Sabtu, 28 Februari 2015

Seruni yang Melayu

Oleh: Abu Gybran


Seruni di pagi hari dalam kukungan sepi
di tanah basah menyendiri
Gemetar hati mata menangkap luka
Sebab ia merunduk layu

Seruni melayu di tanah basah
bergelayut embun tak membuatnya berseri
Gerimis tak mengobati luka menganga
Merintih dirajam sepi

Di mana lengkung senyum
atau nyanyian kecil tentang cinta?

Seruni yang dijauhi
padahal belum lama mereka mengagumi
Keindahan rupa yang mempesona
Kau begitu didamba

Seruni terperangkap goda si pemberi janji
diri jatuh diseret birahi
Dijejali sesal yang bertubi
Untuk apa lagi ditangisi?

(Tangerang, 28 Februari 2015)
  

Selasa, 24 Februari 2015

Cerpen: Arini Yang Terluka

Oleh: Abu Gybran

Senja baru saja berlalu ketika Arini baru saja tiba di rumahnya. Rumah yang berderet memanjang terdiri dari beberapa kamar. Rumah petak kontrakkan bagi sejumlah buruh pabrik yang menghuninya. Rumah kontrakkan milik Haji Salim itu tidak begitu jauh dari Kawasan Industri Serang Timur. Arini sudah hampir sepuluh tahun tinggal di situ. Selama itu kehidupannya sebagai buruh pabrik belum menunjukkan adanya perubahan. Dia masih suka hidup sendiri, padahal usianya sudah 32 tahun. Arini selalu menolak ketika ada beberapa lelaki yang berusaha melamarnya untuk berumahtangga. Menurutnya, dia belum siap untuk berumahtangga. Dia seperti menyembunyikan sesuatu dalam perjalanan cintanya. Dan itu tergambar jelas dalam status yang ditulisnya di media sosial facebook. Seperti ada rasa kekhawatiran dan rasa takut yang amat sangat ketika hendak menjalin hubungan cinta dengan lelaki yang mendekatinya.

Seperti biasa, selesai melaksanakan kewajiban shalat isya, dia menulis di blog pribadinya. Dan yang ditulisnya selalu tentang kesendiriannya. Betapa dia kesepian, tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Curahan hatinya hanya ditumpahkan pada tulisan yang jika dibukukan sudah menghasilkan beberapa buku. Ada kalanya dia juga menulis tentang kerinduan pada seseorang tapi kemudian dia mencaci-maki dirinya sendiri. Ada semacam kekecewaan yang pernah dialaminya. Seperti sepenggal kisah malam itu yang ditulisnya.........."Aku mencintaimu, tapi dimana kamu sekarang? Aku sudah kehilangan jejakmu. Kau pergi disaat aku benar-benar mencintaimu. Tanpa sebab, kau seperti hilang ditelan bumi. Kau biarkan aku sendiri berjibaku melawan sepi yang menggerogoti tiap waktu. Aku hidup tapi sesungguhnya hatiku telah mati. Mati rasa karena rindu yang menindih. Duh, gusti. Kenapa dahulu aku jatuh cinta padanya? Kegetiran hidup ini aku harus menanggungnya sendiri. Kepahitan hidup setelah aku kehilangan milikku yang semestinya aku jaga. Betapa bodohnya aku ini. Aku telah tertipu oleh napsuku sendiri. Aku tertipu oleh pandangan dan rasa saat itu yang semuanya terasa indah. Indah hanya disatu musim setelahnya kekeringan yang melanda jiwa.........."

Sudah tengah malam tapi Arini belum merasakan kantuk. Dia berusah memejamkan matanya di peraduan, tapi tak bisa. Bayangan masa lalunya selalu saja menghantuinya. Padahal dia sudah berusaha untuk melupakanya. Menjadi buruh pabrik merupakan pelariannya dari masa lalu yang telah merenggut harapannya. Pikirnya, yang penting dia pergi jauh dari kampung halamannya. Dia berharap dapat melupakan sosok lelaki yang dicintainya sejak di SMU. Tapi malam itu Arini benar-benar tersiksa, kenapa bayangan masa lalu pahitnya itu muncul kembali? Dia tidak mau kalah oleh bayangan masa lalu yang telah dikuburnya itu. Arini bangkit dari tempat tidurnya. Dia mengambil air wudhu lalu diambilnya Al-Qur;an. Dia berusaha berdialog dengan Tuhan melalui kitab suci-Nya. Surat Yaa Siin dilantunkannya dengan perlahan dan merdu. Sangat menyayat hati. Arini membacanya terus hingga hatinya kembali mendapatkan ketenangan. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

***

Di kantin pabrik saat istirahat makan siang. Hujan baru saja reda, Arini mengambil tempat duduk paling pojok bersama Anita sahabat akrabnya. Cuaca masih terasa dingin, sesekali angin kecil memainkan ujung jalbabnya. Suasana riuh oleh dentingan sendok yang beradu dengan piring. Siang itu Arini lebih banyak diamnya. Bahkan nasi di piringnya hanya beberapa suap saja yang disantapnya. Nampak kurang berselera. Anita sesekali memperhatikan kelakukan sahabatnya itu, tidak seperti biasanya. Terlebih ketika pengelola kantin siang itu memutarkan lagu cinta nostalgia. Arini menikmati lagu itu begitu mendalam........"Mungkin lebih baik begini//menyendiri di sudut kota ini//kututup pintu hati untuk semua cinta//walau batin ini menangis//Jangan datang atau titip salam//hanya menambah luka di hatiku//hapuslah namaku, hapuslah semua kisah kasih yang pernah ada//Biarlah aku sendiri, menyendiri tanpa cintamu lagi//walau harus kuakui hanyalah kau yang sangat kusayangi//hatiku pun tak ingin mencari pengganti dirimu........"

Anita terkejut ketika melihat butiran air mata meluncur di pipi sahabatnya. Pasti ada yang tidak beres, pikirnya. "Kamu menangis, Rin. Kenapa?" tanya Anita sambil memegang tangan Arini. Arini baru nyadar, dia buru-buru menghapus air matanya. Dia berusaha mengelak dari pertanyaan Anita. Arini berusaha tersenyum untuk menutupi kesedihannya. 

"Kamu baik-baik saja kan, Rin."
"Ya, aku biak-baik saja."
"Terus kenapa tadi sampai menangis segala?"
"Kamu dengar lagu tadi nggak? Liriknya begitu menyayat."
"O, jadi cuma karena lirik lagu tadi kamu sampai menangis? Sampai sesusahnya begitu? Aku nggak percaya. Ceritalah padaku, Rin. Barangkali aku bisa membantumu jika kamu punya masalah. Biasanya nih, kalau gadis menangis karena mendengar lagu cinta, pasti sedang dikhianati pacarnya. Ya, kan?" Tebak Anita sekenanya.

Arini hanya tersenyum sambil menatap sahabatnya. Dan dia berkali-kali mengatakan bahwa dia hanya merasa terharu mendengar lirik lagu yang dilantunkan oleh penyanyi Meriam Belina, bukan karena pacar. Arini memang pandai menutupi masa lalunya. Dia sudah bertekad untuk tidak bercerita kepada siapapun tentang cinta masa lalunya. Pikirnya, untuk apa menceritakan semua yang telah terjadi menimpa dirinya pada orang lain. Luka hati akan kembali menganga. Ya, Arini lebih memilih menutup masa lalunya dengan berusaha untuk tetap hidup sendiri. Dia hanya percaya pada dirinya sendiri.

Siang itu Anita pun menceritakan soal pacar barunya. Seorang buruh pabrik juga, Basuki namanya. Basuki merupakan karyawan baru, belum genap satu bulan. Jadi Arini pun belum mengenalnya. Basuki adalah staff kantor di perusahaan yang memproduksi sepatu itu. Kebetulan rumah kontrakkannya bersebelahan dengan Anita. Jadi wajar saja kalau Anita mengenalnya lebih dekat. Cinta lokasi barangkali tepatnya.

Mendengar nama Basuki disebut, wajah Arini sedikit menunjukan keterkejutan. Seperti ada sesuatu dengan nama itu. Namun dengan cepat Arini membuang dugaan dan rasa cemasnya itu jauh-jauh.

Anita berniat memperkenalkan Basuki, pacar barunya itu pada Arini. Menurutnya sih, kali ini dia ingin sungguh-sungguh menjalin hubungan, bahkan cita-citanya sampai kejenjang pernikahan. Dia sudah bosan hidup berpetualang dengan gonta-ganti pacar. Basuki adalah yang terakhir dan untuk selamanya, keinginannya yang diutarakan pada Arini. "Amin," doa Arini mengakhiri bincang-bincang pada istirahat makan siang itu.

***

Minggu pagi yang cerah, dimana sebagian buruh pabrik menikmati hari libur. Arini bersih-bersih rumah. Ruangan depan yang tidak lebar itu ditata dengan apik. Di sudutnya ada rak buku kecil, beberapa novel dan buku masakan tersusun rapi. Paling atas susunan rak itu ada Kitab Al-Qur'an dan 4 buku agama. Tidak aja meja atau kursi di ruangan itu. Hanya ada kasur lipat sebagai tempat duduk dan beristirahat. Hari itu Arini sedang menunggu sahabatnya Anita dan pacarnya yang akan diperkenalkan padanya.

Sudah jam satu siang, Anita belum juga datang. Mungkin karena hujan. Sebab siang itu hujan memang cukup deras. Arini sampai tertidur menunggu hujan reda. Dia tidak tahu berapa jam dia tertidur ketika suara pintu diketuk berulang. Dia terperanjat sesaat mendengar suara sahabatnya, Anita. Dia bergegas membukakan pintu menyambut sahabatnya.

"Maaf, aku ketiduran tadi," kata Arini yang masih sedikit terpengaruh kantuk
"Nggak apa-apa, Rin. Oya, kenalkan ini Basuki yang aku ceritakan kemarin siang," kata Anita bangga.

Saat kedua tatapan itu beradu, Arini merasakan ada hentakkan yang membentur dadanya begitu keras. Hampir saja dia tak mampu menguasai dirinya. Sama halnya dengan Basuki, dia terperanjat. Dia merasakan hal yang tak pernah diduganya. Keduanya hanya bengong dan diam dengan segala keterkejutan. Situasi itu membuat keheranan Anita yang menyaksikan saat itu terjadi.

"Lha, kok malah pada bengong. Apa kalian sudah saling mengenal?" tanya Anita yang masih diliput rasa keheranan. Pertanyaan Anita menyadarkan mereka dari keterdiaman beberapa saat. Saat itu, Arini langsung mejawab pertanyaan Anita. Tentu saja dengan sedikit agak gagap. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya pada Anita, bahwa dia belum pernah mengenal Basuki. Dengan senyum yang dipaksakan, Arini mempersilakan keduanya masuk. Arini berusaha untuk bersikap biasa seolah-olah tidak pernah terjadi apapun antara dia dengan Basuki.

Dalam pertemuan yang tidak lama itu tentu saja Arini lebih banyak diamnya. Anita yang banyak bicara, sementara pikiran Arini melayang kemana-mana. Dia tidak fokus, sama sekali tidak tahu Anita bicara apa. Tatapannya kosong, walau terkadang dia tersenyum ke arah Anita dan itu hanya untuk menutupi kekacauan pikirannya. Ya, pikirannya sangat kacau. Betapa tidak, sosok lelaki yang bersama Anita yang kini ada dihadapannya adalah orang yang sedang berusaha untuk dilupakan. Orang yang dicintainya, orang yang selalu dirindukannya dan orang yang selalu ditunggu kehadirannya. Basuki orang yang meninggalkan Arini kekasihnya yang tanpa alasan itu. Setelah sekian lama Arini diombang-ambing ketidakpastian cintanya, justru Basuki datang bersama sahabat baiknya, Anita.

Teramat menyakitkan, hatinya benar-benar terluka. Arini kini tahu, betapa dahulu dia telah mencintai orang yang salah. Lelaki yang tidak bisa dipegang janjinya. Seperti pepatah; habis manis sepah dibuang. Dan itu Arini mengalaminya. Yang lebih menyakitkan hatinya lagi adalah; kenapa justru Anita kini jatuh dalam rayuan lelaki penipu itu? Dia tidak rela kalau Anita sahabatnya menjadi korban berikutnya. Anita harus diberi tahu, pikirnya.

***

Akhirnya dalam sebuah kesempatan Arini membeberkan masa lalunya pada Anita. Semuanya diceritakan dan tidak ada yang terlewat. Bahwa Basuki adalah masa lalunya. Orang yang telah meninggalkannya dalam ketidakpastian hidup. Orang yang dicintainya yang telah menelantarkannya di belantara sepi.

Setelah mendengar cerita Arini, sikap Anita seperti berubah. Tidak seakrab sebelumnya. Bahkan Anita berusaha untuk menghindari Arini. Cerita Arini sama sekali tak berpengaruh pada hubungan atara Anita dan Basuki. Bahkan Anita menganggap cerita sahabatnya itu hanya mengada-ada. Arini hanya cemburu, menurutnya.

Arini yang terluka kini benar-benar merasa hidup sendiri diperantauan. Dia terpaksa berhenti bekerja karena tidak ingin melihat sosok Basuki. Dia lebih memilih untuk pulang kampung, menghabiskan masa-masa hidupnya bersama kedua orangtuanya. Banyak yang bisa dilakukannya di kampung halaman, di antaranya adalah mengajar mengaji anak-anak kampung. Suaranya yang merdu dalam melantunkan Al-Qur'an, kini kembali menambah ketenangan masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Kencana, Lebak.

Setelah di tinggal Arini, kini rumah petak kontrakkan milik Haji Salim itu kosong satu ruangan. Sudah ada tulisan di pintu rumah kosong itu dengan huruf besar: ADA KONTRAKKAN KOSONG. ***