Senin, 13 Desember 2010

Perempuan Sufi


Perempuan Sufi 
Oleh: Abu Gybran
 












 (Perempuan sufi itu adalah bekas pelacur)

Dianiaya dan teraniaya
Dibungkam dan terbungkam
Kenapa diam?
Merelakan kesucian dirampas dan terampas
Masa lalu mendamparkan diri ditumpukan sampah syahwat
Membiarkan belatung menjijikan menari-nari ditelapak tangan
Kenapa tersenyum?
Padahal bukan pada tempatnya berpasrah dan bersabar
Saat diri berkubang dalam kelamnya warna hitam

Melukis keindahan senyum semu
Tubuh dibaluri harum ramuan setan
Dicampakan saat nafsu usai berhajat
Padahal rahimmu adalah tempat tersuci
Tempat dimana garis nasab bersambung

Semburat sinar putih menyelinap lewat tingkap hati
Ada saatnya untuk berpasrah diri
Kata ragu bukan alasan untuk menanggalkan baju kusam
Karena siapapun pernah menapaki jalan putih dan hitam
Aku dan mereka yang berlagak suci

Masih ada sepenggal perjalanan matahari tersisa
menunggu gemulai jemarimu memainkan kuas melukis penuh warna
pelangi; adalah tangga dimana kau bisa mencapai puncaknya
Dan berbisik kepada Tuhanmu
"Aku datang dengan senyum sebagai perempuan sarat pesona"
Perempuan sufi yang menguntai kalimat istighfar

Diatas sajadah
Bercengkrama dengan pemilik malam
Melantunkan tembang-tembang ilahi
lirih......
"Kalau bukan Kau, siapa lagi yang bisa kuminta maafnya?"
Nyatanya kau mampu merenagi air matamu
yang mengantarkan pada kedekatan
Antara hati dan Tuhan
Disaat sekian orang tak mampu melakukan
Sendiri kau berlayar mengarungi lautan pertobatan

Diammu kini
karena melebur hati pada kedekatan
Seperti tanpa batas.....***

(Tangerang, 16 Desember 2010) 

Selasa, 05 Oktober 2010

Kondisi Jalan Raya Serang Km. 26,5

Kondisi 
Jalan Raya Serang  
Km. 26,5 Saat Musim Hujan
Oleh : Abu Gybran
 














Pembangunan pelebaran jalan pada Jalan Raya Serang tahun 2009 dari dua jalur menjadi empat jalur merupakan langkah positif pemerintah provinsi Banten untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi khususnya pada jam pulang kerja. Namun sangat disayangkan pembangunan pelebaran jalan ini tidak dibarengi dengan sarana drainase yang memadai. Saat musim hujan air menggenangi jalan, tepatnya di Km. 26,5 Desa Sentul Kecamatan Balaraja, Tangerang.

Hal ini tentu saja sangat menggangu para pengendara disamping juga harus ekstra hati-hati karena kendaraan bisa mogok mendadak, khususnya sepeda motor. Jika kondisi seperti ini dibiarkan, maka jalan yang selalu tergenang air tidak akan berumur panjang. Nah, kalau sudah jalan kembali rusak, maka kemacetan pun akan kembali terulang terutama pada jam-jam kerja.

Pemerintah terkait, semestinya segera mengambil langkah cepat untuk mengatasi persoalan ini. ***

Minggu, 19 September 2010

Wisata Alam


GUNUNG RAJABASA
Oleh: Abu Gybran


Gunung Rajabasa dilihat dari arah Kalianda, Lampung Selatan


Gunung Rajabasa adalah gunung berapi yang masih aktif. Jaraknya tidak jauh dari kota Kalianda kearah selatan, hanya 5 km. Juga dapat dilihat dari laut penyebrangan Merak-Bakauheni.

Kalau cuaca lagi cerah, keindahan gunung ini dapat dinikmati seutuhnya sampai kepuncaknya. Aktifitas penduduk lokal yang bermukim dipesisir pantai, akan terasa memanjakan mata saat kita melakukan penyebrangan Merak-Bakauheni. ***
 

Panorama Pantai Mutun


Oleh:Abu Gybran










Khitan


HUKUM KHITAN
Dalam Islam
Oleh: Abu Gybran

Khitan menurut bahasa Arab adalah memotong. Secara terminologis adalah memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Dalam pandangan islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri atas ketaatan terhadap perintah Allah swt. Sebagaimana disabdakan oleh Rosulullah saw.: "Kesucian itu ada lima: Khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekan kumis dan memotong kuku". (HR. Bukhori dan Muslim).


Hukum Khitan Bagi Laki-Laki
Menurut jumhur ulama, hukum khitan bagi laki-laki adalah wajib. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Syafi'i, Ahmad dan sebagian pengikut Imam Malik. Sementara imam Hanafi mengatakan, khitan itu wajib tetapi tidak fardhu. Ibnu Abi Musa dari pengikut imam Hambali mengatakan, hukumnya sunnah mu'akkadah. Dalam kitab Mughni, Ibnu Qodamah mengatakan, bahwa khitan bagi laki-laki adalah wajib dan kemuliaan bagi perempuan.

Landasan Sunnah
Sementara dalil-dalil yang dijadikan landasan bahwa khitan bukan merupakan wajib sebagai berikut: 

1) Salman Al-Farisi ketika masuk islam tidak disuruh khitan

2) Hadits Nabi saw., bahwa khitan merupakan rentetan sunnah selain dari mencukur bulu kemaluan dan  lainnya. 

3) Hadits yang disampaikan Ayaddad bin Aus, Rosulullah saw. bersabda:"Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan diutamakan bagi perempuan".

Landasan Wajib
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan oleh para ulama bahwa khitan itu wajib adalah sebagai berikut:

1) Dari Abu Hurairah ra., Rosulullah saw. bersabda:"Nabi Ibrahim as melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak". (HR.Bukhari). Hadist ini menunjukan kepada kita betapa kuatnya perintah khitan.

2).Kulit yang menutupi penis menyimpan najis yang sulit untuk dibersihkan. Sehingga shalat menjadi tidak sah karenanya. Shalat merupakan ibadah wajib sehingga dengan demikian khitan menjadi wajib karena merupakan salah satu syarat sahnya bersuci.

3) Rosulullah saw bersabda:"Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah". (HR. Abu Daud dan Ahmad)

4) Haram memotong anggota tubuh yang tidak tumbuh kembali dengan disertai rasa sakit, hal ini (khitan) tidak mungkin dilakukan kecuali perintah wajib sebagaimana hukum potong tangan bagi pencuri.


Hukum Khitan Bagi Perempuan
Tidak adanya sumber hukum yang dianggap kuat atas perkara ini, banyak menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Sehingga ada yang berpendapat khitan bagi perempuan hukumnya sunnah dan ada pula yang berpendapat hanya merupakan keutamaan saja. Dari sekian perbincangan tidak ada satupun diantara para ulama yang mengatakan 'wajib'.

Satu hadits yang diriwayatkan oleh Umi 'Atiyah ra bahwa Rosulullah saw bersabda kepadanya:"Wahai Umi 'Atiyah berkhitanlah, dan jangan berlebihan". (HR. Baihaqi dan Hakim). Hadits ini dho'if bahkan Abu Daud pun meriwayatkan hadits ini hanya untuk menunjukan ke-dho'ifannya. Demikian yang disampaikan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Talkhisul Khabir

Mengingat tidak ada satupun riwayat yang kuat terhadap khitan bagi perempuan ini, Ibnu Hajar  menyampaikan bahwa ulama Syafi'iyah serta imam Ahmad mengatakan tidak ada anjuran khitan bagi perempuan.***


Keteangan gambar: Gybran saat dan setelah khitan pada tanggal 11 September 2010.



Selasa, 14 September 2010

Pantai Mutun


Baru tiga hari disunat, tepatnya pada tanggal 11 September 2010, Gybran sudah bermain di pantai Mutun Desa Suka Jaya Kecamatan Padang Cermin, Pesawaran, Bandar Lampung

Minggu, 22 Agustus 2010

Ketiga Anakku


MITSUKO, GYBRAN DAN NAGATA

Oleh: Abu Gybram

















Kehadiran mereka adalah buah dari segala kerinduanku. Betapa tidak, rumahku sekarang seperti asrama tentara, ramai. Terlebih kalau pagi pada saat Mitsuko (7) dan Gybran (6) bersiap untuk berangkat sekolah, huh...!!! seru. Kalau sudah begini, mamahnya yang repot ditambah Nagata (2) ngambek ingin ikut sekolah sama kaka-kakanya.

"Gimana, semuanya sudah siap?" tanyaku sedikit agak teriak.
"Ayo berangkaaat",..............  

Aku sangat mencintai mereka. Setidaknya merekalah yang bakal meneruskan cerita kehidupanku. Bersambung terus hingga matahari terbit di barat. ***

Minggu, 08 Agustus 2010

Lingkungan

MENGUBAH MUSIBAH 
MENJADI BERKAH
Oleh: Abu Gybran

Dibalik musibah yang terjadi beberapa bulan terakhir ini sepanjang musim penghujan, yakni banjir yang menjadi langganan daerah-daerah rendah seperti Jakarta. Ternyata kalau kita kaji secara dalam, dibalik musibah banyak hikmah yang bisa didapat. Setidaknya ada dua hal yang mendasar yang kita bisa ambil hikmahnya.

Pertama; musibah yang terjadi merupakan teguran dari Sang Maha Pencipta agar kita lebih arif dalam memperlakukan alam lingkungan. Walau pada dasarnya musibah yang terjadi seringkali akibat dari perbuatan manusia itu sendiri. Maka dengan demikian diharapkan manusia bisa mengambil pelajaran dan menyadari bahwa alam akan banyak memberikan manfaat jika diperlakukan dengan baik, juga demikian sebaliknya.

Kedua; sebagai makhluk yang berakal sebenarnya secara tidak langsung kita diajak olah Sang Maha Pencipta untuk berpikir bukan hanya agar musibah itu tidak terulang kembali, tapi ada banyak kebaikan yang bisa digali dari musibah itu sendiri. Artinya kita senantiasa dituntut untuk selalu berpikir membuat perubahan-perubahan kearah yang lebih baik dalam sutuasi dan kondisi apapun. 

Banjir Musibah Langganan?.......

Banjir boleh dibilang merupakan musibah langganan yang kerap kali kita saksikan saat musim penghujan tiba. Sepintas agak menggelikan saya mendengarnya. Betapa tidak, seolah kita tidak berpikir atau barangkali sudah buntu cara berpikir kita untuk mengatasi persoalan ini. Padahal musibah banjir ini telah  seringkali  membuat manusia bukan hanya kehilangan harta benda tapi telah banyak pula merenggut korban jiwa. Khususnya di Jabodetabek, banjir merupakan 'pelanggan' setia ditiap tahunnya.

Sebagaimana telah saya singgung dimuka, bahwa perilaku manusia yang kurang baik terhadap alam merupakan sebagai penyumbang terbesar dalam musibah langganan ini. Bukan hanya pengrusakan hutan dihulu sungai tapi pemukiman penduduk yang merambah bantalan sungai, sampah rumah tangga dan industri juga ruang tata  letak kota yang terkesan dibuat asal-asalan tanpa dilengkapi drainase yang memadai.   

Jutaan debit air yang mengalir ke sungai  pada musim hujan menggerus dan mengahanyutkan apa saja yang dilewatinya termasuk longsoran tanah yang terkikis dan kemudian mengendap. Endapan tanah atau apapun yang mengendap di sungai mengakibatkan pendangkalan permanen jika tidak ditangani secara serius.

Mengubah Musibah menjadi Berkah, 
Pemanfaatan Lumpur Sungai

Ketika saya menyaksikan Dinas Kebersihan Pemda DKI melakukan pengerukan sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta beberapa tahun yang lalu, saya melihat jutaan ton lumpur hitam yang berhasil dikeruk. Dan hasil kerukan dibuang atau untuk menguruk lahan kosong yang semakin  menyusut jumlahnya,  Padahal  lumpur sungai bisa gunakan untuk hal yang lainnya seperti yang paling sederhana adalah  membuat batu bata dan genting setelah melalui tahapan proses yang juga sangat sederhana.

Lumpur  yang masih mempunyai kadar air tinggi, dikeringkan jangan terlalu encer hingga mudah untuk proses pencetakkan. Hasil pencetakkan batu bata atau genting dikeringkan / dijemur menggunakan panas matahari hingga proses pembakaran.

Walau tidak sepenuhnya saya memahami soal tanah, tapi saya mengerti betul soal lumpur ini. Material lumpur sungai yang warnanya hitam itu adalah tanah yang lembut bercampur pasir halus karena sudah melalui proses penyaringan yakni pengendapan. Pengalaman 23 tahun kerja di perusahaan keramik yang telah menuntun saya melakukan uji coba terhadap lumpur semacam ini beberapa tahun yang silam. Waktu saya bakar dengan suhu temperatur 800 hingga 900 derajat celcius hasilnya cukup memuaskan; bahwa lumpur sungai bisa menghasilkan batu bata atau genting dengan kualitas cukup baik.

Sebagai bahan bakarnya adalah cukup memanfaatkan sampah terutama kayu yang terbawa hanyut. Artinya kalaupun pembakaran menggunakan bahan bakar minyak atau gas bisa dilakukan sehemat mungkin. Karena proses pembakaran efektifnya memang menggunakan bahan bakar minyak atau gas.

Meraup Keuntungan Lain

Andai konsep yang sederhana ini bisa dilakukan oleh pemda DKI atau pemda lainya yang sering dihadapkan pada persoalan banjir akibat meluapnya sungai, saya punya keyakinan, disamping menghindari musibah banjir yang sering kali berulang, ada banyak keuntungan lain yang bisa diraup pemda tanpa harus mengeluarkan biaya mahal yang diambil dari APBD.

Pertama: Hasil produksi batu bata atau genting bisa digunakan untuk program perumahan bagi rakyat miskin dengan harga murah. Kedua: Terciptanya lapangan pekerjaan sehingga bisa mengurangi jumlah pengangguran yang juga menjadi masalah sosial bagi pemerintah. Ketiga: Efisiensi penggunaan bahan bakar minyak atau gas seperti telah disinggung diatas, karena bahan bakar telah tersedia yakni sampah terutama kayu yang hanyut disungai yang mencapai 900 m3 perharinya. Keempat: Sungai akan selalu bersih karena dengan sendirinya akan dikeruk secara priodik untuk mendapatkan bahan baku produksi. Kelima: Transportasi sungai bisa dilakukan untuk mengurangi kepadatan transportasi darat seperti yang pernah dilakukan pemda DKI walau kemudian berhenti beroprasi karena hambatan sampah yang tidak tertangani dengan baik. Keenam: Peluang yang cukup besar jika dikemudian hari sungai dapat dikembangkan menjadi tempat wisata air sungai tengah kota atau lainnya.

Pemerintah dalam memproses pemanfaatan lumpur sungai ini tinggal menyediakan fasilitas tempat dan sarana penunjang lainnya melalui biaya anggaran APBN/APBD.

Sekadar Retorika 

Saya pernah menawarkan konsep sederhana ini pada salah seorang team kampanye calon Bupati Kabupaten Tangerang, saat pemilu kada 20 Januari 2008, tapi ditolak mentah-mentah. Menurutnya, konsep yang bertemakan lingkungan tidak popular di masyarakat dan diyakini sulit untuk mampu mendongkrak perolehan suara. Saya hanya tersenyum dan bergumam: "Pantas".........Ya, pantas saja kalau ketika kampanye pemilu kita sering menyaksikan rakyat hanya disuguhi janji-janji sekolah gratis, kesehatan gratis, lapangan pekerjaan yang mudah dan janji-janji lainnya tanpa konsep yang jelas sehingga hasilnyapun bisa ditebak, gak jelas...!!?? Saya pikir, hanya sekadar retorika belaka karena memang hasilnya seringkali 'jauh panggang dari api'.

Harapan

Saya banyak berharap hingga kini, semoga konsep sederhana ini mampu menggugah saudara-saudara yang peduli terhadap lingkungan terutama pemerintah terkait. Karena hal yang sangat bijak tentu saja senantiasa berlaku arif terhadap alam lingkungan sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41. Semoga......***

Sabtu, 31 Juli 2010

Profil Buruh: Lena, Buruh Kontrak


Lena, mengawali aktivitasnya 
selalu dengan senyum.


Sepintas tidak nampak dari raut wajahnya kalau dia masih sangat berusia muda. Wajahnya yang selalu berhias senyum manis seolah menggambarkan kedewasaan yang sudah matang.. Lahir di Cilacap 19 tahun silam, gadis bungsu dari tiga bersaudara ini dipanggil Lena. Namanya cukup singkat dan mudah diingat oleh siapapun yang ingin bersahabat dengannya. Menurut pengakuannya, dia sangat menyukai persahabatan dengan siapapun terlebih dengan orang yang mempunyai status sosial yang sama dengannya yakni buruh.

Seorang teman buruh, mempunyai ruang tersendiri dalam kehidupannya. Disamping memang satu nasib, menurutnya, seorang teman buruh lebih mudah untuk diajak curhat. Membangun solidaritas dan persaudaraan sesama buruh merupakan keinginannya semenjak dirinya tercatat sebagai buruh kontrak/outsourcing PT. Kasa yang menempatkan dirinya bekerja di PT. Pearland 5 bulan yang silam.

Lena tinggal berdua dengan teman satu kerja disebuah rumah kontrakan yang jaraknya tidak begitu jauh dari pabrik. Sebuah rumah kontrakan yang hanya mempunyai satu kamar berukuran 3x4 meter dan kamar mandi yang berukuran sangat sempit dengan uang sewa Rp 250.000/ bulannya. 

Potret kehidupan buruh hingga kini belum  menampakan adanya berubahan yang berarti, terutama kemampuan buruh untuk tinggal ditempat yang layak. Dalam muatan survey yang dilakukan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota, untuk menetukan besaran upah tiap tahunnya, sebenarnya tempat tinggal yang layak bagi buruh itu adalah minimal rumah dengan ukuran/type 21. Namun faktanya adalah bisa dihitung dengan jari buruh yang mampu mengeridit melalui Bank BTN atau menyewa rumah dengan standar yang dimuat dalam materi survey tersebut.

Bagi Lena, gadis yang senantiasa tersenyum setiap mengawali aktivitasnya ini, sangat menyadari ketidak-layakan tempat tinggal yang disewanya. Bukan hanya tidak nyaman tapi juga rawan terhadap penyakit khususnya demam berdarah yang sangat dikhawatirkannya itu. 

"Tapi harus bagaimana lagi, baru sebatas inilah kemampuan saya. Saya menikmatinya dengan rasa syukur dan tersenyum", ungkapnya pasrah. 

Siapapun akan terenyuh dengan ungkapannya yang polos ini. Terlebih bagi pemerintah dan orang-orang yang terkait dengan persoalan perburuhan, Lena banyak berharap adanya perubahan kearah yang lebih baik. Menurutnya, perubahan tidak mesti harus diawali dengan adu argumen yang berbelit-belit apalagi dengan kekerasan yang hanya akan melahirkan persoalan yang lebih runyam. Tapi perubahan bisa dilakukan dengan senyum dan akal cerdas, begitu menurutnya sambil tak lupa mengakhiri bincang-bincang ini dengan senyum.***  

Senin, 26 Juli 2010

Buruh Itu Makannya Di Warteg

Solidaritas Buruh 
Tumbuh Di Warteg
Oleh: Abu Gybran

Siapa yang tidak kenal dengan warung tegal atau yang lebih populer dengan sebutan warteg? Warung nasi yang senantiasa menjadi langganan buruh tiap jam istirahat makan siang. Bukan karena menu masakannya yang menjadi buruan buruh pabrik, tapi karena murahnya. Satu piring nasi dengan telur dadar ditambah sayur, pelanggan cukup merogoh kocek Rp 5000. Kalau ingin makan agak enakan dengan lauk ikan atau daging ayam, cukup dengan Rp 8000. Tapi jarang sekali buruh memilih menu ini karena dianggap masih mahal? 
  
Tidak sulit untuk makan diwarteg karena memang lokasinya  selalu  berdekatan dengan jarak pabrik atau berada di pasar , terminal dan tempat yang dianggap setrategis yakni berdekatan dengan pangkalan ojek. Keberadaan warteg selalu identik dengan kesan 'murah meriah'. Sehingga tidak berlebihan jika masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan seperti buruh, menjadikan warteg sebagai warung paporit. Prinsip mereka adalah yang penting perut kenyang untuk tetap bisa beraktifitas. 

Akrobatik 
Kaitannya dengan upah buruh, keberadaan warteg sangat membantu dalam pengaturan pengeluaran keuangan buruh yang tidak selalu jauh beranjak dari besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota. 

Bagi kami, ungkap Ade Sudarja, seorang buruh pabrik di Kawasan Industri Balaraja, Tangerang yang ditemui belum lama ini, makan di rumah makan mewah baru sebatas mimpi. Jangan 'kan rumah makan mewah, lanjutnya, untuk rumah makan sekelas rumah makan padang saja, wah, bisa upah sebulan habis hanya untuk makan. 


Buruh memang harus secermat dan sehemat mungkin mengatur pengeluaran keuangannya. Terlebih bagi buruh kontrak/outsorcing yang upahnya hanya sebatas dan bahkan ada yang kurang dari besaran UMK, harus pandai berakrobatik seperti yang dilakukan oleh Ade Sudarja. Sebagai buruh kontrak/outsourcing dengan  seorang isteri dan dua anaknya, nampaknya memang sangat mustahil mengatur upah yang besarnya satu juta seratus dua puluh lima ribu rupiah untuk bisa dikatakan cukup dalam satu bulan. Menurut pengakuannya, dia lebih mementingkan kebutuhan sekolah kedua anaknya. Untuk keperluan yang lain, lanjutnya, itu bisa nanti. Saat ditanya kapan? Jawabnya, sampai tak bisa mimpi lagi.

Solidaritas Buruh Tumbuh Di Warteg
Sebuah potret antara warteg dan kehidupan buruh, nampaknya akan senantiasa hidup berdampingan. Bagi buruh sendiri warteg bukan hanya tempat untuk mengisi perut, tapi juga tempat untuk berbagi cerita dengan yang lainnya. Solidaritas dan persaudaraan tumbuh secara alami karena merasa satu nasib. Bukan hanya antar buruh tapi juga dengan pemilik warteg. Tidak sedikit buruh yang makan ngutang dulu dan bayar setelah gajian. Modalnya adalah kepercayaan. Hal ini sudah biasa, menurut pemilik warteg.

Isu soal perburuhan mengenai upah khususnya, buruh sering membahasnya di warteg. Artinya baik disadari atau tidak, warteg telah ikut andil dalam proses perjuangan buruh. Ibarat pepatah; sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Efisien dan tidak perlu sewa gedung. ***
 



Jumat, 23 Juli 2010

Sistem Kerja Kontrak Dan Outsourcing




    Lagi, Menyoal Sistem Kerja 
Kontrak dan Outsourcing
Oleh: Abu Gybran

Lena; "Saya Pasrah".....

"Saya pasrah, yang terpenting bagi saya adalah bisa bekerja. Saya menyadari untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini tidak mudah", ungkapnya saat ditanya tentang status kerjanya beberapa waktu yang lalu.

