Selasa, 20 Maret 2012

Balaraja Kota Seribu Pabrik

SERIBU PABRIK
SERIBU MACAM MASALAH BURUH
Oleh: Abu Gybran

Kota Kecamatan Balaraja yang terletak di Tangerang barat adalah kota yang berjuluk "Seribu Pabrik" . Setidaknya ada 82 ribu buruh yang tersebar diberbagai pabrik yang tercatat pada Dinas Tenagakerja Kabupaten Tangerang. Dari jumlah buruh tersebut, 60% nya adalah buruh kontrak outsourcing. Walau banyak kalangan menilai, bahwa sistem kerja kontrak outsourcing ini seringkali menimbulkan masalah, tapi sepertinya belum nampak upaya maksimal yang dilakukan oleh Serikat Buruh untuk melakukan perubahan. Saya kurang tahu; apakah Serikat Buruh sudah melakukan kerja maksimal yang menurut pandangan saya sangat penting ini atau memang sudah menyerah? Sebab saya melihat jumlah buruh tetap setiap tahunnya terus saja berkurang sementara jumlah buruh kontraknya terus meningkat

Saya menyadari, memang bukan perkara mudah untuk memberangus sistem kerja kontrak outsourcing, sebab sistem ini sudah lama bertengger pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 Pasal: 59, 64, 65 dan 66 dan nyaris sampai saat ini tidak tergoyahkan. Tapi bukan berarti Serikat Buruh harus pasrah sumerah terhadap kondisi semacam ini. Pekerjaan belum selesai, bung....!!!

Aksi buruh yang terjadi seringkali bukan menyoroti masalah sistem kerja kontrak outsourcing, tapi yang terjadi adalah aksi-aksi buruh yang menyoroti masalah besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan aksi ini rutin dilakukan hampir setiap tahun. Padahal baik disadari atau tidak sistem kerja kontrak outsourcing inilah yang menjadi 'biang keladi' nya masalah perburuhan.

Seribu Macam Masalah Buruh
Bukan satu atau dua kali saya menulis mengangkat persoalan buruh perihal sistem kerja kontrak outsourcing, ini untuk yang kesekian kalinya. Dan saya tidak akan berhenti menulis sebelum saya melihat perubahan yang menghapuskan sistem kerja yang merugikan buruh ini. Berbagai macam masalah yang timbul akibat sistem ini teramat mencolok mata dan hal ini merupakan fakta yang jelas-jelas terus berlanjut seperti tak berkesudahan. Saya yakin pemerintah terkait tahu persoalan ini, tapi seperti ada pembiaran; tutup mata tutup telinga. Ada beberapa masalah diantara seribu macam masalah yang mudah dijumpai antara lain:  

1. Bukan Anggota Serikat
Sebagai contoh, sebut saja namanya Marsini, buruh asal Jawa Timur ini bekerja di pabrik yang memproduksi alas kaki yang beralamat di Jl. Raya Serang Km 24 Balaraja. Menurut pengakuannya dia sudah bekerja tiga tahun dengan sistem kontrak. Padahal ditempatnya kerja bukan tidak ada Serikat Buruh tapi jauh sebelum dia kerja Serikat Buruh sudah ada. Tapi dirinya tidak termasuk anggota Serikat Buruh karena dia memang tidak mendaftar untuk menjadi anggota. Sebab sepengetahuannya, yang menjadi anggota Serikat Buruh di pabriknya hanya buruh-buruh tetap. Ketika ditanya kenapa tidak mendaftar menjadi anggota Serikat Buruh? Jawabannya singkat; percuma..!!! Sebab dia merasa buruh kontrak sewaktu-waktu bisa diberhentikan.    

Fenomena seperti ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi Serikat Buruh di tingkat pabrik. atau Pimpinan Unit Kerja (PUK). Orang seperti Marsini ini tentu saja tidak sendirian, jumlahnya 60% dari total buruh 82 ribu yang bekerja di pabrik-pabrik yang tersebar di Balaraja. Repotnya, jika terjadi perselisihan buruh seperti Masini harus berjuang sendirian.

2. Ladang Pemerasan
Hal ini pun bukan masalah baru. Saat pabrik-pabrik membutuhkan tenaga kerja baru  (rekrut tenaga kerja melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja atau melalui Kantor Desa), maka yang pertama muncul kepermukaan adalah pemerasan terhadap calon tenaga kerja yang dilakukan oleh oknum-oknum perusahaan jasa tenaga kerja, pengurus Desa, dan bisa pula oleh orang dalam perusahaan sendiri. Besaran uang yang harus dikeluarkan demi mendapatkan pekerjaan berkisar dari Rp. 1,500,000 sampai dengan Rp. 2,000,000 ini artinya sama dengan upah satu bulan kerja.

Gilanya lagi, jika buruh kontrak habis masa kontraknya dan menginginkan diperpanjang kembali, maka dia harus membayar kepada oknum pengurus perusahaan. Hal ini terjadi dibeberapa pabrik Kawasan Olex, Balaraja. Dan saya mendapatkan informasi ini dari  buruh-buruh yang bekerja  disana. Ibarat pepatah; Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dari awal hingga akhir buruh kontrak akan mudah menjadi ladang pemerasan..

3. Stres
Masalah yang satu ini seringkali tidak pernah diperhitungkan oleh kebanyakan pemerhati buruh. Sistem kerja kontrak outsourcing telah ikut andil membuat buruh mengalami stres disamping masih murahnya upah buruh. Hilangnya kepastian kerja menimbulkan kekawatiran setiap menjelang akhir masa kontrak; 'diperpanjang atau dipecat?'. Buruh kontrak sulit untuk dapat bermimpi indah.  

Harus Ada Perubahan
Kesadaran buruh terhadap hak-haknya sebagai buruh sebenarnya sudah terbangun sejak reformasi digulirkan di negeri ini, Hanya saja tidak dibarengi oleh pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia. Sehingga buruh seringkali dibenturkan pada kondisi yang tidak menguntungkannya. Buruh senantiasa diposisikan pada dua pilihan; kerja dengan sistem kontrak atau tidak kerja alias nganggur.

Tidak ada kata lain; 'harus ada perubahan'. Kata ini seringkali muncul dimana buruh merasa dizholimi baik oleh pengusaha atau penguasa yang mengeluarkan kebijakkan yang tidak ramah terhadap buruh.

Perubahan yang dilakukan oleh Serikat Buruh kalau pun tidak dikatakan jalan ditempat, tapi selalu terkesan lambat, ini menurut pandangan saya. Banyaknya Serikat Buruh dengan berbagai macam bendera semestinya menjadi satu kekuatan untuk melakukan perubahan bersama, tapi sekali lagi, justru hal ini seringkali menjadi batu sandungan karena masing-masing Serikat Buruh mempunyai dan berpegang pada kepentingan yang berbeda. Bahkan ada Serikat Buruh yang sudah solid pun malah pecah bukan karena ulah anggotanya tapi karena kepentingan ambisi beberapa pengurusnya. Akhirnya yang terjadi adalah rebutan pengaruh untuk dapat dukungan anggota. Hah.....!!! Kalau kondisinya seperti ini, kapan buat perubahan untuk kesejahteraan anggota?

Sebagai contoh; perusahaan yang tersebar di Kecamatan Balaraja, hingga saat ini hampir seluruhnya belum melaksanakan besaran Upah Minimum Sektoral (UMS)? Yang berlaku dan (seakan) diterima oleh buruh adalah Upah Minimum Kabupate/Kota (UMK). Kemana Serikat Buruh........???

Masalah di Luar Pabrik
Untuk melihat kebun, sawah atau lahan kosong di Kecamatan Balaraja saat sekarang ini adalah hal yang sangat sulit. Sebab lahan kosong sudah lama berubah menjadi pabrik-pabrik dan bermunculannya rumah-rumah petak kontrakan yang dihuni oleh ribuan buruh dari berbagai daerah. Sayangnya kondisi ini tidak dibarengi oleh kesiapan pemerintah daerah dalam menata kota.

Rumah-rumah petak kontrakan yang dibangun dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang tersisa, tak beraturan dan terkesan kumuh. Sampah-sampah rumah tangga nyaris tak tersentuh pemerintah daerah, kotor dan jorok.

Data Balai Kesehatan Tenaga Kerja (BKTK) Balaraja, mencatat sedikitnya 150 orang buruh menderita sesak pernapasan dan batuk gejala bronkitis dalam satu bulan terakhir. Bisa jadi penyakit ini bukan akibat dari hubungan kerja di pabrik tapi akibat dari kondisi tempat tinggal yang kumuh dan kotor. Hingga kini, untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak huni, sebagian besar buruh masih harus menyimpan mimpinya.

Masalah sosial lainnya tentu saja masih banyak yang berceceran yang harus segera ditangani oleh Serikat Buruh sebagai induk organisasi atau pemerintah terkait seperti kasus anak-anak buruh yang putus sekolah karena upah buruh hanya cukup untuk makan sebulan dan lain sebagainya.

Terakhir saya ingin mengutip kata orang bijak, bahwa; Hidup tidak di seting untuk mendapatkan kemenangan secara gratis. Oleh karenanya pribadi-pribadi yang baik adalah pribadi-pribadi yang pandai memposisikan dirinya pada kemenangan dengan segala upaya perubahannya. Menjelang May Day tahun 2012 ini saya banyak berharap kiranya Serikat Buruh mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik. *** 

Tidak ada komentar: