Senin, 11 November 2013

Syamsudin: "Saya Bangga Menjadi Penjual Sayuran"

Oleh: Abu Gybran

Syamsudin (43), mantan buruh pabrik PT. Colorindo, Cikande, Serang, kini menjadi penjual sayuran. Keahlian berdagangnya telah dirintis jauh hari sebelum dia di PHK sebagai buruh pabrik. Di rumahnya dia membuka kios sederhana untuk berjualan kebutuhan pokok. Istrinya yang menunggu warung. Menurutnya, dia memang sengaja membuat warung sebagai persiapan jika suatu waktu dia di PHK. Dan benar adanya, sebab pada bulan Maret 2013, setelah sekian lama bekerja di perusahaan tersebut dia di PHK. Perusahaan itu mem-PHK seluruh buruhnya.

Uang pesangon dipergunakan untuk memperbesar usaha warungnya. Dan dia pun menyisihkan sedikit dari uang pesangon itu untuk modal berjualan sayuran keliling. 

Saat ditemui di pasar malam Taman Cikande, sambil melayani pembeli yang rata-rata adalah ibu-ibu rumah tangga, dia banyak bercerita kepada saya. Ungkapnya, saat awal berjualan keliling di pasar-pasar malam yang kebanyakan orang menyebutnya pasar kaget, dia merasa sedikit ragu. Ya, karena pekerjaan ini adalah pertama dan dia belum banyak mengerti soal berjualan sayuran.

"Tidak malu kalau ketemu dengan kawan-kawan buruh?" pancing saya. Dia tidak langsung menjawab. Dia malah ketawa walau akhirnya dia mengatakan bahwa rasa malu itu tidak ada. Bahkan, katanya, dia bangga menjadi tukang sayuran. Menurutnya keuntungan dari berjualan sayuran dalam sekali gelaran saja, itu tidak kurang dari Rp. 200,000. 

"Dibanding sewaktu jadi buruh pabrik, berapa sih yang kita dapat dalam sehari?" katanya sambil tersenyum. "Tahulah kita seberapa besar upah buruh, kalau mau upah besar, ya, harus demo dulu," sambungnya. "Maaf, saya tidak sedang merendahkan upah buruh. Tapi faktanya memang demikian, buruh masih diupah murah," ungkapnya. Menurutnya, kalau saat ini dia disuruh memilih untuk kembali menjadi buruh atau berdagang sayuran, maka dia akan memilih menjadi penjual sayuran keliling.

"Setelah saya jadi penjual sayuran, siapa yang mau mem-PHK saya," lagi-lagi dia tertawa. Nampak jelas kumisnya yang tebal itu bergerak-gerak.

Mantan aktivis buruh ini, menyampaikan pandangannya untuk saya tulis dalam catatan ini. Bahwa menjadi buruh pabrik tidak boleh terlena. Sebab sewaktu-waktu pasti mengalami PHK atau berhenti kerja menjadi buruh pabrik. Harus mempersiapkan keahlian lain supaya tidak terjadi kebingungan setelah berhenti menjadi buruh. Sebab bukan perkara mudah untuk kerja kembali menjadi buruh karena faktor usia yang tidak muda lagi. Sementara keperluan hidup tentu bertambah karena ada keluarga yang menjadi tanggungan. Sebesar apa pun uang pesangon kalau tidak dikelola dengan baik, maka itu akan menguap dalam waktu dekat.

Senja kian merona yang artinya malam akan segera tiba. Kalau tidak terhalang oleh waktu maghrib, rasanya saya ingin terus menggali pengalamannya. Saya pulang sambil memikirkan langkah apa yang bisa saya persiapkan jika sewaktu-waktu saya berhenti jadi buruh pabrik atau di PHK. Apakah saya harus mengikuti langkah kawan saya, syamsudin menjadi penjual sayuran? 

Ah, saya tidak boleh terlena menjadi buruh pabrik. Saya harus berbenah seperti kawan Syamsudin lakukan dijauh hari jika tidak ingin menjadi pengangguran.***

Tidak ada komentar: