Jumat, 30 Maret 2012

BUGIL DI ISTANA BODONG

Oleh: Abu Gybran


Habis suara
Habis tenaga, tenggorokkan terluka
terbakar amarah
Tapi,.....coba kau lihat dia;
Diam tak bertelinga
juga buta

Percuma saja kau berteriak
simpan tenagamu, untuk apa?
Sebab yang kau hadapi adalah sekelompok
orang-orang bugil
Hilang ingatan
Tanpa malu, sebab nurani lama tergadai

Raja bugil
Pembantunya juga
tanpa busana
tanpa malu
tanpa nurani
Kenapa masih dipercaya?
Menggantungkan harapan pada istana bodong
bohong

Raja bugil di istana bodong
bengong
bolong
Nol
Untuk apa?!

 











(Tangerang, 30 Maret 2012)

Kamis, 29 Maret 2012

Puisi-Puisi Yang Tercecer

SUMPAH
Oleh: Abu Gybran

Sumpah...!!!
Jika aku tak setia
'kan ku gantungkan cintaku
Pada palang sunyi
sendiri

Mati
bukan pilihan
Tapi karenamu, akan menjadi satu-satunya pembuktian
untuk dilakukan
Buka matamu
Lihat aku
Bukan jumawa
Aku setia

(Tangerang, 29 Maret 2012)
 
 









SETIAP WAKTU
Oleh: Abu Gybran

Berapa kali ku utarakan
padamu soal kata setia?
Lebih dari seribu kali;
Saat matahari bercahaya
Ketika senja merona
Sewaktu bulan purnama
Bahkan ketika gelap gulita
Aku masih sempat berbisik padamu
"Aku setia"

(Tangerang, 29 Maret 2012)

MENUNGGU
Oleh: Abu Gybran

Kau
masih saja terdiam
Padahal dari waktu dhuha hingga senja merona
jingga
Aku masih menunggu
kata ya
bahwa kau percaya
Aku setia.

(Tangerang, 29 Maret 2012)

Selasa, 27 Maret 2012

Galau Itu Gaul..?

Oleh: Abu Gybran

Hampir tidak ada hari tanpa mengucapkan kata galau. Ini fenomena yang sedang membumi, bahkan ganasnya serangan kumbang tomcat yang menyerang beberapa daerah akhir-akhir ini masih lebih ganas serangan kata galau yang langsung membuat korbannya berubah perangainya. Bayangkan, seseorang yang tadinya ceria, kreatif, penuh gairah tiba-tiba berubah menjadi melankolis, cengeng seakan-akan orang yang paling menderita sedunia. Walau korbannya kebanyakkan anak-anak ABG, tapi tetap saja hampir tidak ada ruang bagi orang lain untuk tidak bersentuhan dengan perilaku yang mendadak galau ini. Ironisnya, galau yang sudah merasuki jiwa korbannya justru dijadikan standar keberhasilan bahwa 'galau itu gaul'. Aneh kan? Hehehehe.....benar-benar galau.

Apa sih, galau itu?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV halaman 407 disebutkan bahwa "Galau berarti Kacau (tentang pikiran)" Kegalauan; kacau tak karuan. Artinya secara konkrit galau itu adalah SAAT PIKIRAN SEDANG KACAU TAK KARUAN.

Nah, sekarang kita akan mencoba menelusuri sejauh mana kegalauan yang sudah merasuki hati dan pikiran serta perangai korbannya. Jangan-jangan anda dan mungkin juga saya sedang ikut-ikutan galau saat ini. Terus terang saat saya mau menulis soal ini, saya merasa khwatir; takut tidak menarik dan dijauhi pembaca. Apakah kekhawatiran saya ini juga termasuk bahwa saya sedang galau?

Galaunya ABG
Galaunya ABG bisa dikatakan sebagai trend. Bisa juga ada benarnya kalau gak galau itu gak gaul. Secara singkat sudah saya utarakan diatas, bahwa kacau atau tidak kacau pun pikiran mereka, kalau ada sesuatu sedikit saja yang mereka anggap tidak pas dengan kondisi mereka saat itu, maka mereka akan  meng-up date status pada jejaring sosial yang mereka miliki, bahwa mereka sedang mengalami kegalauan.

Contoh update status di facebook yang sering dijumpai: "Aku lagi galau nih, soalnya lagi ditinggal ibu ke pasar".Hehehehe.......soal ditinggal ibu ke pasar saja mereka bialng sedang galau, apa lagi kalau sedang putus pacaran, jangan tanya. Soalnya dari ujung rambut sampai ujung kaki pasti sedang galau. Pokonya seperti sudah tidak ada lagi harapan untuk hidup. Wih,....ini artinya makin galau makin gaul.

Galaunya rakyat kecil
Galaunya rakyat pasti beda dengan galaunya trend ABG. Saya sendiri kurang tahu apakah kondisi saat sekarang ini setelah pemerinta berencana hendak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per satu April mendatang termasuk yang membuat galau hati rakyat?














Tapi kalau kita lihat hampir diseluruh pelosok negeri rakyat ramai melakukan aksi penolakkan rencana kenaikkan harga BBM ini. Nah, kalau bukan sedang galau lantas apa? Akibat rencana pemerintah menaikkan harga BBM ini, maka harga-harga yang lain ikut latah naik. Bahkan harga sembako sudah lebih dulu naik meroket. Walau pemerintah berencana memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat kategori miskin, tetap saja hal ini menurut beberapa pengamat ekonomi alih-alih meringankan beban rakyat miskin malah menciptakan rakyat miskin baru. 

Makin galau hati rakyat, bukan malah gaul seperti galaunya ABG tapi makin menderita. Hah.....!!!

Galaunya pemerintah
Saya tidak perlu lagi muter-muter untuk mengatakan bahwa pemerintah negeri ini sedang galau berat menghadapi pengunjuk rasa di sejumlah daerah yang memprotes rencana kenaikkan harga BBM. Saking galaunya, presiden SBY mensinyalir bahwa rencana pemerintah tersebut dimanfaatkan oleh 'kelompok-kelompok aneh' yang ingin menjegalnya. Saya kurang tahu persis, apakah kelompok aneh yang dimaksud pak SBY itu juga termasuk 'kelompok galau?'

Jelasnya pemerintah saat ini sedang benar-benar galau. Saya melihatnya pemerintah sedang membolak-balikan telapak tangan untuk memilih antara ya dan tidak menaikkan harga BBM.

Galau terakhir
Galaunya ABG adalah trend kekinian dan ada masanya. Sementara galaunya masyarakat umum terkait dengan segala macam bentuk kebijakkan pemerintah yang tidak ramah terhadap mereka sebagai rakyat kecil, tentu harus disikapi dengan bijak oleh penguasa. Dan terakhir galaunya pemerintah sendiri, jika tidak ingin dikatakan 'kuper' dan tidak gaul dimata dunia, maka dipandang sangat penting untuk membuat suatu kebijakkan yang benar-benar pro rakyat. ***


Selasa, 20 Maret 2012

Balaraja Kota Seribu Pabrik

SERIBU PABRIK
SERIBU MACAM MASALAH BURUH
Oleh: Abu Gybran

Kota Kecamatan Balaraja yang terletak di Tangerang barat adalah kota yang berjuluk "Seribu Pabrik" . Setidaknya ada 82 ribu buruh yang tersebar diberbagai pabrik yang tercatat pada Dinas Tenagakerja Kabupaten Tangerang. Dari jumlah buruh tersebut, 60% nya adalah buruh kontrak outsourcing. Walau banyak kalangan menilai, bahwa sistem kerja kontrak outsourcing ini seringkali menimbulkan masalah, tapi sepertinya belum nampak upaya maksimal yang dilakukan oleh Serikat Buruh untuk melakukan perubahan. Saya kurang tahu; apakah Serikat Buruh sudah melakukan kerja maksimal yang menurut pandangan saya sangat penting ini atau memang sudah menyerah? Sebab saya melihat jumlah buruh tetap setiap tahunnya terus saja berkurang sementara jumlah buruh kontraknya terus meningkat

Saya menyadari, memang bukan perkara mudah untuk memberangus sistem kerja kontrak outsourcing, sebab sistem ini sudah lama bertengger pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 Pasal: 59, 64, 65 dan 66 dan nyaris sampai saat ini tidak tergoyahkan. Tapi bukan berarti Serikat Buruh harus pasrah sumerah terhadap kondisi semacam ini. Pekerjaan belum selesai, bung....!!!

Aksi buruh yang terjadi seringkali bukan menyoroti masalah sistem kerja kontrak outsourcing, tapi yang terjadi adalah aksi-aksi buruh yang menyoroti masalah besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan aksi ini rutin dilakukan hampir setiap tahun. Padahal baik disadari atau tidak sistem kerja kontrak outsourcing inilah yang menjadi 'biang keladi' nya masalah perburuhan.

Seribu Macam Masalah Buruh
Bukan satu atau dua kali saya menulis mengangkat persoalan buruh perihal sistem kerja kontrak outsourcing, ini untuk yang kesekian kalinya. Dan saya tidak akan berhenti menulis sebelum saya melihat perubahan yang menghapuskan sistem kerja yang merugikan buruh ini. Berbagai macam masalah yang timbul akibat sistem ini teramat mencolok mata dan hal ini merupakan fakta yang jelas-jelas terus berlanjut seperti tak berkesudahan. Saya yakin pemerintah terkait tahu persoalan ini, tapi seperti ada pembiaran; tutup mata tutup telinga. Ada beberapa masalah diantara seribu macam masalah yang mudah dijumpai antara lain:  

1. Bukan Anggota Serikat
Sebagai contoh, sebut saja namanya Marsini, buruh asal Jawa Timur ini bekerja di pabrik yang memproduksi alas kaki yang beralamat di Jl. Raya Serang Km 24 Balaraja. Menurut pengakuannya dia sudah bekerja tiga tahun dengan sistem kontrak. Padahal ditempatnya kerja bukan tidak ada Serikat Buruh tapi jauh sebelum dia kerja Serikat Buruh sudah ada. Tapi dirinya tidak termasuk anggota Serikat Buruh karena dia memang tidak mendaftar untuk menjadi anggota. Sebab sepengetahuannya, yang menjadi anggota Serikat Buruh di pabriknya hanya buruh-buruh tetap. Ketika ditanya kenapa tidak mendaftar menjadi anggota Serikat Buruh? Jawabannya singkat; percuma..!!! Sebab dia merasa buruh kontrak sewaktu-waktu bisa diberhentikan.    

Fenomena seperti ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi Serikat Buruh di tingkat pabrik. atau Pimpinan Unit Kerja (PUK). Orang seperti Marsini ini tentu saja tidak sendirian, jumlahnya 60% dari total buruh 82 ribu yang bekerja di pabrik-pabrik yang tersebar di Balaraja. Repotnya, jika terjadi perselisihan buruh seperti Masini harus berjuang sendirian.

2. Ladang Pemerasan
Hal ini pun bukan masalah baru. Saat pabrik-pabrik membutuhkan tenaga kerja baru  (rekrut tenaga kerja melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja atau melalui Kantor Desa), maka yang pertama muncul kepermukaan adalah pemerasan terhadap calon tenaga kerja yang dilakukan oleh oknum-oknum perusahaan jasa tenaga kerja, pengurus Desa, dan bisa pula oleh orang dalam perusahaan sendiri. Besaran uang yang harus dikeluarkan demi mendapatkan pekerjaan berkisar dari Rp. 1,500,000 sampai dengan Rp. 2,000,000 ini artinya sama dengan upah satu bulan kerja.

Gilanya lagi, jika buruh kontrak habis masa kontraknya dan menginginkan diperpanjang kembali, maka dia harus membayar kepada oknum pengurus perusahaan. Hal ini terjadi dibeberapa pabrik Kawasan Olex, Balaraja. Dan saya mendapatkan informasi ini dari  buruh-buruh yang bekerja  disana. Ibarat pepatah; Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dari awal hingga akhir buruh kontrak akan mudah menjadi ladang pemerasan..

3. Stres
Masalah yang satu ini seringkali tidak pernah diperhitungkan oleh kebanyakan pemerhati buruh. Sistem kerja kontrak outsourcing telah ikut andil membuat buruh mengalami stres disamping masih murahnya upah buruh. Hilangnya kepastian kerja menimbulkan kekawatiran setiap menjelang akhir masa kontrak; 'diperpanjang atau dipecat?'. Buruh kontrak sulit untuk dapat bermimpi indah.  

Harus Ada Perubahan
Kesadaran buruh terhadap hak-haknya sebagai buruh sebenarnya sudah terbangun sejak reformasi digulirkan di negeri ini, Hanya saja tidak dibarengi oleh pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia. Sehingga buruh seringkali dibenturkan pada kondisi yang tidak menguntungkannya. Buruh senantiasa diposisikan pada dua pilihan; kerja dengan sistem kontrak atau tidak kerja alias nganggur.

Tidak ada kata lain; 'harus ada perubahan'. Kata ini seringkali muncul dimana buruh merasa dizholimi baik oleh pengusaha atau penguasa yang mengeluarkan kebijakkan yang tidak ramah terhadap buruh.

Perubahan yang dilakukan oleh Serikat Buruh kalau pun tidak dikatakan jalan ditempat, tapi selalu terkesan lambat, ini menurut pandangan saya. Banyaknya Serikat Buruh dengan berbagai macam bendera semestinya menjadi satu kekuatan untuk melakukan perubahan bersama, tapi sekali lagi, justru hal ini seringkali menjadi batu sandungan karena masing-masing Serikat Buruh mempunyai dan berpegang pada kepentingan yang berbeda. Bahkan ada Serikat Buruh yang sudah solid pun malah pecah bukan karena ulah anggotanya tapi karena kepentingan ambisi beberapa pengurusnya. Akhirnya yang terjadi adalah rebutan pengaruh untuk dapat dukungan anggota. Hah.....!!! Kalau kondisinya seperti ini, kapan buat perubahan untuk kesejahteraan anggota?

Sebagai contoh; perusahaan yang tersebar di Kecamatan Balaraja, hingga saat ini hampir seluruhnya belum melaksanakan besaran Upah Minimum Sektoral (UMS)? Yang berlaku dan (seakan) diterima oleh buruh adalah Upah Minimum Kabupate/Kota (UMK). Kemana Serikat Buruh........???

Masalah di Luar Pabrik
Untuk melihat kebun, sawah atau lahan kosong di Kecamatan Balaraja saat sekarang ini adalah hal yang sangat sulit. Sebab lahan kosong sudah lama berubah menjadi pabrik-pabrik dan bermunculannya rumah-rumah petak kontrakan yang dihuni oleh ribuan buruh dari berbagai daerah. Sayangnya kondisi ini tidak dibarengi oleh kesiapan pemerintah daerah dalam menata kota.

Rumah-rumah petak kontrakan yang dibangun dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang tersisa, tak beraturan dan terkesan kumuh. Sampah-sampah rumah tangga nyaris tak tersentuh pemerintah daerah, kotor dan jorok.

Data Balai Kesehatan Tenaga Kerja (BKTK) Balaraja, mencatat sedikitnya 150 orang buruh menderita sesak pernapasan dan batuk gejala bronkitis dalam satu bulan terakhir. Bisa jadi penyakit ini bukan akibat dari hubungan kerja di pabrik tapi akibat dari kondisi tempat tinggal yang kumuh dan kotor. Hingga kini, untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak huni, sebagian besar buruh masih harus menyimpan mimpinya.

Masalah sosial lainnya tentu saja masih banyak yang berceceran yang harus segera ditangani oleh Serikat Buruh sebagai induk organisasi atau pemerintah terkait seperti kasus anak-anak buruh yang putus sekolah karena upah buruh hanya cukup untuk makan sebulan dan lain sebagainya.

Terakhir saya ingin mengutip kata orang bijak, bahwa; Hidup tidak di seting untuk mendapatkan kemenangan secara gratis. Oleh karenanya pribadi-pribadi yang baik adalah pribadi-pribadi yang pandai memposisikan dirinya pada kemenangan dengan segala upaya perubahannya. Menjelang May Day tahun 2012 ini saya banyak berharap kiranya Serikat Buruh mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik. *** 

Senin, 19 Maret 2012

Penari Ronggeng

Oleh: Abu Gybran













Tinggalkan saja jika kau tak suka
itu katamu
Karena kau telah dibakar cemburu
olehnya
Padahal sudah tujuh hari tujuh malam
menungguinya
dia menari
Kau tahu itu?

Membiarkannya menari sendirian
Ah, tidak....!
Aku akan besertanya
meniru
menari sampai di ujung pagi
Jika kau setuju
Sempatkan sekadar untuk melihatnya saja
sudah cukup

Pahami kasihku, bahwa hidup adalah tarian
indahnya hanya ada pada gerak
Ada pada penari ronggeng itu
Kau lihat.....?

Dia diam
Gamelan pengiring membisu
Sepi
Mati
Kehidupan terhenti
Sedang aku belum mau mati
Aku ingin mengajakmu menari
besertanya
sampai di ujung pagi.

(Tangerang, 19 Maret 2012

Jumat, 16 Maret 2012

TARIAN PELACUR

Oleh: Abu Gybran

 









Menutup mata rapat berharap gelap
agar tak nampak
Tetap terang benderang terbayang
sudah tergoda
Nafsu berlumur birahi, jiwa terkapar, menggelepar
tersungkur dimulut rahim pelacur
gambaran kelam
pekat
tetap dinikmat

Dunia ku pijak, menelusurinya pada tiap lekukkan
Tak jauh berbeda
Semakin jauh kedalam, memabukkan
Tak jauh berbeda

Dunia ku pijak, menggoda
seperti tarian pelacur
menyesatkan
Betis-betis tanpa bulu dipamer
Sesaat menatap, berlari memburu
dipaksakan
terperangkap dimulut rahim penggoda
fana
Selalu tak jera

Dunia ku pijak, adalah pelacur
menggoda
menipu
palsu
Selalu begitu
Pada puncak segala kebohongan
Diri takut mati.


(Tangerang, 16 Maret 2012)

DITELANJANGI
Oleh: Abu Gybran

Kau berkata, memaksa; 
"Bawalah aku sampai keujung langit"
Seharusnya aku suka
tapi kalimat itu seperti menghempaskanku 
Aku terbentur dan tersungkur
ditepi keraguan

Menelanjangi diri
Menatap bijak tiap pandangan
menelusur
Merasakan kearifan tiap desah nafas
sengal

Aku menjawab, terpaksa; 
"Aku akan membawamu sampai diujung langit"
Aku benar-benar ditelanjangi
kejumawaanku
Walau diri tak bisa dibohongi.

(Tangerang, 16 Maret 2012)



Rabu, 07 Maret 2012

Bahasa Sunda Bahasa Aing

Oleh: Abu Gybran

Judulnya saja sudah tidak menarik, apa lagi membaca isinya pasti membosankan. Tapi inilah faktanya dimana bahasa Sunda sebagai bahasa nenek moyang saya saat ini nyaris sudah tidak digunakan lagi di daerah dimana saya dibesarkan. Tulisan ini merupakan 'curhat' saya terhadap keberadaan bahasa Sunda saat ini. Harapan saya melalui tulisan ini setidaknya ada diantara pembaca yang peduli terhadap nasib bahasa Sunda sebelum benar-benar hilang. Dan menurut saya bahasa Sunda harus tetap ada.

Pengaruh Lingkungan
Daerah dimana saya dilahirkan dan dibesarkan sebelum tahun 80-an merupakan daerah pertanian dan masyarakatnya 100% menggunakan bahasa Sunda.  Setelah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang menetapkan bahwa Kecamatan Balaraja merupakan daerah yang diperuntukkan bagi pengembangan industri, maka awal tahun 80-an kampung saya, tepatnya di Kampung Cengkok Desa Sentul Kecamatan Balaraja dibanjiri oleh para pendatang dari daerah lain yang mencari pekerjaan dan kemudian menetap. Saat ini untuk melihat sawah yang semula  menjadi tumpuan masyarakat untuk bertani, jelas hal yang mustahil, karena persawahan sudah berubah menjadi kawasan industri. Dan rumah-rumah petak kontrakkan bagai jamur dimusim hujan, tumbuh  berjejer disetiap sudut lahan perkampungan yang  sempit. 

Saya memperkirakan pengaruh perubahan lingkungan inilah (dari daerah pertanian ke industri) yang kemudian ikut berpengaruh terhadap pergeseran bahasa Sunda. Alat komunikasi antara penduduk pribumi dan pendatang tentu saja menggunakan bahasa persatuan; Bahasa Indonesia.

Suku Sunda Generasi Berikut
Tidak harus menunggu lama, generasi setelah saya benar-benar sudah tidak menggunakan bahasa Sunda lagi. Jangankan menggunakan mengerti saja tidak. Contoh anak-anak saya, walau di Sekolah Dasar (SD) mereka masih diajarkan bahasa Sunda, tapi mereka sama sekali tidak memahaminya. Ironis dan menyedihkan, orang Sunda tapi tidak bisa berbahasa Sunda. Padahal saya sudah berusaha menggunakan bahasa Sunda di rumah, tapi sekali lagi, saya malah capek sendiri karena tidak ada satu pun yang dapat mengerti. Dalam waktu luang saya pun telah dan sering mengajarkan pada mereka, tapi mereka malah tertawa karena  bahasa Sunda dianggap lucu dan tidak gaul. Hah.....!!! 

Menengok Masa Lalu
Dulu, ketika usia saya masih seusia anak-anak Sekolah Dasar, Bahasa Indonesia (orang tua saya menyebutnya Bahasa Melayu) adalah bahasa yang nyaris tidak pernah saya dengar dalam percakapan masyarakat dikampung. Bahkan jika ada orang Sunda menggunakan Bahasa Melayu dalam percakapan dengan sesama orang Sunda, akan terdengar aneh dan biasanya pelakunya akan dikatakan nyohor atau sasohoreun.

Di Sekolah Dasar, saya masih teringat dengan pelajaran bahasa Sunda dengan buku panduannya adalah buku Taman Pamekar. Dan guru-guru saat itu dalam menerangkan pelajaran apa pun selalu menggunakan bahasa Sunda. Bahkan sampai saat sekarang ini saya masih ingat dengan jelas tembang Sunda yang diajarkan guru saya;

"Mun abdi pareng nincak dewasa,
hoyong laksana jadi tantara,
ngusir musuh rek nu niat jahat,
dor dor dor musuh paeh ditembak"

Kenangan yang tak mungkin saya lupakan. Kenangan yang tak mungkin dimiliki oleh anak-anak saya atau generasi berikutnya dari suku Sunda. Saya masih bisa mengatakan bahwa bahasa Sunda adalah bahasa aing (aku) tapi mungkin tidak bagi anak-anakku.

Keinginan
Terus terang sampai saat ini saya bingung harus berbuat apa? Dalam hati kecil saya, saya tetap berkeinginan agar bahasa Sunda di daerah saya ini tetap ada. Tapi saya tidak bisa atau belum menemukan cara agar bahasa Sunda ini bisa digunakan atau setidaknya bisa dipahami oleh generasi setelah saya. Nah, barangkali ada diantara pembaca yang peduli terhadap persoalan ini. Saya sangat berharap peran sertanya demi kelangsungan bahasa Sunda yakni Sunda Balaraja.***