Selasa, 27 September 2011

CINTA DIMATA SEORANG SUFI

Oleh: Abu Gybran

"Katakanlah jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu cintai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya dan jihad fisabilillah, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya". (QS. At-Taubah: 24)

Bicara soal cinta, siapa sih, yang tidak kenal dengan kata cinta? Saya meyakini, bahwa semua manusia di jagad raya ini mengenal kata cinta. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan. Tapi apakah setiap manusia dapat merasakan manis serta lezatnya cinta? Lantas arti yang sebenarnya dari cinta itu sendiri seperti apa dan bagian anggota badan mana yang mampu menghadirkan rasa cinta yang kemudian dapat dirasakan sehingga lidah dengan mudahnya mengucapkan bahwa cinta telah hadir?

Ragam Definisi Cinta
Beragam manusia, beragam pula soal corak, definisi dan tentunnya rasa. Sepanjang kehidupan ini tidak akan pernah kehabisan kata untuk menyoal cinta. Karena sesungguhnya dalam sejarah kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari persoalan cinta. 

Cinta adalah misteri, karena tidak seorang pun yang mampu menerangkan definisi cinta secara konkrit dan ilmiah, karena memang cinta bukanlah matematika. Cinta adalah sebuah kekuatan yang mampu meluluh-lantakan tembok pemisah sehingga bisa menyatukan manusia dengan yang lainnya. Juga sebaliknya, cinta adalah arak yang memabukkan. Kejahatan yang terjadi seringkali diakibatkan karena cinta yang membuta dan memabukkan. Cinta adalah panggung sandiwara, yang mempertontonkan segala adegan rupa, corak dan penampilan. Cinta adalah anugerah yang suci dan bersih laksana embun diwaktu pagi. Cinta adalah sikap dan cinta adalah cinta. 

Cinta Dimata Seorang Sufi
Cinta dimata seorang sufi merupakan dan lebih dikenal dengan istilah mahabbah. Kata mahabbah berasal dari kata hubb yang artinya adalah biji atau inti.  Sedangkan hubb terdiri dari dua suku kata, yakni ha dan ba. Artinya ha adalah ruh dan ba adalah badan atau jasad. Oleh karena hubb merupakan sebuah proses dari awal hingga akhir  dari sebuah keyakinan atau keber-agama-an.

Dalam beberapa sumber menyebutkan, khususnya dalam buku Love Of God (Jalaluddin Rahmad, 2000;17), bahwa kata Allah dalam bahasa Arab berasal dari kata walaha; walah, yalihu, ilahan.  Kata ilah yang kemudian ditambah alif-lam sebelumnya, maka ia menjadi Allah. Walaha artinya keserahan, kecintaan dan kerinduan seperti yang dirasakan oleh seorang ibu terhadap anaknya. Dalam perasaan rindu dan cinta akan melahirkan kegelisahan dan keresahan spiritual yakni kecintaan hati terhadap yang Maha Pemberi Cinta.

Dalam hal soal cinta, orang-orang sufi boleh dibilang paling terdepan dalam perkara ini. Kecintaan mereka terhadap kekasihnya merupakan perwujudan dari segenap  rasa penghambaan. Kekasihnya adalah Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mereka gila cinta dengan segala cintanya, setiap detik, setiap waktu, bahkan disetiap denyut nadi. Cinta kepada Allah dengan mengalahkan cinta kepada yang lain, mampu menyibak segala tirani yang menghalangi pandangan antara pecinta dan yang dicinta. Sehingga melahirkan mukhasyafah (tersingkap segala rahasia) dan yang nampak adalah hanya Allah. Ya, cinta para sufi memang teramat mengharu-birukan kalbu.

"Aku mencintaiMu dengan sebuah cinta
Malam tak tidur siang membisu
Meratap tangis dimalam kelam" (syair Al-Janjay)

Begitulah cinta, tadinya saya ingin sekali terus menggali cintanya para sufi lebih dalam lagi sampai pada tingkatannya. Tapi saya harus batasi karena cinta tidak akan pernah kehabisan kata-kata. Sekali lagi, cinta adalah cinta. Dan cinta yang tertinggi bagi manusia adalah cintanya terhadap Allah dan Rasul-Nya. (QS. At-Taubah; 24) ***

Sabtu, 24 September 2011

BUAT APA ADA SERIKAT BURUH?


Oleh: Abu Gybran

Sepulang kerja, diatas angkot. Jam 17:00 kendaraan Angkot yang saya tumpangi penuh sesak oleh buruh yang hendak pulang. Saya perhatikan wajah-wajah lelah buruh pabrik yang hanyut oleh hembusan angin yang masuk lewat celah jendela Angkot yang sengaja dibiarkan sedikit terbuka, membuat mereka nampak nyaman dan diam dalam lamunannya masing-masing.  Ada yang mengusik hati saya saat dua orang buruh yang duduk didepan saya berbincang mengenai Serikat Buruh. Inti dari perbincangan mereka adalah mengenai keberadaan atau fungsi Serikat Buruh.

"Buat apa ada Serikat Buruh? Selama kita kerja, perusahaan telah memberikan hak-hak kita semuanya, menurut aku sih, gak perlu ada Serikat Buruh. Buat apa?"

Buat apa?........Ya, pertanyaan ini yang mengusik hati saya. Seperti ada yang ganjil dari pertanyaan ini, terlebih hal ini dilontarkan oleh seorang buruh. Tapi saya pun tidak mampu menyalahkan buruh yang melontarkan pertanyaan ini dimana dia dan mungkin juga teman sekerjanya merasa nyaman dan sejahtera oleh karena perusahaan dimana mereka bekerja telah memberikan hak-hak buruhnya. Sehingga keinginan untuk mendirikan Serikat Buruh menjadi dikesampingkan.

Kalau merunut ke belakang, dimana saya pun pernah menjadi ketua Serikat Buruh, bahkan sekarang pun saya masih aktif di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perburuhan di Serang, saya harus mengakui bahwa memang keinginan buruh akan timbul untuk mendirikan Serikat Buruh jika mereka merasa kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan dianggap kurang. Sehingga keberadaan Serikat Buruh sangat diperlukan guna menyalurkan segala aspirasi mereka. Nah, ini pandangan keliru yang harus diluruskan. Sebab keberadaan Serikat Buruh bukan karena ada atau tidak adanya perselisihan antara buruh dan pengusaha, tapi keberadaannya merupakan kebutuhan bagi buruh. Artinya Serikat Buruh itu penting bagi buruh.

Kembali pada pertanyaan di atas, kalau buruhnya sejahtera karena perusahaan sebagai majikan telah memberikan hak-hak buruhnya, lantas nanti pengurus Serikat Buruh kerjanya apa?

Terus terang, saya bingung harus menjawabnya. Alasan atau hujah apa yang harus saya sampaikan? 

Bukan untuk membela diri kalaupun pada akhirnya saya membalikkan pertanyaan ini; "Apakah bisa menjadi jaminan kesejahteraan buruh di suatu perusahaan akan terus berkelanjutan?" Saya yakin jawabannya pasti; tidak...!!! Saya tidak berkehendak untuk memberikan contoh kasus dalam hal ini. Karena tidak sedikit perusahaan yang tiba-tiba ambruk dan kemudian buruhnya bingung mencari perlindungan untuk mengurus hak-hak mereka.

Sebagai Mitra
Serikat Buruh bukan hanya ngurusin mogok kerja bagi anggotanya. Pada penjelasan Undang-Undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh, bahwa Serikat Buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan buruh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Oleh karena itu buruh atau Serikat Buruh harus memiliki tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan dan sebaliknya pengusaha harus memperlakukan buruh sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Buruh dan Serikat Buruh merupakan mitra kerja perusahaan. Artinya ada dan tidak adanya Serikat Buruh bukan pada persoalan sejahtera atau tidaknya buruh tapi lebih dari pada itu Serikat Buruh sebagai penyeimbang dalam hubungan industrial. Serikat Buruh ada bukan untuk memusuhi perusahaan seperti banyak diyakini oleh sebagian buruh saat ini. Saya yakin perbincangan buruh yang saya dengar di atas Angkot itu berpikiran bahwa Serikat Buruh adalah lawan tanding perusahaan. Sehingga keberadaannya hanya diperlukan kalau buruh mengalami ketidak-sejahteraan.

Saya sering menyaksikan ketika buruh berusaha mendirikan Serikat Buruh di saat merasa dizhalimi oleh pengusaha dan tidak sedikit yang berakhir dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut saya, walau tidak sepenuhnya tepat apa yang dilakukan oleh buruh semacam ini, tapi hal ini sangat terlambat. Kenapa harus menunggu ada perselisihan dulu baru mendirikan Serikat Buruh? Memang banyak hal yang membuat kesadaran berserikat ini datangnya terlambat. Bukan hanya bertumpu pada ketidak-tahuan karena sejatinya apapun bisa dipelajari, tapi pada berkurangnya keinginan untuk berserikat, terlebih jika sudah merasa 'aman' di perusahaan.

Berbeda dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang buruh tentang keengganannya untuk berserikat karena dirinya sudah merasa aman bekerja pada perusahaan. Ada faktor lain yang justru menjadi kebalikkannya dari kata aman yaitu; takut ter-PHK.

Takut di-PHK atau takut tidak kepake lagi bekerja kalau mendirikan Serikat Buruh di perusahaan. Kenapa? Karena sistem kerja kontrak dan outsourcing yang di 'halal' kan oleh aturan ketenaga-kerjaan. Sistem kerja semacam ini telah menjadi kiblat dikalangan pengusaha dalam mempekerjakan buruhnya. Baik disadari atau tidak, sistem kerja kontrak dan outsourcing ini telah merampas hak buruh untuk bebas berserikat. Buruh dalam hal ini tersudutkan; dari pada tidak kerja lebih baik tidak berserikat.

Antara Hak Dan Kewajiban
Berserikat
Kebebasan berserikat merupakan hak bagi semua buruh dan dilindungi oleh undang-undang. Artinya (ini istilah saya) boleh digunakan boleh juga tidak. Dengan kata lain Serikat Buruh boleh dibentuk kapan saja tidak terkait dengan situasi dan kondisi sebuah perusahaan. Tapi bagi saya, berserikat bukan hanya hak tapi wajib bagi buruh.  Karena saya berpendapat bahwa kekuatan buruh terletak pada kekuatan 'berkumpul'.

Senyaman dan seaman apapun seorang buruh dalam menjalankan aktivitasnya sebagai buruh, akan mudah dipatahkan ketika menghadapi perselisihan dengan pengusaha. Walau mekanisme perselisihan sudah diatur dalam undang-undang ketenaga-kerjaan tapi keberadaan Serikat Buruh akan menjadi penyeimbang atau setidaknya pengusaha akan berpikir dua kali untuk melakukan penyimpangan ketenaga-kerjaan pada buruhnya.

Begitu penting, begitu urgen bagi buruh untuk segera berserikat. Memiliki wadah atau rumah sendiri untuk berkumpul akan terasa lebih nyaman dan amannya dari sengatan matahari atau hujan ketimbang hidup sendiri-sendiri tanpa atap tanpa perlindungan. Nah, apakah masih mau bertanya; Buat apa ada Serikat Buruh?......***


Rabu, 21 September 2011

Jerat Hutang,

ANTARA UMK 
DAN GAYA HIDUP 
YANG DIPAKSAKAN
Oleh: Abu Gybran

"Pengennya sih, lepas dari jeratan hutang. Tapi.....harus gimana lagi? Upah sebulan hanya cukup untuk makan istri dan anak-anak," keluh seorang buruh disela rehat setelah makan siang pada rekan-rekan kerjanya di suatu hari. 

Petaka UMK
Sepintas mendengarkan obrolan mereka, terkadang hati saya merasa miris, prihatin. Betapa tidak, ternyata hampir semua buruh yang rata-rata sudah berkeluarga, yang ngobrol saat itu mempunyai persoalan yang sama; yakni tidak bisa lepas dari jeratan hutang. Saya tidak tahu, apakah mereka tidak bisa mengatur keuangan, antara penghasilan dan pengeluaran? Sehingga setiap bulannya selalu saja nombok dengan berhutang. Atau memang upah yang mereka terima jauh dari cukup? 

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dijadikan standar atau acuan oleh setiap perusahaan, barangkali bisa dikatakan cukup bagi buruh yang baru masuk kerja yang rata-rata mereka masih berstatus lajang. Memang sepengetahuan saya pun, aturan normatif yang terkait dengan besaran UMK ini diperuntukkan bagi buruh yang masa kerjanya kurang dari satu tahun atau sebagai acuan dasar pengupahan bagi buruh yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun. Artinya besaran UMK tidak berlaku bagi buruh yang masa kerjanya diatas satu tahun atau lebih.  Upah mereka harus lebih besar diatas besaran UMK.

Kalau setiap perusahaan menyamaratakan pemberian besaran upah kepada buruhnya sebesar UMK tanpa membedakan masa kerjanya, tentu sistem pengupahan seperti ini sama sekali tidak mencerminkan keadilan.  (Menurut saya, ini merupakan 'petaka UMK' bagi buruh). Perusahaan semacam ini hanya melaksanakan 'gugur kewajiban' terhadap aturan yang berlaku tanpa ada niat untuk mensejahterakan buruhnya. 

Nah, wajar saja jika buruh yang bekerja pada perusahaan yang menganut ajaran asal 'gugur kewajiban' terhadap aturan pengupahan khususnya, akan selalu terjerat oleh hutang yang berkepanjangan. Mungkin, bukan lagi gali lubang tutup lubang tapi gali lubang tanpa bisa ditutup. Kenapa? Karena beban tanggungan buruh akan terus bertambah. Bukan lagi hanya pada soal makan, tapi biaya pendidikan bagi anak-anaknya dan lain sebagainya akan menunggu dikemudian hari. Tentu saja tidak akan nyaman jika hidup selalu mengandalkan pada hutangan.

Gaya Hidup Yang Dipaksakan
Barangkali ini pun merupakan salah satu faktor juga kenapa buruh selalu berhutang, yaitu gaya hidup yang lepas kontrol atau sengaja dipaksakan. Memaksakan diri untuk 'berpunya' dengan mengukur kemampuan penghasilan atau gaji, itu bagus. Tapi memaksakan diri dengan gaya hidup yang sebenarnya belum terukur oleh besaran penghasilan, hanya akan membuat pusing tujuh keliling.

Saya sering berfikir melihat gaya hidup buruh saat ini. Bukan lagi hal yang aneh kalau saat ini buruh sering gonta-ganti HP baru tiap bulannya. Bahkan kalau saya perhatikan hampir semuanya buruh sudah berkendaraan sepeda motor, walau saya tidak punya data yang valid dalam hal ini, tapi saya bisa melihat ketika pagi jalanan penuh sesak oleh sepeda motor terlebih jalan-jalan yang melewati Kawasan Industri dan mereka adalah buruh.

Memiliki sepeda motor, bukanlah hal yang sulit bagi buruh pabrik. Melalui Koperasi Karyawan (Kopkar), dengan uang dua ratus lima puluh ribu rupiah sebagai uang muka, mereka sudah mendapatkan satu sepeda motor. Resikonya tentu tiap bulan gaji akan berkurang karena dipotong untuk cicilan sepeda motor. Nah, buntutnya bisa ditebak, untuk kebutuhan belanja dapur dan pendidikan anak sudah pasti sangat kurangnya. Dan kalau sudah begini, jalan pintasnya adalah cari hutangan.

Terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan kata sederhana; Hidup bahagia adalah dambaan bagi setiap orang. Oleh karenanya diperlukan 'seni' untuk mengatur segala keperluan hidup dengan mengukur kemampuan diri. ***

Sabtu, 10 September 2011

Nol Kilometer



Oleh: Abu Gybran














Di nol kilometer adalah permulaan
dimana langkah kaki bergerak, pasti
Melemparkan segala keraguan
yang membenamkan keyakinan
Bahwa aku mampu penuhi syarat
yang kau minta, kesetiaan

Aku berkata padamu;
 "Jika yang kau minta rembulan,
maka akupun sanggup membawakannya untukmu".
Pada nol kilometer, aku pertaruhkan segalanya

Ribuan jarak
bagiku hanya selemparan tombak

Aku sampaikan padamu;
mereka mengatakan, aku telah gila,
maka akupun tambah menggila
Aku telah jatuh cinta

Pada nol kilometer;
Aku penuhi syaratmu,
Aku bertaruh,
Aku menggila dan
Aku jatuh cinta. ***

Tangerang, 10 September 2011

Jumat, 09 September 2011

Puisi Yang Terserak (3)

DILANGIT KETUJUH
Oleh: Abu Gybran

















Hitam legam
Putih bersih
bertukar mengisi kisi-kisi hati

Malaikat penunduk
Iblis pemberontak
bertukar mewarnai iman

Manusia selalu berubah warna
Kadang hitam
Bisa juga putih
Atau diantara keduanya

Manusia
adalah manusia
Bukan Malaikat
Apa lagi Iblis

Kadarnya, saat nafas dihembuskan
pada nol kilometer perjalanan
ditentukan
Dilangit ketujuh tersimpan

Jiwa raga hanya pengembara
berpijak pada tanah serba fana
Singkat

Akhirnya adalah bermuara dibatas waktu
Hitam
Putih
Malaikat atau
Iblis

Manusia
adalah manusia
Bisa menjadi apa saja
................................................
"Yaa ayyatuhan-nafsul mutmainnah, irji'i ilaa robbiki rodhiatam-ardhiyah". ***

Tangerang, 08 Juni 2011





Selasa, 06 September 2011

Qunut

DO'A QUNUT DALAM SHALAT
Oleh: Abu Gybran

















Hukum Qunut
Qunut itu hukumnya sunnah, karena Nabi saw. hanya mengerjakan jika ada keperluan (pernah mengerjakan dan pernah meninggalkan). Do'a qunut dalam shalat dibaca pada raka'at terakhir setelah membaca; "Sami' Allahu liman hamidah".

1. Berkata Abu Salamah; bahwa Abu Hurairah ra. telah berkata; Sesungguhnya aku hendak menunjukkan kepada kamu sekalian contoh shalat Rosulullah saw, maka adalah Abu Hurairah ra itu biasa mengerjakan qunut pada raka'at yang akhir dari shalat dhuhur, isya dan shalat shubuh, sesudah ia membaca; "Sami' Allahu liman hamidah", yaitu ia do'akan keselamatan kaum muslimin dan ia melaknat kaum kafir. (HR. Bukhari, Muslim dan Nasai'- Sunnan Abu Dawud no. 1390)

2. Berkata Ibnu Abbas ra.; Rosulullah saw. pernah qunut sebulan berturut-turut pada waktu dhuhur, ashar, maghrib, isya dan shubuh diakhir tiap-tiap shalat sesudah membaca; "sami' Allahu liman hamidah", dia do'akan kecelakaan dari Bani Sulaim, Ri'il, Dzakwan dan Ushoiyah. Makmum yang dibelakangnya meng-aminkan dia. (HR. Abu Dawud- Sunnan Abu Dawud no. 1398)

Penjelasan, dari dua riwayat tersebut, jelaslah bahwa membaca do'a qunut itu ada disetiap waktu shalat. (A. Hasan- Pengajaran shalat/332-333)

Kapan Boleh Qunut?
1. Berkata Anas ra.; Bahwasannya Nabi saw. tidak qunut melainkan apabila hendak mendo'akan (kebaikkan) bagi suatu kaum atau (kecelakaan) atas suatu kaum. (HR. Ibnu Khuzaimah)

2. Ibnu Hibban pun, meriwayatkan hadits yang hampir sama dengan riwayat tersebut.

3. Berkata Ibnu Mas'ud; Rosulullah saw. tidak qunut dalam shalatnya melainkan pada shalat witir dan sesungguhnya Rosulullah saw. apa bila berperang, ia qunut dalam semua shalatnya. Yaitu ia do'akan kecelakaan atas kaum musyrikin. Abu Bakar ra. dan Umar bin Khothob ra. tidak pernah qunut hingga wafatnya. Dan Ali ra. tidak juga qunut melainkan ia memerangi ahli Syam dan adalah qunutnya itu disemua shalatnya. (HR. Hakim dan Thabrani)

Penjelasan, dari tiga riwayat tersebut, jelaslah bahwa qunut itu dikerjakan  hanya pada waktu ada sesuatu kesusahan atau suatu keperluan yang sangat penting.

Rosulullah saw. 
berhenti melaksanakan qunut
Nabi saw. berhenti melaksanakan do'a qunut setelah Allah swt. menurunkan ayat berikut;

1. "Engkau tidak ada hak didalam urusan itu, ada pun Allah mengampuni mereka atau siksa mereka karena mereka itu orang-orang yang aniaya" (QS. Ali Imran:128)

 2. Berkata Ashim bin Sulaiman ra.; kami pernah bertanya kepada Anas ra.; Sesungguhnya ada suatu golongan berkata; bahwa Nabi saw. tidak putus mengerjakan qunut diwaktu shubuh. Anas ra. menjawab; Dusta mereka..!!! Nabi saw ber-qunut hanya sebulan yaitu ia do'akan kecelakaan atas kaum musyrikin. (HR. Khotib)

Kesimpulan, bahwa Rosulullah saw melaksanakan qunut hanya satu bulan. Sementara mengerjakan qunut tetap sunnahnya diwaktu ada keperluan penting. Rosulullah saw. meninggalkan qunut setelah turun firman Allah dalam Al Qur'an Surat Ali Imran; 128. Wallahu a'lam bishowab. ***


Senin, 05 September 2011

Puisi Yang Bertebaran; Rindu (2)

ILALANG-ILALANG
Oleh: Abu Gybran












Ilalang-ilalang..........
Nyanyian anak perawan menyayat
Pada hamparan luas, menumpahkan segala rasa
rindu

Ilalang-ilalang.........
Sekian lama pujaan menghilang
Pada hamparan luas, menumpahkan segala rasa
rindu makin meradang

Bulir-bulir rindu bergelayut
biru, diujung-ujung ilalang
Berbaur dalam dendang senja temaram
membentang sunyi, sepi menjamah
Diam

Ilalang-ilalang.........
Nyanyian anak perawan menyayat
Menelisik tiap helai janji diucapkan
yang telah melambungkan asa mengawang
pada penantian panjang
Pujaan lekas datang

Kemarin sore, saat senja temaram
Purnama tenggelam dirumpun ilalang
Angka lima tercatat dalam pentarikh-an
Ilalang-ilalang........
Dendang rindu tenggelam
ditelan kelam malam
Diam. ***

Tangerang, 05 September 2011

Minggu, 04 September 2011

Puisi Yang Terserak (2)

Pengabdian Cinta
Oleh: Abu Gybran



Berapa ribu jarak?
Entahlah, menelusuri jalan-jalan
panjang
Yang ku yakini dapat menemukan senyummu
pada lelah dan kemilau peluh
Menjamah kebesaran cintamu,
telah meluluh lantakkan rasa nyeri
Pada kulit, terik menguliti
Pada telapak, kerikil tajam menyobek
Pada tenggorokkan, haus mencekik
napas terpotong-potong dan
Disudahi oleh kelebat bayangmu 
menyatukan kekuatan yang tercecer disepanjang jalan

Menyanjungmu, bukan hanya tiap kelokan
tapi pada tiap langkah
Aku melapalkan kebesaran cintamu

Berapa ribu jarak?
Entahlah, menelusuri jalan-jalan
panjang
Sejauh kaki melangkah, pengabdian cintaku
tak terukur oleh jarak
Kesetiaanku mewarnai tiap hela napas
Bagiku;
Kau adalah langit dan bumi
begitu berarti ***

(Tangerang, 04 September 2011)

Sabtu, 03 September 2011

Beda Pendapat

MEMAKNAI 
PERBEDAAN PANDAPAT
Oleh: Abu Gybran


Menyoal perbedaan pendapat dalam disiplin ilmu apapun, bukanlah hal yang baru tapi sudah ada ketika manusia itu sendiri ada. Perkembangan ilmu pengetahuan senantiasa mengikut sertakan cara berpikir yang tentunya berbeda dalam memaknai atau menafsirkan makna yang terkandung didalamnya. Atas berbedaan pendapat inilah kemudian ilmu berkembang hingga kini. Jadi bukanlah hal yang tabu membicarakan perbedaan pendapat atau pandangan selama masih dalam kerangka demi dan untuk kemaslahatan hidup bersama.

Saya sangat tertarik dengan ungkapan Imam Syafi'i yang berkaitan dengan pendapat-pendapatnya yang sering dijadikan rujukan bagi para pengikut mazhabnya. Beliau mengatakan: "Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar".

Bahkan, dalam kerangka yang sama, Imam Ahmad bin Hambal pernah berfatwa dimana fatwanya justru bertentangan dengan apa yang pernah difatwakannya, hal ini dilakukannya demi menghormati paham-paham ulama yang lain.

Selama tidak keluar dari pokok bahasan ilmu, menghormati pendapat orang lain adalah hal yang sangat elok untuk dilakukan. Barangkali semacam ini jarang sekali kita temukan pada kehidupan saat ini. Yang ada dan seringkali ditemukan adalah memaksakan pendapat pada orang lain. Menurut saya; memaksakan pendapat pada orang lain adalah 'pemerkosaan' terhadap pokok bahasan ilmu.

Dalam menyikapi perbedaan pendapat, diperlukan kedewasaan berpikir dan bersikap, toleransi dan objektivitas yang tinggi. Dan yang terpenting adalah selalu siap menerima kebenaran dari siapapun datangnya.

Dalam pandangan Islam, perbedaan pendapat itu "halal" selama;
1. Tidak menganggap salah atau meng-kafirkan orang yang berselisih paham
2. Tidak memaksakan kehendak atau paham pada orang lain
3. Tidak mengklaim kebenaran selalu ada pada diri atau pihaknya.
4. Tidak keluar dari inti ilmu yakni Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Dalam hal ini, mari kita perhatikan ketegasan Imam Malik dalam mengomentari pendapat-pendapatnya: "Aku ini hanya manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. Maka pertimbangkanlah pendapat-pendapatku. Pendapatku yang sejalan dengan Qur'an dan Sunnah, ambilah. Sedangkan yang tidak sejalan dengan keduanya, tinggalkanlah".

Artinya kendati para ulama terdahulu saling menghormati perbedaan pendapat, mereka telah sepakat tentang kewajiban untuk selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Karena mereka menyadari pendapat dan cara berpikir memiliki keterbatasan sedangkan kebenaran yang hakiki adalah mutlak milik Allah swt.

Dua Pendapat Yang Berbeda
Menurut saya, pendapat yang baik adalah pendapat yang apabila diamalkan oleh orang lain, mampu mendatangkan nilai-nilai positif atau perubahan-perubahan yang pada gilirannya mampu mengangkat derajat manusia pada kemuliaan.

Sedangkan pendapat yang tercela adalah pendapat-pendapat yang keluar dari inti ilmu yakni Al-Qur'an dan Al-hadits. Biasanya, pendapat atau paham semacam ini sering dilontarkan secara provokatif dan menggugat. Bahkan mereka membuat tameng berlindung dibawah slogan pembaruan Islam.

Walau pada akhirnya, muara dari dua pendapat yang berbeda ini adalah terletak pada kebebasan untuk memilih antara yang baik dan salah. Saya tidak hendak menggiring anda untuk memilih salah satu diantaranya, karena saya yakin tiap kita mempunyai naluri untuk senantiasa berbuat baik. ***

Kamis, 01 September 2011

Puisi; Tentang Kita (3)

KAU TAK TERGANTIKAN
Oleh: Abu Gybran

Menembus pekat belukarmu,
tak peduli lagi luka menggores
Sayat luka bangkitkan jiwa, 
selalu ada harapan
Pada keyakinan dan keteguhan
Langkahku tak terhentikan
walau kau bersembunyi digelapan 
Aku 'kan datang dengan segala ketulusan
Mendapatkanmu dan menorehkannya dalam pentarikhan
jiwaku
kau tak tergantikan ***

Tangerang, 01 Sepetember 2011


 









Menelusuri Kata Sepakat
Oleh: Abu Gybran

Bercerita semalam suntuk
Untuk apa?
Kita telah melakukannya hampir tiap malam
Tiap kata adalah harapan
di akhir selalu saja ada pertanyaan
Padahal tak pernah terputus jawaban
ada keraguan mengalir pada tiap helaan nafas
Kita mengakuinya

Memaknai kesetiaan
Menelusuri kata sepakat
Berdebat.....!!!
Menginginkan kata sempurna
tanpa cacat
Kita malu untuk mengakuinya
bahkan mengatakannya;
Bahwa kita tak pernah sempurna

Sadar saat kehabisan kata-kata
Ya,.....esok malam kita mengulang cerita
yang sama. ***

Tangerang, 01 September 2011