Rabu, 30 April 2014

Bagaimana Kabarmu.......?

Oleh: Abu Gybran

















Kekinian, mungkin kau berada di ruang dimensi lain
sebab aku tak mampu lagi melacak jejakmu. Raib seperti ditelan bumi. Lenyap dalam senyap
Banyak sekali kau meninggalkan guratan, torehan dan lukisan indah yang bergantung pada dinding hatiku yang merapuh. Percuma saja ribuan kata yang kulangitkan, harap tetap saja tiarap tak menemukan dimana kau berdiam. Kupikir kau sudah berada jauh, entahlah.......
Nyata sekali kebencianmu. Kau tak sedikitpun memberikan sela jeda untukku bicara.
Menyatakan betapa aku tanpamu adalah hampa

Aku sudah tak sempat menghitung berapa kali purnama tenggelam. Sebab kini aku sudah terbiasa dengan sepi. Bercanda dengan sepi. Bergumul dengan sunyi. Aku damai sendiri

Pada angin senja kadang kutitipkan salam; bagaimana kabarmu?
Maaf, aku tak sempat, bahkan tak bisa menangis saat kau pergi. Mungkin saja kau terlalu keras meninju jantungku saat itu.
Luluhlantak segala rasa hingga aku lupa bahwa kita benar-benar telah bercinta. Aku lupa bahwa kita pernah tinggal bersama pada dunia yang penuh warna.
Aku lupa sebab kau telah menghapusnya.

Pada angin malam kadang kutitipkan salam; bagaimana kabarmu?
Maaf, aku tak sempat lagi, bahkan tak mampu lagi memimpikanmu. Sudah ada mimpi lain, mimpiku sendiri
di tempat tidur, ranjang yang biasa kita tiduri.
Aku menikmati malam tanpa harus memukul-mukul bantal menyebut namamu
agar kau rindu
Aku sudah lupa kalau aku pernah merinduimu.

(Tangerang, 30 April 2014)   
    

Selasa, 29 April 2014

Membunuh Sepi

Oleh: Abu Gybran


















Dikeramaian, ditengah tawa ceria dan kesibukan mereka
Tingkah bising mesin bor si pekerja melubangi bilah besi
dan di sebrang sana, di tanah kosong
seekor belalang berayun diujung daun ilalang
Sepi  telah membungkam rasa
duniaku sudah kehilangan warna 
masa lalu hitam telah melumpuhkan diri
Terdiam dalam ketidakwajaran
Begitu dalam arti kehadiranmu hingga aku tak percaya bahwa itu hanya sesaat
Sekejap lenyap dalam senyap, hanya wangi tubuhmu yang masih kuingat

Aku bergerak
aku mendengar
aku melihat
aku bicara
Tapi hatiku seperti ruang kosong

Kau telah meninggalkan gumpalan-gumpalan sepi yang menggurita
Menggurah bukan hal yang mudah
tapi aku percaya bisa melakukannya, bahkan membunuhnya
Membunuh sepi
Mengubur namamu di bawah tempat tidur, ranjangku
aku tertidur dengan mimpi-mimpi yang lain

(Tangerang, 28 April 2014)

 













Menggurah Sepi
Oleh: Abu Gybran

Sudah terlalu lama membeku
gumpalan-gumpalan sepi menggurita
mendera rasa, hati hampir saja mati jika embun pagi tak menyapa
Ya, embun pagi yang bergelayut diujung kembang kamboja
Menyadarkan jiwa dari ketidakwajaran, mengasingkan diri menyendiri
hanya lantaran kau pergi
Meninggalkan cerita yang melena

Menggurah sepi dengan ramuan senyum tulus embun pagi
dengan kebeningan jiwa tanpa paksa
Aku mendapatkannya dalam kesejukan usai gerimis
Lega, sebab kini sepi tak lagi mendominasi
Aku kembali melihat langit penuh warna
lengkung pelangi menjelang akhir senja

Embun
terima kasih telah berani mengisi ruang-ruang kosong
jiwaku yang hampir mati.

(Tangerang, 29 April 2014)


Selasa, 22 April 2014

Waduk Jatiluhur

Oleh: Abu Gybran

Jam 3 sore, mendung menggantung di atas langit Purwakarta. Saya dan beserta rombongan setelah mengikuti ziarah kubur ke makam syekh Mohammad Yusuf dan Syekh Tb. Ahmad Bakri atau Mama Sempur, rehat sejenak di objek wisata Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Menikmati panorama indah bendungan yang begitu luas, terasa memanjakan mata. Dikelilingi gunung-gunung yang nampak samar karena mendung mulai menghitam, menambah panorama yang berbeda dari suasana yang biasanya.

Menurut beberapa sumber, Waduk Jatiluhur dibangun mulai tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis. Bedungan yang memiliki luas 8.300 ha ini memiliki berbagai macam fasilitas disamping penyedia air bersih dan persawahan di antaranya adalah fasilitas rekreasi, hotel dan bungalow dan lainnya.

Jam 3:30 sore, hujan turun dengan derasnya. Gunung-gunung di sekeliling bendungan sudah tak nampak lagi, terhalang hujan. Liukan pohon-pohon diterpa angin menghadirkan suasana dramatis. kami berteduh  berhimpitan karena tempat berteduh terasa sempit. Pakaian sedikit basah karena tampias air hujan, tapi untungnya ada penjual kopi. Ah, nikmatnya minum kopi dalam suasana dingin. 

Hujan belum juga mau berhenti, kami menunggu beberapa orang dari rombongan yang sebelum hujan turun naik perahu ke keramba ikan untuk beli oleh-oleh ikan dari nelayan setempat. Setibanya mereka di darat, pakaian mereka basah kuyup. Hujan belum juga berhenti, kami terpaksa berlari menuju bus untuk pulang karena waktu sudah sore.

Di bus dalam perjalanan pulang banyak cerita yang diucapkan, riuh terutama ibu-ibu seperti tidak ada habis-habisnya bercerita. Yang kasihan, mereka yang pakaiannya basah hehehehe......

  

Senin, 21 April 2014

Ziarah Kubur ke Makam Syekh RH.M. Yusuf

Oleh: Abu Gybran

Jama'ah Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) At-Taqwa Taman Cikande, mengadakan wisata rohani yakni ziarah kubur ke makam Syekh RH.Mohammad Yusuf di Purwakarta. Wisata rohani yang diikuti oleh 50 orang jama'ah ini berangkat dari Taman Cikande pukul 6 pagi dipimpin langsung oleh Ketua DKM, Ust. Dimaskun. 

Selama dalam perjalan dengan menggunakan bus yang memakan waktu selama 3 jam itu, jama'ah diberi pembekalan rohani oleh Ust. Syaeful Bachri. Materi yang disampaikan dalam perjalanan itu adalah bagaimana agar jama'ah tidak menafsirkan ziarah kubur ke makam wali Allah itu tidak untuk meminta ke kuburan yang diziarahi. Makna ziarah sesuai tuntunan sunnah adalah untuk mengingat mati. Berdoa kepada Allah adalah hal utama. Kenapa harus ke makam Wali Allah? Tentu banyak hal yang bisa diambil hikmahnya yang di antaranya adalah bagaimana kita bisa mengikuti jejak para Wali Allah mendakwahkan Islam ini dengan segala ke-istiqomahan-nya. Atau setidaknya setelah ziarah kubur keimanan bisa bertambah.

Jam 9 pagi rombongan sampai ditempat yang dituju, kompleks pemakaman Syekh RH. Mohammad Yusuf atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Purwakarta dengan sebutan Baing Yusuf, berdekatan dengan Masjid Agung Baing Yusuf. Rombongan langsung menuju kompleks pemakaman setelah berwudhu terlebih dahulu di masjid yang airnya terasa adem menyegarkan. 

Prosesi ziarah dipimpin oleh Ustadz Syaeful Bachri. Pembacaan surat Yaa siin, tahlil dan doa-doa dilantunkan. Dalam prosesi ini ada yang menarik perhatian saya, yakni para jama'ah banyak yang meletakkan air dalam kemasan yang sudah disediakan sebelumnya di taruh persis di depam makam. Saya tidak tahu artinya, mungkin jama'ah berharap berkah dari air yang dido'akan itu. Wallahu 'alam.

Siapa Syekh RH. Mohammad Yusuf itu?
Dari berbagai sumber sejarah yang saya baca, Syekh RH. Mohammad Yusuf bin R. Jayanegara, beliau lahir di Bogor pada tahun 1709 dan merupakan keturunan langsung dari keraton Pajajaran. Banyak sumber yang menjelaskan bahwa Baing Yusuf pada usia 7 tahun dia sudah memahami bahasa Arab, usia 12 tahun sudah hafal Al-Qur'an dan pada usia 13 tahun dia pergi ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama dan menetap selama 11 tahun lamanya. Sekembalinya dari Makkah beliau lansung medakwahkan Islam kepada masyarakat Purwakarta khususnya dan daerah-daerah lainnya di Jawa Barat. Beliau juga menulis banyak buku yang di antaranya adalah Fiqih dalam Bahasa Sunda, Tasauf Sunda, juga Tafsir Sunda.

Syekh RH. Mohammad Yusuf pun mempunyai murid-murid yang cemerlang, di antaranya adalah Syekh Imam Nawawi Al Bantani yang berdasar sejarah muridnya ini menjadi Imam besar di Masjid Al Haram, Makkah.

Syekh Mama Sempur
Selesai ziarah dari makam Syekh RH. Mohammad Yusuf, jama'ah kembali melanjutkan ziarah kedua ke makam Syekh Mama Sempur atau KH. Tb. Ahmad Bakri pendiri pondok pesantren Sempur. Jarak yang ditempuh hanya 30 menit dari makam syekh RH. Muhammad Yusuf. Lokasi makam Syekh Mama Sempur ini berada tidak jauh dari Jalan Raya Sempur, hanya saja untuk mencapai lokasi makam, kita harus melewati gang sempit di antara rumah-rumah warga. 

KH. Tb. Ahmad Bakri bin KH. Tb, Sayidah, merupakan keturunan dari keraton Banten. Ahmad Bakri muda belajar ke Makkah pada banyak guru dan pada dua guru yang berasal dari Nusantara yang menetap di Makkah yakni pada Syekh Imam Nawawi Al Bantani untuk belajar fiqih dan pada Syekh Mahfudz Termas. Sepulang dari Makkah, beliau mendirikan pesantren di Desa Sempur, Plered. Para ulama di Jawa Barat mengenal beliau sebagai ulama Tariqat Naqsabandiyah yang sangat dihormati. Masyarakat Purwakarta lebih mengenal beliau dengan sebutan Syekh Mama Sempur ketimbang nama asli beliau. Sama halnya dengan makam-makam para Wali Allah yang lain, makam Syekh Mama Sempur tidak pernah sepi dari para peziarah. Beliau wafat pada tanggal 1 Desember tahun 1975 pada hari Senin.***

Bukan Soal RA. Kartini

Oleh: Abu Gybran

RA. Kartini boleh saja punya nama besar di Indonesia, bahkan pemerintah menetapkan bahwa tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Saya tidak ingin membahas siapa itu RA. Kartini, saya hanya ingin memberikan semangat pada anak saya, Mitsuko Adila untuk berperan aktif dalam kegiatan kebangsaan khususnya mengenai peran perempuan Indonesia. Selain RA. Kartini tentu banyak pahlawan dari kalangan perempuan yang mempunyai nama gemerlap seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Keumalahayati dan lainnya. Mereka lebih nyata dalam pergerakkan kebangsaan yakni melawan penjajahan Belanda.
 
Dibanding pergerakkan perempuan tempo dulu, tentu berbeda dengan apa yang harus dilakukan oleh perempuan-perempuan Indonesia kini. Di era modernisasi ini, kalau kita perhatikan peran perempuan selalu saja di nomor duakan. Persamaan hak hanya sebatas retorika belaka. Dan selaku orangtua, tentu saja saya berharap anakku, Mitsuko Adila khususnya, Gybran dan Nagata mampu membawa perubahan yang lebih baik untuk bangsanya, Indonesia.***





Jumat, 18 April 2014

Robek Saja

Oleh: Abu Gybran















Jika kau belum puas, robek saja hati dan jantungku. Kau kan dapati bahwa aku belum mati
Barangkali ini diluar dugaanmu setelah kau memukul asaku dengan keras. Dengan segala khianat yang kau siapkan, diasah pada batu keras, tajam dan mematikan, merobek rasa setiaku.
Kau tinggalkan sebilah belati; senyum nyinyir disampingku
Kau pergi setelah kau anggap aku mati.

Seperti mimpi aku melewati hari-hari merah berdarah. Disadarkan sapa angin pagi memberikan energi
Aku masih mampu menatap matahari. Tidak samar, bahkan aku mampu menatap kupu-kupu indah menari
Tidak ada yang mesti ditangisi, disesali, dan aku meyakini hidup berputar berotasi
Saatnya aku mencampakkan segala gundah pada ranjang sepi yang pernah kita tiduri
perlahan tapi pasti
Merebut kembali kesempurnaan cinta yang kau bawa pergi
Sebab aku belum mati

(Tangerang, 18 April 2014)

Rabu, 16 April 2014

Masih Tersisa

Oleh: Abu Gybran
















Memahami ketika kau memutuskan untuk mencari suasana yang kau anggap dapat mendamaikan hati
dan aku menangkap suasana jengah keluar dalam kegaduhan batin
Bukan hanya keluar, tapi kau memaksa menariknya keluar
mengingkari kata setia yang pernah kau sematkan di antara rindu kita
Kau tak peduli lagi pada kata mohon yang ku sampaikan, dibiarkan tergeletak di bawah kakimu
Tak menyisakan ruang sedikitpun agar aku dapat bernafas, hanya sebatas celah harap
Aku bertahan dalam kesendirian, dalam suasana sepi yang melumpuhkan nadi
Kiranya kau lebih memilih pergi

Kau kira aku mati?
Tidak! Sebab aku masih memiliki mimpi
Mimpi yang tersisa di antara ribuan mimpi yang kau khianati

Kau kira aku mati?
Tidak! Sebab aku masih memiliki cinta
Cinta yang tersisa di antara ribuan cinta dimana kau telah mengingkarinya

Yang aku lakukan kini kembali menggantungkan asa pada tingginya tiang pancang
Menitipkan kata-kata gugah bahwa masih tersisa bentangan jalan panjang
Jalan yang terang benderang
Ku yakini tanpa aral yang melintang
Sudah cukup kiranya ribuan mimpi yang telah hilang
Tapi masih sempat aku menempatkan kau dalam kenang
hanya sebatas catatan agar tak lekang
Bahwa kau pernah datang walau sekejap pandang

Kutempatkan kau dalam kenang
kenang yang aku tak mau lagi mengenang.

(Tangerang, 16 April 2014)

Senin, 14 April 2014

Rembulan di Ujung Pagi

Oleh: Abu Gybran














Pucat pasi wajah sayu di ujung pagi dalam balutan cemas
melewati malam yang melelahkan
Tidak menyisakan satupun mimpi, habis dalam balik selimut malam
Lupa, kalau esok ada malam-malam yang lain
menunggu dengan segala kehangatan yang sesungguhnya
bukan tipuan yang menipu, merampas yang menghempaskan dirimu pada sesal
Di tepian ranjang kau menangis, sendiri
sebab perenggut sudah tak mau lagi menoleh kearahmu
membawa wangi dan kecantikan tubuhmu
menyisakan pucat pasi pada wajah yang sudah tak lagi utuh
Esok pagi kau dapati dirimu yang bukan dirimu lagi


Kalau boleh dan kau berkenan untuk mendengarkan puisiku;
tentang dirimu
Bahwa kau tidak sendiri di sejuknya pagi yang kau rasakan panas seperti neraka
melelehkan kulit-kulit halus yang dulu kau punyai
Tengoklah kau tidak sendiri
Aku tak jauh, ada disini
sebab akupun merasa bukan makhluk yang suci
seperti Nabi
Bisa jadi, kehitaman salahku sepenuh langit dan bumi
dan itu benar-benar terjadi
Yakinlah, masih ada malam pertanda masih ada mimpi
dan sejuknya pagi masih bisa dinikmati
Miliki semuanya hingga segalanya benar-benar terhenti.

(Tangerang, 14 April 2014)
 

Jumat, 11 April 2014

Sujudku

Oleh: Abu Gybran
















Sudah saatnya merapat dan mendekat
Mencurahkan segala rasa
sebab hitam kian menutupi hingga tak nampak lagi cahaya
Aku yang menghitam menyampaikan ketebalan dosa yang menjelaga
Sujudku belum seberapa
dibanding dengan kesombongan yang pernah disandang
Dalam tobat penyesalan, kiranya mampu menghapuskan
dosa yang menghitam, menjelaga dalam pelukan ampunan
Ya Rahman
Sujudku adalah persembahan
dengan segala kekurangan dan keterbatasan
aku berusaha mengikhlaskan
sebab aku tak tahu letak ketulusan
Atau mungkin ini keterpaksaan
dalam pertobatan? Aku tak mampu membedakan
Ya Rahman
Aku tak minta diputihkan
kumohon keberkahan tiap laku yang kukerjakan.

(Tangerang, 11 April 2014)

Kamis, 10 April 2014

Rindu Ditumpukkan Jerami

Oleh: Abu Gybran

















Masih mengingat-ngingat mimpi ketika pagi belum begitu jauh beranjak
tersadar, aku tak mendapati apapun kecuali hamparan rumput basah
bekas hujan tadi malam
Sepotong senyum dalam sapa pagi, entah dimana
lama sekali tak sua, rindu menghilang juga entah dimana
Aku yang sedang memilah-milah mimpi, ribuan mimpi
pada siapa mencurahkan segala gundah?
sebab mimpi-mimpi tak satupun memberikan isyarat keberadaanmu
Sudah lama, lama sekali kau tak mengisi malam-malamku
ranjang sepi dan dingin, tak ada lagi tercium wangi tubuhmu
Aku bersetubuh dengan rinduku sendiri
entahlah................
Kiranya pesan rinduku tak sampai dimana kita pernah menentukan tempatnya
altar rindu kita menyebutnya
Tersadar, kudapati rinduku ditumpukkan jerami
Ah, aku yang tak mau lagi bermimpi
menikmati sepi
hingga segalanya terhenti.

(Tangerang, 10 April 2014)  

Rabu, 09 April 2014

Ketika Aktivis Buruh Menjadi Relawan Capres

Oleh: Abu Gybran

Menjelang Pilpres 2014, banyak cara dan gaya dari Capres untuk menarik simpati pemilihnya. Bahkan Parpol pendukung getol mengkampanyekan 'jagoannya' tentu dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Keburukan-keburukan Parpol pendukung selama perjalanan 5 tahun kebelakang berusaha ditutupi sebisa mungkin. Lagi, rakyat disuguhi pencitraan Parpol yang menipu. Saling serang, saling sikut antar Parpol di media massa menjadi tontonan yang menarik untuk disimak.

Suara Buruh
Suara buruh menjadi incaran Parpol saat ini, bahkan diperebutkan. Pemilu sebelumnya pemilih dari basis buruh tidak menjadi target utama, mungkin dilirikpun tidak. Sebab sebelumnya suara buruh masih cair dan mudah diarahkan oleh penggiat politik yang bukan dari kalangan buruh kemanapun. Buktinya, Pemilu sebelumnya tahun 2009 ada pergerakkan 'Buruh Pilih Buruh', sebab saat itu ada beberapa aktivis buruh yang maju menjadi Caleg, tapi pergerakkan ini boleh dikatakan gagal.

Tapi tidak untuk tahun 2014 ini. Buruh sudah menggeliat dan berusaha untuk melek politik. Hal ini dibuktikan dengan kembali semaraknya aktivis buruh yang maju menjadi Caleg. Walau terlihat disana-sini masih terkesan dipaksakan. Dengan pengawalan induk organisasi buruh, buruh diarahkan untuk dapat meraih kursi anggota dewan.

Aktivis Buruh Menjadi Relawan Capres
Seperti yang saya sindir diawal catatan ini, Capres dari berbagai Parpol sudah mulai tebar pesona dengan cara-caranya sendiri. Mulai dari 'blusukan' yang ngetren dilakukan hingga ngobral janji-janji. Lantas, apa kaitannya dengan organisasi buruh atau aktivisnya yang men-deklerasi-kan dengan 'sukarela' menjadi Relawan Capres yang mereka dukung? Bahkan dalam pandangan saya yang juga sebagai buruh, saya melihatnya hal ini sudah kebablasan. Saya sedang tidak mengatakan buruh tidak boleh berpolitik, tapi jika aktivis buruh sudah menyeret-nyeret organisasi buruh untuk berpihak pada salah satu Capres yang dijagokan Parpolnya, bukankah ini sudah kebablasan? 

Buruh dan organisasinya bisa berkibar dengan segala kebebasannya sampai saat ini, itu karena organisasi Serikar Buruh yang independen. Tidak menginduk atau mengekor pada salah satu Parpol seperti masa Orde Baru dulu. Barangkali lain halnya kalau buruh atau Serikat Buruh memiliki Parpolnya sendiri. Saya tidak percaya apa yang dilakukan oleh beberapa aktivis buruh saat ini yang menjadi Relawan Capres kalau tidak ada embel-embel tertentu baik untuk aktivis buruh itu sendiri atau organisasi Serikat Buruhnya.

Kesannya teramat jelas, kalau buruh-buruh yang berada di akar rumput sedang dipaksa dan diarahkan untuk mendukung dan berpihak pada salah satu Capres yang didukung oleh aktivis mereka. Apa untungnya untuk organisasi Serikat Buruh? Pertanyaan ini selalu mengusik hati saya. Saya yakin jawabannya pun pasti beragam dan itu hanya sebatas kilah untuk menutupi perselingkuhan dengan Parpol pendukung Capres. 

Kawan, jangan kau gadaikan kepercayaan buruh.......!!!   

Selasa, 08 April 2014

Khayal

Oleh: Abu Gybran




















Khayal menggiringku pada ruang kosong tanpa batas
tanpa tepian
Khayal itu adalah khayalku
Khayal tentang kamu menunggu di ranjang sepi
sendiri, tanpa bisa kujamah
Menguras rasa, tak sampai pada keinginan yang menumpuk, menggunung
dan menguburku hidup-hidup tanpa mampu berkata-kata
Hanya lirih, entahlah
mungkin keputusasaan, sebab khayal tak dapat mendamaikan

Gila....!!!
Kelewat batas cara berpikirku untuk mendapatkan satu dari ribuan arti senyummu
Lelah menindih mati langkah, diam dan terhenti
sepanjang tangan kujulurkan, sepanjang itu pula kau menjauh
Ada batas yang tak bisa kutembus keberadaanmu yang mengawang
Hanya khayal
ya, hanya khayal yang mampu membawa sapaku
Dengarlah aku meradang
Rana merana di ruang kosong tanpa dinding, tanpa gambar-gambarmu
Ah, khayal telah membunuhku

(Tangerang, 8 April 2014)  

Sabtu, 05 April 2014

Memaknai Senyummu

Oleh: Abu Gybran





















Aku mendapati senyummu bergelayut di embun pagi,
saat dimana sapa burung-burung kecil meriuh
bangunkan yang terlelap
Mimpi lenyap
di rimbunan akasia yang mendesah, basah
Aku berharap hadirmu bukan hanya sekadar bayang
atau senyum yang kau titipkan pada embun dimana aku tak mampu memaknainya
Aku hanya mampu mengira-ngira gurat sudut bibirmu
dalam keterbatasan segala rasa
Aku yang mendamba
kiranya harap menggugah kelembutan jiwa
Mengisi ruang-ruang hampa
bahwa hadirmu adalah nyata

Memaknai senyummu
ribuan arti mengerubutiku
Aku tak tahu harus menangkap yang mana
tapi jika dibiarkan, sampai kapan aku mampu bertahan
Ruang-ruang hampa akan bertambah rana

Aku menangkap satu dari ribuan senyummu
senyum yang mendamaikan
menentramkan rindu
Kiranya kau mengerti bahwa aku mendamba
Hadirmu itu nyata, ada
mengisi ruang-ruang yang tak lagi hampa

(Tangerang, 5 April 2013)

Jumat, 04 April 2014

Satu Menit Menuju Syurga

Oleh: Abu Gybran

"Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran jiwa mereka yang menentukan karya besar mereka itu memang besar. Di mata orang-orang kerdil, masalah-masalah sepele menjadi besar. Bagi yang berjiwa besar, masalah-masalah besar terlihat kecil." (Abu Thayyib Al-Mutanabi)

Umat Islam adalah umat besar berlimpah cahaya gemerlap. Tapi pada saat orang lain berjalan bahkan berlari dalam gelap, justru kita tengah terlelap bermandikan cahaya. Kita memiliki Al-Qur'an di lemari kita, kitab-kitab hadits di rak-rak buku kita dan banyak pengajian terselenggara di mana-mana tetapi kenapa kemajuan yang signifikan tak begitu terasa?

Ketika kaum muslimin sibuk dalam perkara sepele dengan meninggalkan kewajiban besarnya, itulah bencana di atas bencana dan musibah bertumpuk musibah. Kontradiksi Islam dengan umatnya. Ia tercela oleh akhlak buruknya. "al-Islamu mahjubuun bil muslimin" (Muhammad Iqbal). Ini sangat berbeda dengan peran Rosulullah SAW dengan para sahabatnya dalam memunculkan peradaban terbaik dan menyejarah.

Dunia membutuhkan Islam yang nyata. Islam yang aplikatif yang membawa kebaikan, menebar rahmat semesta alam untuk mengobati peradaban Barat modern yang sakit jiwa akibat menggunakan sistem buatan manusia. Sebagaimana disinggung oleh DR. Alexis Carel: "Para ahli ekonomi menyadari bahwa pikiran, perasaan dan penderitaan membutuhkan sentuhan spiritual. Keadaan bar-bar yang menguasai lingkungan hidup kota besar, bahkan kini sudah merambah sampai pelosok desa. Tirani pabrik dan kantor, hilangnya martabat dan moral yang kemudian diganti dengan ukuran ekonomi. Akal sehatpun hilang diganti dengan uang."

Globalisasi yang melahirkan peradaban modern meski disatu sisi memberikan kontribusi dalam kehidupan, namun satu hal yang paling mencekam adalah hilangnya nilai Ilahiyah (Ketuhanan) dari peradaban. Tugas kita kini adalah bangkit. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala yang diusahakannya dan mendapatkan siksa yang dikerjakannya." (Al-Baqoroh: 286)

"Agama Islam mengakui manusia sebagai manusia, buuukan sebagai binatang, malaikat atau syetan. Islam mengakui manusia sebagaimana hakikat yang sebenarnya, dengan segala kekuatan dan kelemahannya" (Asy-Syahid sayyid Qutub). Itulah cara pandang Islam menempatkan manusia dalam posisi kemanusiaanya, bukan sebagai yang lainnya.

Kesibukan yang Sia-Sia
"Tidak adanya kesibukan bagi kaum pria akan membawa pada kelalaian, sedang bagi kaum wanita akan membawa kepada hal-hal yang memuaskan syahwatnya." (Umar bin Khottob)

Ketika Hasan bin hannan melewati sebuah rumah yang baru selesai dibangun, beliau berkata dalam hatinya: "Kapan rumah ini dibangun?" Merasa pertanyaannya itu tidak berguna, maka kemudian beliau menegur dirinya sendiri: "Kenapa kau tanyakan sesuatu yang tidak berguna untuk dirimu? Maka akan kujatuhkan sanksi pada dirimu dengan berpuasa setahun."

Umat islam sekarang berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan, terjerumus pada hal-hal yang melenakan sehingga membuat hati menjadi keras. Hati-hatilah dengan waktu kita sebab "Ada dua nikmat yang menyebakan manusia tertipu didalamnya yakni kesehatan dan kesempatan" (HR. Bukhori)

Perhatikan Satu Menit dari Umur Kita
Tamim Ad-Dary ketiduran pada suatu malam hingga pagi hari, sehingga dia tidak sampai shalat tahajjud. Maka hukuman atas kelalaian dan keteledorannya, ia tidak pernah tidur malam selama setahun.

Betapa sia-sianya hidup kita ketika melewatkan setiap menit dan detik tanpa satu amalanpun. Kebaikan yang sering terlewatkan adalah:

1. Membaca satu atau dua ayat yang berisi puluhan huruf, satu huruf bernilai sepuluh kebaikan, bernilai 25 kebaikan jika berwudhu dan berharga 100 kebaikan perhuruf jika dibaca dalam shalat.

2. Membaca "subhanallah wa bihamdihi" bisa seratus kali kurang dari satu menit dengan limpahan pahala yang luar biasa. "Barangsiapa yang mengucapkan subhanallah wa bihamdihi seratus kali, maka Allah akan mengampuni dosanya meskipun seluas samudra." (Al-Hadits)

3. Coba perhatikan dalam satu menit saja kita membaca Al-Fatihah dengan tartil, baik dan jelas sebanyak 7 kali, menurut para ulama kebaikan yang tersimpan dalam Al-Fatihah ada 1400 kebaikan. Silakan kalikan 7

4. Kebaikan dalam menunggu waktu shalat

Dari Annas ra. Sesungguhnya Rosulullah SAW pada suatu malam mengakhirkan shalat isya sampai pertengahan malam. Kemudian seusai shalat beliau menghadap pada kami dengan wajahnya seraya bersabda: "Orang-orang telah shalat dan tidur, sedang kamu sekalian senantiasa tetap dalam keadaan shalat sejak kalian menunggunya." (HR. Bukhori)

Orang yang menunggu dilaksanakannya shalat berjama'ah sampai dia melaksanakannya, maka status penantiannya adalah ibadah yang nilai ibadahnya seperti nilai mengerjakan shalat. Inilah yang membedakan mukmin dengan orang-orang munafik.

Saudaraku, masih banyak kebaikan dalam satu menit yang kita lewati, maka jangan sampai terlewatkan oleh umur kita kecuali terisi dengan kebaikan yang banyak. Jangan meremehkan kebaikan walau sekecil apapun. Sebab bisa jadi  justru yang kecil itulah yang dapat mengantarkan kita ke syurga yang Allah janjikan.***
   
     

Rabu, 02 April 2014

Tersandera

Oleh: Abu Gybran












Lepas saja gundah yang mengikat dan mengurungmu
jika tidak, kau akan terus berputar dalam lingkaran ketidakpastian
Tidak ada yang salah dengan bunga yang tumbuh
sekali pun harus bersemi di tubir jurang yang dalam
Tidak ada cinta yang salah.......!

Ya, cinta memang kadang sulit dimengerti
Tak tampak, sebab dia hanya mampu dirasa
seumur manusia dia sudah ada atau mungkin lebih dahulu ada
Tidak ada kita tanpa cinta
dan
Cintamu biarkan dia mencari jalannya sendiri
sebab rasa takkan pernah dusta
Jangan kau biarkan hati dan jiwamu tersandera
karena kau bingung di mana mencari tempat untuk berlabuhnya cinta
dia akan ada di mana mana. 

(Tangerang, 2 April 2014)