Rabu, 25 Juni 2014

Pilih Jokowi Masuk Surga?

Oleh: Abu Gybran

Tangerang, (25/6). Menyoroti kampanye pilpres pasangan nomor 1 Prabowo-Hatta dan pasangan nomor 2 Jokowi-JK akhir-akhir ini, sudah kelewat batas. Banyak cara dilakukan oleh kedua Timses capres untuk menarik simpati masyarakat dari kampanye putih hingga kampanye hitam. Menurut saya hal ini sudah biasa dilakukan pada setiap perhelatan pilpres lima tahunan. Walau sejujurnya kita kerap kali dibuat merinding dengan ulah timses atau pendukung capres masing-masing yang melakukan kampanye hitam yang sarat fitnah dan bahkan menyesatkan.

Mulai dari isu HAM tahun 1998 yang dialamatkan ke capres nomor 1 Prabowo hingga tulisan dari Tabloid Obor Rakyat yang mengupas isu capres boneka yang diarahkan pada capres nomor 2 Jokowi. Dan masih banyak ragam lainnya yang berkaitan dengan kampanye pilpres tahun ini.

Dari sekian kampanye putih atau hitam yang dilakukan oleh kedua kubu capres, ada yang sangat mengusik hati saya. Adalah kampanye akbar yang dilakukan oleh pasangan capres nomor 2  di wilayah Lampung tepatnya di Lapangan Enggal, Bandar Lampung (24/6). Sebagaimana dilansir oleh Tribunnews, Ketua DPD PDIP Provinsi Lampung, Sjachrudi ZP dihadapan massa pendukung capres Jokowi-JK mengatakan dalam orasinya bahwa; "Yang nanti mau masuk surga nanti tanggal 9 Juli jangan lupa pilih Jokowi-JK ya, kalau tidak milih nanti masuk neraka."

Keterlaluan ! Itu kata hati saya. 

Yang membuat hati saya lebih miris lagi, kampanye itu juga dihadiri oleh tokoh senior PDIP yang juga sebagai Ketua Umum, Megawati Soekarno Putri dan cawapres Jusuf Kalla yang saat orasi konyol itu disampaikan ikut tertawa. Artinya mereka ikut mengamini. Sungguh menyedihkan.......

Seharusnya ada klarifikasi atau pelurusan dari kedua tokoh sepuh itu terkait banyolan Sjachrudi ZP yang menyesatkan itu. Sebab keduanya pun ikut berorasi bergantian tapi itu tidak terjadi. Mereka lupa bahwa rakyat sudah cerdas dan bisa menilai capres mana yang bakal menjadi pilihannya nanti.

Menurut pandangan saya, kedua capres merupakan dua anak bangsa yang terbaik. Alangkah naifnya jika keduanya di caci-maki, di fitnah dan terus diungkit-ungkit segala keburukannya yang tentu tidak sepenuhnya benar. Padahal salah satu di antara keduanya bakal menjadi pemimpin negeri ini. Biarkan rakyat memilih pilihannya sesuai dengan hati nuraninya, sebab mereka sudah mempunyai pilihan dan saya pun sudah mantap dengan pilihan saya. Bukan soal masuk surga atau pun masuk neraka. Ini soal pilpres.....!!!***

 

Qadhafi 'Gybran' Gibraltar

Oleh: Abu Gybran

Kata pepatah; Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ini soal anakku Qadhafi 'Gybarn' Gibraltar, setahuku dia tak punya bakat seni, apalagi seni tari. Sepengetahuanku dia suka bermain sepak bola dan itu dilakukannya hampir tiap hari. Sedikit tak percaya jika darah seni dalam jiwaku juga mengalir pada anak keduaku ini. Bukan manggung berpuisi seperti yang sering aku lakukan, tapi Gybran lebih suka menari. Ternyata Gybran menyukai tarian Tradisional Nusantara.

Melihatnya menari pada acara perpisahan kelas 6 SDN Cikande IV baru-baru ini, aku baru yakin dia memang punya bakat seni menari. Gerak tarinya lumayan bagus walau baru belajar beberapa hari. Mental manggungnya sudah cukup tidak nampak 'demam' di hadapan penonton.

Gybran sekarang baru naik ke kelas VI SD. Perjalanannya masih panjang untuk menentukan jalan hidupnaya. Sebagai orangtua, aku memberi kebebasan padanya untuk menentukan pilihan hidupnya tanpa penekanan. Syaratnya asal itu baik buat dirinya dan tentu saja buat orang-orang disekelilingnya. Aku meyakini bahwa hidup ini adalah seni. Akan menjadi indah jika seni itu diberikan ruang yang seluas-luasnya tanpa harus dibatasi oleh hal-hal yang membuatnya menjadi kerdil. 

Dunia menjadi indah dan penuh warna karena seni. "Menarilah anakku agar dunia menjadi ceria sepanjang masa." ***


Selasa, 24 Juni 2014

Ketika Hak Buruh Diabaikan

Oleh: Abu Gybran

Bukan kali pertama saya mendengar dan menyaksikan aksi buruh dengan memblokir jalan raya atau jalan tol. Bagi yang bukan dari bagian buruh, mungkin akan mengecam tindakan buruh ini sebagai tindakan yang konyol. Seperti halnya pada hari ini (24/6/2014), ribuan buruh memblokir akses Tol Karawang Timur yang menimbulkan kemacetan hingga 10 kilometer.

Sebagaimana diberitakan oleh VIVAnews, ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Kerakyatan Indonesia serta Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia di Karawang melakukan unjuk rasa bukan hanya memblokir Tol Karawang Timur tapi buruh juga memblokir jalan utama Pantura, Karawang. Mengapa mereka melakukan aksi yang dianggap konyol ini?

Bermula dari PHK massal yang dilakukan oleh perusahaan PT. Ultra Prima Abadi terhadap 1.500 buruh tanpa kejelasan yang bisa diterima oleh buruh. Buruh juga menuntut 3 bulan gaji yang belum dibayarkan oleh perusahaan sebelum terjadi PHK massal.

Dalam masalah ini saya bisa merasakan kekecewaan buruh, sebab sebagai buruh saya pun pernah merasakan pahitnya ketika di PHK. Terlebih jika hak-hak buruh diabaikan oleh perusahaan. Saya meyakini yang dilakukan oleh ribuan buruh PT. Ultra Prima Abadi tidak serta merta mereka melakukan aksi, pastinya mereka telah melakukan perundingan bipartit ataupun tripartit. Bisa ditebak hasilnya pasti nol besar.

Jika jalan normatif sudah ditempuh tapi tidak menghasilkan apapun, tidak ada cara lain; untuk membuka mata para pengusaha nakal dan pemerintah terkait, dengan terpaksa buruh melakukan aksi blokir jalan. Setidaknya dengan aksi seperti ini pemerintah terkait khususnya menjadi 'melek' matanya. Pemerintah terkait dalam hal ini adalah Disnaker merupakan bagian yang paling bertanggung jawab dalam aksi buruh ini. Kenapa? Karena mereka lalai dalam pengawasan terhadap perusahaan yang telah mengabaikan hak-hak buruhnya. Dan akar masalahnya terletak pada perusahaan bukan pada buruhnya.

Jadi jangan menyalahkan buruh jika melakukan aksi memblokir jalan raya, tapi salahkanlah pengusaha yang telah mengabaikan hak-hak buruhnya dan Disnaker yang lemah dalam hal pengawasannya.***
   

Senin, 23 Juni 2014

Janji Gilamu

Oleh: Abu Gybran
















Aku sudah tak mengingatmu lagi
Kegilaan yang dulu menggila dalam pusaran janjimu
Berangsur lenyap seiring waktu yang menarikku dari tubir jurang
Pengkhianatanmu
Aku yang disadarkan oleh waktu
Menginjak-injak kegilaanku
menghempaskannya ke dasar jurang terdalam
Aku lepas
Aku bebas
dari pusaran janji gilamu.

(Tangerang, 23 Juni 2014)


Lupa

Berapa kali purnama tenggelam?
Entahlah...............
Aku tak pernah lagi menghitungnya, rupanya pun aku sudah lupa
Dulu, ya
Aku kerap kali menikmati indahnya purnama
Bahkan aku kecewa jika awan hitam menghalangi pandang
tak datang hingga pagi menjelang
Kiranya itu yang terakhir kali kau dan purnama menghilang
Hanya itu yang kuingat
Selebihnya telah terhapus oleh waktu
Tak menyisakan walau sekadar bayang
dan rindu kubiarkan menghilang di rerumputan ilalang

(Tangerang, 23 Juni 2014) 

Kamis, 19 Juni 2014

Nagata Kau Harus Berani

Oleh: Abu Gybran

Nasher Ghazali Aththariq (Nagata) usianya baru menginjak 6 tahun, baru lulus RA. Al-Istiqomah. Tahun ini Nagata baru akan menginjakkan kakinya di Sekolah Dasar. Sebagai bapaknya, aku banyak berharap agar anakku ini bisa hidup mandiri. Tidak cengeng dalam menghadapi kehidupan kelak yang tentunya akan semakin keras ketimbang kehidupan saat ini. Tiap tarikan nafas doa kerap kulangitkan pada yang Maha Kuasa. Sebab aku meyakini anak adalah titipan semata. Hakku adalah merawatnya, membesarkannya hingga dia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hingga nafas terakhirku.
 

Dari namanya saja sudah terkandung harapanku. Aku menginginkan Nagata seperti ulama besar Imam Al-Ghazali. ulama yang mengabdikan dirinya untuk kebesaran Islam. Gemerlap dunia akan menjadi tantangan bagi anakku. Anakku harus berani menancapkan bendera Islam ditengah hiruk pikuk urusan dunia. Aku tidak sedang mengatakan bahwa anakku harus anti dunia, tapi Islam-lah yang utama. Jika Islam sudah tertanam dalam hidupnya, maka dunia akan mengikutinya dari belakang. Ini adalah prinsip hidup yang akan terus kusampaikan pada Nagata dan anak-anakku yang lainnya.

"Anakku Nagata; kau harus berani mengatakan tidak terhadap segala bentuk kemungkaran. Saatnya kelak kau akan mengerti tentang ini. Tentang apa yang bapakmu harapkan." ***




Senin, 16 Juni 2014

Salam Manisku

Oleh: Abu Gybran
















Salam manisku untuk matahari yang setia menyinari
menghangatkan jiwa yang membeku, hampir mati
Karena terlalu banyak rasa terkuras menghalau sepi
saat kau tak pernah hadir lagi dalam mimpi
Malam-malam tanpa hiasan bulan, menyendiri

Salam manisku untuk matahari yang setia membangunkan
dari gundah yang meresah jiwa
Haru menyeruak terasa sekali berada dalam dekapan tulus
Selimut hangat yang membungkus
Walau kerap gerimis bertingkah mengiris-iris
tipis daun-daun palem basah
Belalang kesepian di tanah lapang, kosong
bergelayut pada lengkung daun ilalang
sendiri
Kehilangan rona senja

Salam manisku untuk matahari yang setia menemani
Kiranya kehangatan lebih dari cukup untuk melewati dinginnya angin malam
Bayang-bayang masa lalu mengusik bergelayut di langit-langit kamar
Aku sudah tak perduli
Sepi sudah menjadi bagian dalam tiap desah napasku
mendapatkan ketenangan, kedamaian dan kesempurnaan batin mengalir syahdu
Menikmati dialog dengan jiwaku sendiri

Salam manis untuk matahari yang setia menyapa pagi
Kudapati diri dan jiwaku pada putihnya bunga melati
Tak ada lagi resah yang meresah
Tak ada lagi rana yang merana dan
Tak ada lagi gundah yang menggulana
Aku bahagia

(Tangerang, 16 Juni 2014)  

Senin, 02 Juni 2014

Derit Nyanyian Ranjang Usang

Oleh: Abu Gybran

















Hujan gerimis belum usai saat aku menulis puisi ini
Menjelang senja tanpa matahari dan tanpa pelangi
hanya riuh angin meniup butiran hujan
menggoyang rimbun akasia yang basah
Aku merasakan semuanya
menyaksikan suasana haru, senyap tanpa kata-kata
Ada resah yang mendesah, lirih
Semua rasa, semua asa terperangkap dalam balutan kecewa
Dalam senyap yang menyekap
kau pergi tanpa jejak
Kiranya hujan telah menghapuskan semua jejak yang kau tinggalkan
tak menyisakan
Hanya wangi tubuhmu yang masih kukenali
yang melekat pada lipatan tilam ranjang usang
dimana kita pernah menidurinya
Kau tahu, ranjang itu kini tak pernah terdengar derit nyanyiannya lagi
dingin dan sepi
Aku membiarkannya
Aku hanya berani menatapnya. Di ranjang usang itu banyak menyimpan cerita kita

Melalui sunyi kiranya kau dapat menangkap pesanku;
Jika dengan meninggalkanku dapat membuat kau bahagia
maka lakukanlah
Aku akan tetap melangitkan doaku
untukmu..............

(Tangerang, 2 Juni 2014)