Kamis, 31 Oktober 2013

Senyum Getir Mantan Buruh

Oleh: Abu Gybran

Balaraja, 31 Oktober 2013
Lelaki paruh baya itu sedang menyeruput kopi panasnya di warung kopi pinggir Jalan Raya Serang yang tak jauh dari rumahnya. Dia dikejutkan oleh deru mesin ratusan sepeda motor yang menguasi jalan. Riuh klakson motor yang memang sengaja dibunyikan terus-menerus oleh pengendaranya. Lelaki paruh baya itu melongok keluar warung, dia tidak terkejut sama sekali. Dia langsung tahu, bahwa itu adalah demo buruh. Entah apa yang ada dalam pikirannya, dia tersenyum melihat aksi buruh itu. Ya, tersenyum. Senyuman getir.

Sebut saja lelaki paruh baya itu, Bondan. Menyaksikan aksi buruh itu, dia teringat masa tiga tahun lalu. Dia pun pernah melakukan aksi demo buruh, bahkan dia termasuk buruh paling 'keras' ketika menyuarakan tuntutan buruh, terutama soal upah. Ya, dia adalah mantan buruh. Dia di PHK, sebab pabrik tempatnya bekerja sudah tutup alias gulung tikar.

Setelah di PHK itu, hingga kini Bondan belum dapat pekerjaan baru. Lamaran kerjanya selalu ditolak oleh perusahaan yang dia tuju. Terbentur oleh usia yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja di pabrik. Dia tidak menyalahkan Serikat Buruh yang dulu dia berada didalamnya. Dia tahu konsekwensi dari seorang aktivis buruh. Hanya saja saat itu dia ingin bertanya kepada para buruh yang sedang melintas didepannya; apakah mereka pernah berpikir terhadap kawannya yang sudah ter-PHK seperti dirinya?

Bondan seperti kehilangan segala-galanya, termasuk kawan-kawan buruh. Dia merasa sendirian dan memang sudah ditinggalkan oleh kawan-kawan buruh. Dimana solidaritas yang sering diusung oleh buruh itu? 

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Waktu masih menjadi buruh pabrik, tidak sedikit pun terlintas dalam pikiran Bondan untuk memikirkan pekerjaan lain setelah berhenti jadi buruh pabrik. Dia baru menyadari betapa sulitnya mencari pekerjaan lain setelah berhenti menjadi buruh pabrik. Dia terlena menjadi buruh pabrik sehingga lupa untuk menyiapkan keahlian yang lain setelah menjadi mantan buruh. Pikirnya, andai saja dia punya keahlian lain, mungkin dia tidak akan mengalami nasib seperti yang dialaminya saat ini.

Dia masih memandangi ratusan buruh yang berkendara sepeda motor itu yang melintas dihadapannya. Yel yel yang diteriakkan buruh menyatu dengan deru mesin dan klakson motor. Jalan menjadi macet. Lagi-lagi Bondan tersenyum, entah apa artinya. Bondan kembali masuk ke warung kopi untuk menghabiskan kopinya yang masih tersisa. Kopinya sudah dingin seperti senyumnya yang dingin. ***

Senin, 28 Oktober 2013

Remaja Taman Cikande Menari

Oleh: Abu Gybran

Taman Cikande, 27/10
Sanggar Seni Karina Enterprise yang berpusat di Tigaraksa, Tangerang, kembali mengembangkan sayapnya di Taman Cikande. Sanggar yang diketuai oleh Ki Sundara ini mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat Taman Cikande. Terbukti, pada pembukaan pertama kegiatan sanggar yang memfokuskan pada seni tari tradisional ini langsung diikuti oleh 40 siswa anak-anak dan remaja yang mendaftar.

Acara yang diselenggarakan di Balai Warga Taman Cikande RW 01 berlangsung cukup meriah. Terlebih acara pembukaan ini diselingi dengan tarian-tarian yang dibawakan oleh beberapa siswa remaja sanggar yang sudah jadi. Tentu saja ini sangat memotifasi anak-anak siswa baru untuk belajar menari.

Pentas Seni 17 Agustus
Berawal dari antusiasme para remaja pada pagelaran seni dalam pesta kemerdekaan 17 Agustus setiap tahunnya, yang kemudian beberapa tokoh masyarakat serta diamini oleh Ketua RW 01 Taman Cikande, Sugeng Prayitno,  berupaya mengadakan satu wadah sebagai sarana penyaluran bakat-bakat seni remaja. Bekerja sama dengan Sanggar Seni Karina Enterprise merupakan bukti dari keseriusan masyarakat Taman Cikande dalam pembangunan, khususnya melalui jalur seni.

Saya sebagai warga, sangat mengapresiasi kegiatan yang diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja ini. Setidaknya menurut saya kegiatan ini akan berdampak positif bagi perkembangan remaja kedepannya. Bukan perkara yang mudah mengarahkan kehidupan anak-anak serta remaja pada nilai-nilai yang mampu memberikan pengembangan untuk diri mereka dan masyarakat di lingkungannya. Pendekatan melalui jalur seni merupakan salah satu langkah cerdas untuk mengajak mereka bersosialisasi.

Remaja Taman Cikande Menari
Melihat para remaja Taman Cikande tampil dalam pagelaran seni tingkat nasional adalah harapan dan impian. Dan ini bisa diwujudkan jika kegiatan ini didukung oleh seluruh komponen masyarakat Taman Cikande. Melestarikan tarian tradisional merupakan salah satu kepedulian kita terhadap seni dan budaya bangsa sendiri. Kalau bukan kita lantas siapa lagi?.

Harapan kita adalah kedepan, saya yakin dalam waktu dekat kita akan melihat remaja-remaja Taman Cikande akan menjadi penari-penari tradisional yang handal. Semoga.*** . 


Sabtu, 19 Oktober 2013

Aku yang Melebay

Oleh: Abu Gybran
















Bukan hanya pada matahari saat terik
aku berbisik malu-malu
Pada desir angin, daun-daun akasia yang berdesah
juga pada burung-burung kecil;
Aku merindu tawa manja
milik bunga desa

Harum padi dan rerumputan menghipnotis
jiwaku yang rana
membawaku pada pusaran dimana aku tak mampu berkata-kata
Terperangkap oleh pesona indah rupa
lekat melekat rinduku
dan aku mulai melebay

Coba kau dengar; aku yang kehabisan kata-kata
Aku hanya mampu mengungkapkan kata lebay
Tapi sudilah kiranya kau mendengar nyanyian rinduku
kutitipkan pada desir angin

"Duh, angin. Duh, pangnepangken
harewos hate nu kangen
Kadeudeuh katresna ati
Anjen nu dianti, nu dianti."

Aku merindu
Aku melebay
Pesonamu membuat aku gila,
bunga desa.

(Tangerang, 19 Oktober 2013)


Rabu, 16 Oktober 2013

Anyer

Oleh: Abu Gybran
















Tak jauh dari tugu Nol Kilometer
jalan Anyer - Panarukan
Di pantai itu kau biarkan pandangan berkelana
hingga kaki langit
Ada yang tak mampu kau lihat
Ada banyak yang tak mampu kau tafsirkan
Batas laut, tembang-tembang camar dan pasir lembut yang menempel di jemari kaki
Ada rindu yang kau biarkan menari-nari
di atas riak-riak canda ombak
Menggembala rindu
Itu yang kau tahu
Selebihnya kau biarkan lepas...............

Memotretmu, aku ketakutan
Sebab di sekelilingmu adalah saksi-saksi yang tak hanya diam
tapi melekat erat dalam kenangan
dan itu akan menjadi cerita

Kita akan meninggalkan cerita yang kita tulis
di Pantai Anyer, Banten.

(Tangerang, 16 Oktober 2013)


Selat Sunda 
Abu Gybran

















Membuncah, tumpah ruah dan kita melarungnya di laut selat sunda
Ada janji yang disematkan dan asa digantungkan
Kau sampaikan itu pada riak ombak, pada pantai dan hamparan pasir kau tuliskan segala rasa
Aku tersenyum saat kau menoleh menatapku, manja seperti camar-camar bermain dilayar-layar perahu nelayan
Tak ada gundah, sebab segala resah telah kita benturkan dan kita tinggalkan diatas karang
Di selat sunda ada cinta kita

( Tangerang, 16 Oktober 2013 )

Jumat, 11 Oktober 2013

Gundah

Oleh: Abu Gybran














Di ujung senja
aku tak pernah merasakan kegundahan seperti sekarang ini
Semburat warna jingga yang menggoda
tak mampu menenangkan jiwa rana

Duhai pesona yang menghilang......!
kiranya kau telah jauh terbang
Menggoreskan kata di pantai Puutara, Ende
Meninggalkan cerita yang tak tersampul
kau biarkan tercecer dijamah riak-riak ombak berebutan
Hanya wangi parfummu
ya, hanya wangi tubuhmu
masih harum melekat pada layar-layar perahu kecil
Dan kau biarkan aku dalam pelukan gundah
Aku yang rana

(Tangerang, 11 Oktober 2013)

Sabtu, 05 Oktober 2013

Setumpuk Rindu di Pantai Puutara Ende

Oleh: Abu Gybran














Deburan ombak bercengkrama dengan burung-burung laut
dalam balutan angin senja
Kau biarkan kakimu menapaki pasir basah yang menggelitik
di pantai Puutara pulau Ende
kau tumpahkan segala rasa
pada burung-burung laut,
angin senja,
dan pada pasir basah
Kau berharap mereka merasakan resah
gelisahmu
Rindu yang bertumpuk
sampai kau tak tahu lagi hitungan hari

Matahari kembali keperaduan
Senja temaram pantulkan warna jingga
Kau biarkan tenggelam dalam pelukan malam
Rindu berkelana, menari bersama lampu-lampu kecil 
berderet di bibir pantai
terangi rumah-rumah nelayan, membaringkan lelah 

Ah !
Lagi, kau pun berniat membagi rasa pada kerlipnya
lampu-lampu kecil yang meredup

Pada pantai yang berselimut gelap
Kau titipkan rindu
untuk sebuah nama yang kau lafalkan dengan kata; cinta..

(Tangerang, 5 Oktober 2013)