap tahun untuk mendapatkan upah yang layak. Pada sisi yang lain, yang belum mendapatkan pekerjaan bertarung untuk segera mendapatkan pekerjaan serta berusaha agar tidak berhadapan dengan para calo selalu gentayangan. Huh.....!!! Sama-sama beratnya.

Hati saya bergumam; "Pak Menteri, tahukah anda bahwa buruh dan calon buruh, benar-benar tertindas?"......

Gigi saya gemeretak menahan marah manakala terlintas bayangan Pak Menteri yang seakan berkata; "Buruh.....masih bersyukur anda mendapat pekerjaan walaupun dengan status kontrak. Dan calon buruh......berusahalah terus. Karena saya yakin tahun ini banyak buruh yang berhenti lantaran di PHK....dan andalah nanti sebagai penggantinya".

Tak terasa, saya diingatkan oleh pak sopir angkot, kalau saya sudah sampai tujuan. Saya sedikit agak gelagapan, karena sesaat tadi saya terbawa emosi mendengarkan cerita perempuan muda yang duduk bersebelahan dengan saya.

"Saya turun duluan, ya, Neng", pamit saya,
"Ya, Mas", jawabnya singkat.

Setelah angkot menjauh, saya baru sadar, kalau tadi saya belum sempat menanyakan namanya. Saya ingin menolongnya, namun dalam hati saya berdoa; semoga dia dapat mengatasi kesulitannya dan segera mendapat pekerjaan.

Dua hari berselang, saya belum dapat melupakan wajah perempuan muda yang sudah hampir habis rasa percaya dirinya itu. Dan itu tergambar jelas dari gurat wajahnya. Ada yang mengganjal dalam fikiran saya. Dia belum bekerja, tapi sudah dihadapkan pada persoalan yang kalau diselidiki merupakan dampak dari sistem kerja kontrak dan outsuorcing, mudah rekrut dan mudah pecat. Celah ini yang kemudian dimanfaatkan oleh calo ketenagakerjaan yang selalu gentayangan di Kawasan Industri. "Ada uang bisa kerja, bisa diatur. Tapi kalau gak ada uang, nanti tunggu". Kata-kata calo yang tidak asing ditelinga saya. Karena saya sering mendengarnya dari para pencari kerja. Dan perempuan muda yang bersama saya diangkot tempo hari, telah masuk perangkap ini. Dia telah tertipu dan dia telah habis-habisan untuk mendapatkan pekerjaan yang harus dibeli itu.
Ada ketidak-adilan yang harus segera dibongkar. Sebab, masalah ini setiap tahunnya bukan berkurang, tapi malah cenderung terus bertambah. Dampak sistem kerja kontrak dan outsourcing terus menggurita. Menjerat korbannya entah sampai kapan. Mungkin sampai May Day berikutnya?......

Dalam kegamangan saya, terlintas kembali wajah Pak Menteri dengan senyumnya yang khas. Dan saya berkata:

"Pak Menteri,......hampir setiap tahun saya dan teman-teman aksi turun kejalan. Kami hanya ingin suara kami didengar, kebutuhan kami diperhatikan. Kami adalah pekerja, kami juga pembayar pajak dan kami ingin hidup sejahtera dinegeri kami sendiri. Pak Menteri,....kami telah banyak berkorban untuk mempertahankan hidup kami".

Dalam kegamangan saya,.....saya tersenyum, karena saya melihat Pak Menteri berjanji akan segera menyelesaikan persoalan perburuhan ini sesegera mungkin dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Kepada saudara-saudaraku, aktivis buruh atau pemerhati buruh atau siapapun anda yang peduli dengan persoalan buruh,......terus berjuang jangan hentikan langkah untuk sampai pada tujuan. Karena janjinya Pak Menteri, hanya baru sebatas janji. Dan itu hanya dalam bayangan saya. Tapi saya berharap, melalui kisah ini, Pak Menteri yang terhormat, sudi untuk membacanya. ***




Tidak ada komentar: