Kamis, 25 Oktober 2012

Pengorbanan

Allah Diatas Segalanya
Oleh: Abu Gybran

Sebuah peristiwa yang teramat menggetarkan kalbu, peristiwa kemanusiaan antara kecintaan seorang ayah terhadap anaknya dan kecintaan terhadap perintah Allah yang diimani. Betapa tidak, seorang anak yang ditunggu kehadirannya sebagai cahaya mata dan sebagai pelipur lara diperintahkan untuk dikorbankan (disembelih) oleh Allah SWT. Sebuah pilihan yang teramat sulit; mengikuti hawa nafsu yang sesaat dengan mencintai anak atau mencampakkan perintah Allah yang Maha Pencipta.














Penggalan kisah Nabi Ibrahim AS dan peteranya Nabi Ismail AS ini, barang kali sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Ada banyak hikmah yang bisa kita jadikan pelajaran dari kisah heroik ini. 

Yang paling mendasar adalah bagaimana mendudukkan persoalan dengan mengutamakan kecintaan terhadap ajaran Allah dengan 'mengabaikan' kecintaan duniawi. Karena iman. Iman yang telah dan mampu membuat seseorang tak tergoyahkan oleh godaan apapun.

Firman Allah: "Katakanlah jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, karib kerabat kalian, harta kekayaan yang kalian peroleh, perdagangan yang kalian khawatirkan kehancurannya, dan tempat-tempat tinggal yang kalian senangi, lebih kalian cintai daripada Allah dan Rosul-Nya serta jihad dijalan-Nya, maka tunggulah adzab yang menimpa kalian. Allah tidak memberi hidayah kepada kaum yang lebih menyenangi kesenangan hidup di dunia daripada membela agama-Nya." (QS. At-Taubah: 24)

Kalau ditinjau berdasarkan hukum dunia, dengan alasan apapun tidak dibenarkan seseorang untuk menghilangkan nyawa orang lain meskipun anak sendiri. Dan pastinya setan saat Nabi Ibrahim AS hendak mengorbankan anaknya sudah berusaha menghalangi dengan segala tipu-muslihatnya. Bahkan setan pun berusaha mempropokasi Ismail AS agar menolak ajakan sang ayah. Tapi sekali lagi karena iman. Iman yang telah meyelamatkan keduanya dari bujuk rayu setan laknatullah itu. Kita dapat perhatikan bagaimana keikhlasan seorang anak terhadap orangtuanya demi melaksanakan perintah Allah walaupun harus mengorbankan nyawanya sendiri.

Firman Allah: "Wahai ayahanda, lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. Ash-Shafat: 102)

Sejatinya pengobanan yang dilakukan oleh kedua hamba Allah tersebut merupakan pengorbanan untuk tegaknya syare'at islam, yang bukan cuma harta tapi juga jiwa. Suka atau tidak suka pasti setiap individu yang beriman kepada Allah diperintahkan untuk melakukan hal yang serupa yakni mengorbankan segala kesenangan duniawi dengan mendahulukan perintah Allah demi tegaknya syare'at islam.

Kita bisa tarik kesimpulan dari sepenggal kisah Nabi Ibrahim AS beserta puteranya, Nabi Ismail AS ini, bahwa islam lebih menekankan kepada 'kualitas' keimanan bukan cuma sekadar 'pengakuan' tanpa pengorbanan dalam praktek pengamalannya. Hal inilah barangkali yang dialami kaum muslimin saat ini, dimana kaum muslimin mulai kehilangan jati-dirinya. Perpecahan yang melanda kaum muslimin akibat rebutan kekuasaan, diinjak-injak kehormatannya dan dianggap sebelah mata oleh orang-orang yang memusuhinya. Itu karena keimanan yang mulai luntur.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah jumlah kaum muslimin itu banyak? Kenapa orang-orang yang membenci islam begitu mudah menghinakan kaum muslimin dengan segala tipu-dayanya? Jawabanya adalah karena kaum muslimin teramat mencintai dunia dengan berlebihan dan menjauhi perintah Allah yang semestinya lebih dicintai dari apapun.

Kita berharap, melalui Hari Raya Qurban 1433 H kali ini, kita disadarkan dari segala kekeliruan dan bersegera memurnikan agama Allah dengan pengorbanan sebagaimana telah dicontohkan pada kisah Nabi Ibrahim AS tersebut. Mendahulukan Allah diatas segalanya, insya Allah.***

Tidak ada komentar: