Sabtu, 24 September 2011

BUAT APA ADA SERIKAT BURUH?


Oleh: Abu Gybran

Sepulang kerja, diatas angkot. Jam 17:00 kendaraan Angkot yang saya tumpangi penuh sesak oleh buruh yang hendak pulang. Saya perhatikan wajah-wajah lelah buruh pabrik yang hanyut oleh hembusan angin yang masuk lewat celah jendela Angkot yang sengaja dibiarkan sedikit terbuka, membuat mereka nampak nyaman dan diam dalam lamunannya masing-masing.  Ada yang mengusik hati saya saat dua orang buruh yang duduk didepan saya berbincang mengenai Serikat Buruh. Inti dari perbincangan mereka adalah mengenai keberadaan atau fungsi Serikat Buruh.

"Buat apa ada Serikat Buruh? Selama kita kerja, perusahaan telah memberikan hak-hak kita semuanya, menurut aku sih, gak perlu ada Serikat Buruh. Buat apa?"

Buat apa?........Ya, pertanyaan ini yang mengusik hati saya. Seperti ada yang ganjil dari pertanyaan ini, terlebih hal ini dilontarkan oleh seorang buruh. Tapi saya pun tidak mampu menyalahkan buruh yang melontarkan pertanyaan ini dimana dia dan mungkin juga teman sekerjanya merasa nyaman dan sejahtera oleh karena perusahaan dimana mereka bekerja telah memberikan hak-hak buruhnya. Sehingga keinginan untuk mendirikan Serikat Buruh menjadi dikesampingkan.

Kalau merunut ke belakang, dimana saya pun pernah menjadi ketua Serikat Buruh, bahkan sekarang pun saya masih aktif di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perburuhan di Serang, saya harus mengakui bahwa memang keinginan buruh akan timbul untuk mendirikan Serikat Buruh jika mereka merasa kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan dianggap kurang. Sehingga keberadaan Serikat Buruh sangat diperlukan guna menyalurkan segala aspirasi mereka. Nah, ini pandangan keliru yang harus diluruskan. Sebab keberadaan Serikat Buruh bukan karena ada atau tidak adanya perselisihan antara buruh dan pengusaha, tapi keberadaannya merupakan kebutuhan bagi buruh. Artinya Serikat Buruh itu penting bagi buruh.

Kembali pada pertanyaan di atas, kalau buruhnya sejahtera karena perusahaan sebagai majikan telah memberikan hak-hak buruhnya, lantas nanti pengurus Serikat Buruh kerjanya apa?

Terus terang, saya bingung harus menjawabnya. Alasan atau hujah apa yang harus saya sampaikan? 

Bukan untuk membela diri kalaupun pada akhirnya saya membalikkan pertanyaan ini; "Apakah bisa menjadi jaminan kesejahteraan buruh di suatu perusahaan akan terus berkelanjutan?" Saya yakin jawabannya pasti; tidak...!!! Saya tidak berkehendak untuk memberikan contoh kasus dalam hal ini. Karena tidak sedikit perusahaan yang tiba-tiba ambruk dan kemudian buruhnya bingung mencari perlindungan untuk mengurus hak-hak mereka.

Sebagai Mitra
Serikat Buruh bukan hanya ngurusin mogok kerja bagi anggotanya. Pada penjelasan Undang-Undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh, bahwa Serikat Buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan buruh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Oleh karena itu buruh atau Serikat Buruh harus memiliki tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan dan sebaliknya pengusaha harus memperlakukan buruh sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Buruh dan Serikat Buruh merupakan mitra kerja perusahaan. Artinya ada dan tidak adanya Serikat Buruh bukan pada persoalan sejahtera atau tidaknya buruh tapi lebih dari pada itu Serikat Buruh sebagai penyeimbang dalam hubungan industrial. Serikat Buruh ada bukan untuk memusuhi perusahaan seperti banyak diyakini oleh sebagian buruh saat ini. Saya yakin perbincangan buruh yang saya dengar di atas Angkot itu berpikiran bahwa Serikat Buruh adalah lawan tanding perusahaan. Sehingga keberadaannya hanya diperlukan kalau buruh mengalami ketidak-sejahteraan.

Saya sering menyaksikan ketika buruh berusaha mendirikan Serikat Buruh di saat merasa dizhalimi oleh pengusaha dan tidak sedikit yang berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut saya, walau tidak sepenuhnya tepat apa yang dilakukan oleh buruh semacam ini, tapi hal ini sangat terlambat. Kenapa harus menunggu ada perselisihan dulu baru mendirikan Serikat Buruh? Memang banyak hal yang membuat kesadaran berserikat ini datangnya terlambat. Bukan hanya bertumpu pada ketidak-tahuan karena sejatinya apapun bisa dipelajari, tapi pada berkurangnya keinginan untuk berserikat, terlebih jika sudah merasa 'aman' di perusahaan.

Berbeda dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang buruh tentang keengganannya untuk berserikat karena dirinya sudah merasa aman bekerja pada perusahaan. Ada faktor lain yang justru menjadi kebalikkannya dari kata aman yaitu; takut ter-PHK.

Takut di-PHK atau takut tidak kepake lagi bekerja kalau mendirikan Serikat Buruh di perusahaan. Kenapa? Karena sistem kerja kontrak dan outsourcing yang di 'halal' kan oleh aturan ketenaga-kerjaan. Sistem kerja semacam ini telah menjadi kiblat dikalangan pengusaha dalam mempekerjakan buruhnya. Baik disadari atau tidak, sistem kerja kontrak dan outsourcing ini telah merampas hak buruh untuk bebas berserikat. Buruh dalam hal ini tersudutkan; dari pada tidak kerja lebih baik tidak berserikat.

Antara Hak Dan Kewajiban
Berserikat
Kebebasan berserikat merupakan hak bagi semua buruh dan dilindungi oleh undang-undang. Artinya (ini istilah saya) boleh digunakan boleh juga tidak. Dengan kata lain Serikat Buruh boleh dibentuk kapan saja tidak terkait dengan situasi dan kondisi sebuah perusahaan. Tapi bagi saya, berserikat bukan hanya hak tapi wajib bagi buruh.  Karena saya berpendapat bahwa kekuatan buruh terletak pada kekuatan 'berkumpul'.

Senyaman dan seaman apapun seorang buruh dalam menjalankan aktivitasnya sebagai buruh, akan mudah dipatahkan ketika menghadapi perselisihan dengan pengusaha. Walau mekanisme perselisihan sudah diatur dalam undang-undang ketenaga-kerjaan tapi keberadaan Serikat Buruh akan menjadi penyeimbang atau setidaknya pengusaha akan berpikir dua kali untuk melakukan penyimpangan ketenaga-kerjaan pada buruhnya.

Begitu penting, begitu urgen bagi buruh untuk segera berserikat. Memiliki wadah atau rumah sendiri untuk berkumpul akan terasa lebih nyaman dan amannya dari sengatan matahari atau hujan ketimbang hidup sendiri-sendiri tanpa atap tanpa perlindungan. Nah, apakah masih mau bertanya; Buat apa ada Serikat Buruh?......***


Tidak ada komentar: