Kamis, 30 Oktober 2014

Upah Tidak Sebanding Dengan Harga-Harga Sembako

Oleh: Abu Gybran

Hari ini saya ikut aksi bersama kawan-kawan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Kantor Dinas Tenagakerja Kabupaten Tangerang. Tuntutan utama adalah kenaikan Upah Minum Kabupaten (UMK) tahun 2015 sebesar 3,7 juta. 

Aksi yang dilakukan pagi hingga siang hari berjalan damai. Aksi buruh ini akan terus berlanjut jika tuntutan buruh tidak dipenuhi oleh pihak-pihak terkait, maka buruh akan menggelar aksi lebih besar lagi. Boy, koordinator aksi mengatakan bahwa pemblokiran jalan, utamanya Jl. Raya Serang dan Jl. Raya Bojong yang mengarah ke Puspemkab Tangerang, terpaksa akan dilakukan jika tuntutan buruh tidak dipenuhi.

Upah yang diperoleh saat ini sudah tidak sebanding dengan harga-harga Sembako. Terlebih di bulan Nopember yang tinggal dua hari lagi pemerintah akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tentu upah buruh akan semakin tenggelam. Inilah alasan kenapa buruh melakukan aksi saat ini.

Saya begitu semangatnya dalam aksi ini, padahal saya bukan buruh pabrik lagi.***

Rabu, 29 Oktober 2014

Perjalan Hidupku.

Oleh: Abu Gybran

Terjun bebas. Ya, terjun bebas. Dulu aku terkurung oleh tembok pabrik puluhan tahun. Terlalu lama memang, kalau saja tidak diingatkan oleh waktu, mungkin hingga kini aku masih terkurung. Tanpa disadari ada sebagian kebebasanku yang terenggut, terpasung dalam ketidak-pastian. Hidup dalam kekangan sebuah aturan yang kadang bertolak belakang dengan keinginan hati. Kebebasan yang dilumpuhkan. Walau pada sisi yang lain (aku merasa) penghasilan memang cukup sekalipun harus berakrobat mengaturnya agar cukup untuk kebutuhan satu bulan. Tapi selama menjadi buruh pabrik hampir saja aku tak dapat mengenali diriku sendiri. 

Oleh karenanya, aku tidak menyesal atau sedih ketika dipecat oleh pimpinan managemen pabrik walau tanpa alasan yang jelas. Aku menerimanya dengan lapang dada.

Kini aku hidup di luar tembok pabrik. Duh, ternyata dunia ini luas sekali. Aku bisa menyaksikan kapan matahari terbit dan tenggelam. Aku seperti berada ditempat lain, bukan di dunia yang selama ini aku kenal. Aku bisa pergi kemana aku suka. Aku bisa menulis puisi seharian tanpa takut diawasi manager pabrik. Aku merdeka dan merasakan hidup yang sesungguhnya.

Di luar tembok pabrik, aku telah menemukan jati diriku. Hidup yang sebenarnya hidup. (bersambung)

Curhat Melalui Puisi

Oleh: Abu Gybran

















Pada siapa?
Mencurahkan isi hati yang sudah menyesaki ruang-ruang dada, tak tertampung
Keluh yang tak menemukan jalan keluar
Resah yang tak menemukan jalan ketenangan
Sendiri tak lagi sanggup menghindar dari kejaran bayang-bayang yang menyiksa
Waktu telah membenturkan diri dan menyeret pada tempat yang tak pernah disinggahi
Terasing di ruangan sepi

Pada hujan?
Hujan tak pernah memahami betapa selama ini aku selalu mengajaknya bicara
Sesaat, dia pergi dan hanya menyisakan tanah basah
Hujan tak pernah mendengar keluhku

Pada angin?
Angin hanya mengusap wajah resah, tapi tak membawanya pergi menjauh
Resah yang menebal menutupi aliran darah, ketenangan yang tersumbat
Angin membekukan resah dan mengeras

Pada siapa?
Pada-Mu, Tuhan
melalui puisi curahan hati kutulis berbaris-baris
Kadang terpenggal tak semuanya utuh. Terlempar hingga ujung garis
Aku sudah tak mampu lagi memilah kata-kata yang dapat mewakili keluh dan resah
Puisi yang sulit dimengerti, tapi ada jiwaku yang hidup di dalamnya
Aku sudah tak peduli, sebab raga pasti mati
Tapi tidak dengan puisi.

(Tangerang, 29 Oktober 2014) 


Kamis, 16 Oktober 2014

Andai Saya Jadi PNS Bukan Buruh Pabrik

Oleh: Abu Gybran

Tiap menjelang pergantian tahun, Serikat Buruh sibuk mengatur langkah-langkah untuk ikut aktif dalam rancangan kenaikan upah. Disamping keterlibatan perwakilan buruh pada Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dalam menentukan besaran kenaikan upah, Serikat Buruh terkadang melakukan survei sendiri ke pasar-pasar untuk mengetahui harga kebutuhan pokok utamanya. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan standar yang harus terpenuhi. 

Ritual tahunan ini wajib diikuti oleh buruh. Sebab jika buruh hanya menggantungkan sepenuhnya pada pengusaha terkait dengan kenaikan upah, jangan harap buruh bisa hidup sejahtera. Dan percuma saja ada perwakilan buruh yang duduk di Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota kalau tidak didukung dan dikawal sepenuhnya oleh buruh. Sebagaimana diketahui dalam DPK/K yang terdiri dari tiga unsur penguasa (pemerintah) dengan segala kebijakannya, pengusaha dengan modalnya, sudah lazim kalau mereka bisa menyatu dan terakhir buruh sendirian dengan segala keterbatasannya. Oleh karenanya sangat diperlukan penguatan dari luar. Serikat Buruh atau buruh harus dan terus aktif menyuarakan penolakan terhadap upah murah. Bukan hanya teriakan tapi juga harus didukung oleh data hasil survei pasar dan pendukung lainnya.

Bukan hal yang mudah bagi buruh untuk mendapatkan upah yang layak, saya menyadari betul soal ini. Betapa tidak, perjuangan buruh terjepit di antara dua pusaran yang sangat kuat. Pemerintah dengan segala kepentingannya tentu tidak ingin membiarkan para pemilik modal 'ngacir' ke luar negeri. Apa lagi pengusaha atau pemilik modal tentu ingin mendapatkan keuntungan yang besar. Caranya yang paling mudah adalah tentu dengan menekan biaya pengeluaran upah sekecil dan semurah mungkin. Seperti yang telah sedikit saya singgung di atas, kalau buruh hanya mengandalkan kenaikan upah pada pengusaha yang dekat dengan penguasa itu, tentu buruh tidak akan pernah merasakan upah yang layak.

Coba pikir masuk akal tidak; Ketua Umum Apindo, Softan Wanandi mengatakan bahwa kenaikan upah buruh hanya 1% hingga 3% saja di tahun 2015 nanti. Kenaikan upah sebesar ini, dihantam oleh kenaikan BBM saja di Nopember 2014 ini, upah buruh akan lenyap tanpa bekas.

Buruh turun ke jalan melakukan aksi minta kenaikan upah 30% dibilang sinting? Wajar sebab yang mengatakannya bukan buruh pabrik. Saya, mantan buruh pabrik, bisa merasakan betapa susahnya menjadi buruh pabrik. Terlebih jika buruh diposisikan sebagai mesin produksi sebab hingga kini kebijakan-kebijakan pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada pada buruh. Lain halnya perhatian pemerintah pada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Polri dan TNI, begitu besarnya. Bayangkan saja betapa enaknya mereka, tidak perlu harus demo minta kenaikan upah. Tahun 2015 yang tinggal dua bulan lagi, pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar 6 triliun untuk kenaikan gaji pokok dan uang makan bagi mereka. Dimana perhatian pemerintah untuk buruh pabrik yang paling getol membayar pajak pada negara?

Saya yakin bukan kemauan buruh melakukan ritual tahunan, aksi turun ke jalan minta kenaikan upah. Andai saja perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya sama. Buruh itu bukan produk gagal sebagai rakyat, buruh juga punya martabat yang harus 'dimanusiakan'. Kadang saya pun suka berangan-angan; andai saya jadi PNS bukan buruh pabrik, oh, alangkah nyamannya tinggal di Indonesia.

Bukan saatnya berangan-angan dan menyesali yang sudah terjadi. sebab kemuliaan seseorang terletak pada seberapa besar usahanya dalam melakukan perubahan. Kemuliaan Serikat Buruh atau buruh terletak pada pada seberapa besar perjuangannya untuk sebuah perubahan. Bukan diam atau menyerahkan sepenuhnya pada nasib. Sebab diam adalah kematian. SELAMAT BERJUANG BURUH DAN TOLAK UPAH MURAH. ***

        

Selasa, 14 Oktober 2014

Seribu Janji Seribu Kata Dusta

Oleh: Abu Gybran

 















"Tanahku yang kucintai
engkau kuhargai"

( 1 )
Seribu janji dan seribu kata dusta mengiringi di belakangnya
laksana rangkaian doa yang terus diucapkan
Pada mereka yang menunggu mukjizat perubahan
Menyampirkan asa pada sosok yang mengenakan jubah keadilan

Dajal yang mengaku telah mendapat amanat dari Tuhan
Penipu yang telah mengaku bertemu dengan Rasul Kekasih Tuhan


Mereka yang berharap mukjizat perubahan, tidur lelap dalam mimpi yang tak berkesudahan
Mimpi-mimpi yang dibagikan, di sana
Di alam angan tanpa wujud, di negeri dongeng antah berantah

Janji dan kata dusta hanya didapati dalam lembaran-lembaran kitab setan
Penuhi rongga-rongga, mulut berliur bisa mematikan

Mereka, rakyat jelata melakukan ritual kematian dalam pesta lima tahunan
terjebak dalam pusaran dua kata; janji dan dusta. Penipu yang menyamar ratu keadilan
Menelan gunung, meminum lautan dan menyantap hamparan hutan
dalam gelimang penderitaan mereka yang tak berkesudahan
Mereka yang telah mengantarkan Dajal pada singgasana kekuasaan
Mengais-ngais muntahan
Sekadar menjaga agar napas tak terputus dalam kerangkeng kemiskinan

( 2 )
Wooooiiii.........!
Kalian bukan orang-orangan sawah yang kepanasan dan kedinginan
Kalian bukan budak-budak yang kehilangan kemerdekaan
Kalian bukan santapan yang terhidang di meja makan
Kalian bukan mesin-mesin produksi perusahaan
Kalian bukan wayang-wayang yang hanya bisa bergerak jika dimainkan 

Pewaris negeri ini adalah kalian
Sawah, gunung, hutan dan lautan adalah milik kalian
Bangun dan bangkitlah kalian

Dari mimpi panjang yang tak berkesudahan
Dari kerangkeng kemiskinan
Dari belenggu penipu yang memenjarakan
Dari Dajal yang merampas kemerdekaan

Bersatu kalian, merdeka dalam satu tujuan
Bunuh dan matikan ketidakadilan

( 3 )
Penipu dan Dajal tangannya terikat oleh janji dan kata dustanya sendiri
Ditikam keserakahan
Meninggalkan catatan merah darah dalam lembaran-lembaran kitab setan

( 4 )
Tanah kami
Ya, tanah aku dan kalian
Tanah dimana kita menabur kebaikan
Tanah syurga
Ya, disini. Di tanah yang kita pijak
Bukan di tanah negeri dongeng

(Tangerang, 14 Oktober 2014)

Senin, 13 Oktober 2014

Melirik Sarnaja, Bakal Calon Kepala Desa Pangkat

Oleh: Abu Gybran

Melirik Sarnaja, bakal calon Kepala Desa Pangkat Kecamatan Jayanti Kabupaten Tangerang, adalah menarik untuk diketahui. Pada usianya yang ke 42 tahun di tahun 2015 nanti, pria yang dikenal senang berorganisasi dengan segudang pengalamannya ini, akan ikut dalam pertarungan memperebutkan kursi Kepala Desa Pangkat yang akan diselenggarakan tahun 2015 nanti.

Terjun di dunia politik bukan hal baru bagi dirinya. Menjadi kader Partai Politik sudah dijalaninya pada tahun 1998-2002 pada Pengurus Anak Cabang (PAC) PDIP Kecamatan Jayanti, sebagai sekretaris. Bahkan dia pun pernah menjadi Sekretaris Tanfidziyah 2002-2006 pada PAC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Artinya untuk mengabdikan diri menjadi Kepala Desa, rasa-rasanya bukan perkara sulit bagi seorang ayah dengan dua anak dan satu istri ini.

Menariknya lagi, dalam mengembangkan kemampuannya untuk bisa terjun ke masyarakat dalam upaya ikut serta membuat sebuah perubahan, Sarnaja yang asli putra dari Desa Pangkat ini membekali dirinya dengan mengikuti berbagai kegiatan berupa Lokakarya, Seminar maupun Work Shop yang diselenggarakan oleh Lembaga atau Organisasi Kemasyarakatan lokal mau pun nasional.

Mewujudkan Mimpi
Mencalonkan diri menjadi Kepala Desa merupakan media atau jalan untuk mewujudkan mimpinya. Sebuah mimpi dan keinginan yang tidak muluk-muluk. Sebab menurutnya terjun pada masyarakat pada tataran pemerintahan yang paling rendah sekalipun, bisa memberikan perubahan pada tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan utamanya adalah masyarakat Desa Pangkat.

Salah satu kerangka kerja jika dia terpilih menjadi Kepala Desa adalah memaksimalkan sumber daya masyarakat berupa kerajinan yang berbasis pada Industri Rumahan. Menurutnya tidak sulit mencari bahan baku untuk menopang kegiatan ini. Sebab dengan memanfaatkan limbah industri, utamanya industri garmen, limbah potongan kain-kain kecil bisa dijadikan bahan kerajinan berupa keset kaki, misalnya.  Kegiatan ini jika dikelola dengan baik akan menghasilkan nilai ekonomis yang hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

Diperlukan strategi dan rumusan tersendiri untuk merubah paragdima masyarakat bahwa sampah atau limbah adalah sesuatu yang mampu menghasilkan nilai ekonomis dan keindahan.    

Juga, pemanfaatan lahan pertanian menjadi garapan yang bakal diutamakannya. Desa Pangkat yang sebagian besar penduduknya adalah petani, perlu pemberdayaan tersendiri. Peningkatan hasil pertanian menjadi pokok kerangka kerja. Penyuluhan pada para petani cara-cara pemanfaatan lahan pertanian agar dapat meningkatkan hasil produksi yang lebih baik serta pengadaan alat-alat pertanian modern, bisa diupayakan dengan bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang. Sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Sarnaja mengerti betul soal ini.

Menepis Keraguan
Awalnya, pria yang tak pernah lepas mengenakan topi ala penyanyi rap ini, ragu untuk mencalonkan diri menjadi calon Kepala Desa. Bukan tanpa alasan, sebab untuk menjadi calon Kepala Desa harus 'beruang'. Sarnaja menyadari betul soal ini; politik uang sudah menjadi budaya yang mengakar. Partisipasi masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa pun seakan tak bisa lepas dari istilah 'serangan fajar.'

Melalui gerakan Benteng Demokrasi, sebuah organisasi kemasyarakatan yang digagasnya, Sarnaja, dari jauh hari sudah berupaya mengajak masyarakat untuk ikut dalam gerakan demokrasi tanpa embel-embel uang. Bukan perkara yang mudah, tapi setidaknya masyarakat tahu bahwa politik uang ditinjau dari sudut pandang manapun adalah sesuatu yang tidak dibenarkan.

Upayanya tersebut tidak sia-sia, ketika dia berniat mencalonkan diri menjadi Kepala Desa, masyaratkat memberikan respon yang baik. Dukungan dari masyarakat sudah cukup untuk menepis keraguannya. Dengan segala keyakinan serta pengalamannya dalam organisasi masyarakat mau pun Partai Politik, Sarnaja melenggang menjadi bakal calon Kepala Desa Pangkat yang pemilihannya akan dilaksanakan pada tahun 2015 mendatang. MEMBANGUN DESA UNTUK INDONESIA.***
            

Jumat, 10 Oktober 2014

Kegaduhan Cinta

Oleh: Abu Gybran
















Riuh angin yang meriuh memanggil hujan
Nyalak halilintar penuhi undangan hujan yang memanggil
Gelegar yang menggemuruh menghancurkan segala kerapuhan
Penyesalan yang meluluhlantakan kesetiaan yang terpelanting di separuh jalan
Kegaduhan cinta, aku telah dikalahkan oleh waktu yang merenggut
Bersama angin, hujan dan halilintar
Kau biarkan aku terkapar
Ditikam sepi hati yang terbakar

Senja jatuh di pelukan malam, tertatih aku menapaki kelam
Menanggalkan semua kisah suram
Kegaduhan cinta, kisah suram kubiarkan tidur di atas tilam
Membiarkan, sebab waktu juga yang akan menenggelamkannya hingga karam

Ribuan kali aku menepis bayangmu, tak kupungkiri
Asa pernah kusampirkan pada indahnya lengkung senyummu

Menapaki sisa perjalanan, dalam kesendirian mengakrabi sepi yang sudah menjadi bagian
lembaran hidup. Menyatu dengan waktu
Menikmati tiap desah napas tanpa kesah
Aku sudah terbiasa membiarkan bayangmu yang kadang berkelebat, tanpa harus mengingatnya
Aku bisa
Aku sudah terbiasa
Waktu lalu telah banyak bicara padaku
Bersama sepi aku ingin kembali membangunkan mimpi yang mati suri
dari sepenggal malam, sisa waktu yang masih ada.

(Tangerang, 10 Oktober 2014)
  

Kamis, 09 Oktober 2014

Dimana Keadilan Itu?

Oleh: Abu Gybran

Tiba-tiba saja saya merasakan sesak napas yang sangat luar biasa setelah mendengar pemerintah di tahun 2015 akan mengalokasikan anggaran untuk kenaikan gaji pokok dan uang makan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Polri dan TNI sebesar 6 triliun. Luar biasa perhatian pemerintah kepada mereka. 

Sebagai mantan buruh pabrik yang juga sebagai rakyat Indonesia yang getol bayar pajak pada negara, saya merasa ada ketimpangan dari kebijakan pemerintah tersebut. Betapa tidak, perhatian pemerintah nyaris tidak ada pada buruh. Saya merasakan betapa buruh dibiarkan bertarung sendirian melawan pengusaha untuk sekadar minta kenaikan upah dengan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Itu pun harus dengan berdarah-darah terlebih dahulu melalui aksi turun kejalan.

Melakukan aksi menuntut kenaikan upah bukan tanpa resiko, yang bakal dihadapi buruh setelah melakukan aksi antara lain di PHK secara permanen, Di PHK kemudian direkrut kembali menjadi buruh kontrak dan yang paling menyedihkan adalah buruh dimutasi pada bagian pekerjaan yang tidak layak agar tidak nyaman bekerja kemudian dibiarkan mengundurkan diri. Atau buruh dibenturkan pada dua pilihan; pertama tetap bekerja dengan upah murah, kedua di PHK dengan pesangon satu kali ketentuan.

Bukan perkara mudah untuk mendapatkan pesangon ketika buruh di PHK massal. Pengusaha paling bisa mengulur-ngulur waktu hingga sampai pada proses persidangan di PHI. Terlebih jika perusahaan berargumen pailit akibat kenaikan upah. Biasanya perusahaan melibatkan auditor yang ditunjuk oleh perusahaan untuk meng-audit total kekayaan perusahaan. Dan dalam proses audit biasanya juga banyak data palsu alias tipu-tipu. Buruh atau Serikat Buruh harus jeli dalam perkara ini. Proses semacam ini panjang dan melelahkan bagi buruh.
 
Dimana keberpihakan pemerintah terhadap buruh dan dimana keadilan itu? Buruh harus terus berjuang untuk kesejahteraan hidupnya. Sebab jika terus berharap pada kebijakan pemerintah yang ramah terhadap buruh, rasa-rasanya masih dalam alam mimpi.***