Lena,adalah salah seorang buruh kontrak/outsourcing dari PT.Kasa yang ditempatkan kerja di PT.Pearland, Tangerang, Banten.

Sistem kerja kontrak dan outsourcing, bukan hal yang baru dalam dunia industri. Walau banyak mendapat protes dari hampir seluruh Serikat Buruh, sistem ini terus melenggang dengan berbagai macam tindakan pelangggaran dan tipu muslihat bagi perusahaan pengguna dan pemberi kerja.

Pelanggaran yang jelas-jelas nyata dilakukan oleh banyak perusahaan adalah "kerja kontrak tanpa batas waktu" tidak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 13/2003 Pasal 59 ayat (4) dan (6). Agar tidak nampak pelanggaran, buruh yang sudah habis masa kontrak kerjanya; diputus atau lebih tepatnya adalah dialihkan pada perusahaan jasa tenaga kerja yang lain sementara  buruh masih ditempat kerja yang sama. Padahal ini sekadar tipu muslihat sebab perusahaan jasa itu hanya ganti nama tapi pemilik dan pengurusnya tetap sama. "Sim salabim abra kadabra", maka yang terjadi adalah status buruh kembali pada kontrak kerja pertama.


Yang lebih mencengangkan adalah menteri tenaga kerja dan transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengetahui persoalan ini. Menurut pengakuannya bahwa memang ada masalah dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing, banyak pasal-pasal yang terkandung dalam Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13/2003 yang tidak berpihak kepada buruh. Namun lanjutnya, tanpa alasan yang jelas dia mengatakan semua pihak hendaknya tidak tergesa-gesa untuk segera merevisi Undang-Undang ini(Kompas,Mei 2010).

Pengawas dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, yang merupakan garda terdepan dari instansi pemerintah dalam hal ketenagakerjaan , terkesan tutup mata dari persoalan yang dihadapi buruh saat ini. Padahal setiap habis masa kontrak kerja atau kontrak kerja baru bagi buruh, perusahaan pemberi kerja melaporkan hal ini kepada Disnaker dalam bentuk format Wajib Lapor Ketenagakerjaan. 

Bisa ditebak, dalam proses untuk mendapatkan legalitas Wajib Lapor Ketenagakerjaan merupakan tempat terjadinya kompromi antara Pengurus Perusahaan dan Pengawas ketenagakerjaan,Disnaker.

Terpaksa Harus Menerima

Kepasrahan Lena, dalam menerima sistem kerja kontrak/outsourcing bukanlah 'pasrah' atas keikhlasan hati tapi karena ketidak-mengertian dan keterpaksaan. Bukan hanya Lena seorang tapi ribuan buruh telah terjebak dalam kukungan hukum yang tidak memihak dan cenderung sengaja dikondisikan oleh dua kekuatan, pengusaha dan penguasa. Baik disadari atau tidak tapi inilah fakta, sebuah fenomena ketidak-adilan dalam tatanan hukum perburuhan saat ini. 

Kondisi seperti ini telah banyak melahirkan dampak lain yang harus diterima oleh buruh. Angkatan kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan, telah ikut andil dalam melanggengkan sistem kerja kontrak/outsourcing. Dalam benak Lena dan tidak tertutup kemungkinan buruh yang lainnya juga,akan terus berpegang pada prinsip 'yang penting kerja'.

Belum lagi kebijakan pemerintah terhadap kenaikan Tarif Dasar Listrik dipertengahan tahun 2010, dampaknya adalah sejumlah perusahaan telah siap-siap untuk mem-PHK buruhnya.Artinya hal ini akan menambah daftar jumlah pengangguran.

Sulitnya lapangan pekerjaan, juga dimanfaatkan oleh para calo tenaga kerja, tepatnya adalah preman yang mempunyai hubungan dengan oknum orang-orang perusahaan baik langsung maupun tidak  dengan memungut sejumlah uang kepada para pelamar kerja. Para calo ini mudah dikenali, karena hampir setiap hari mereka nongkrong didepan pabrik. Penampilan mereka juga beragam, ada yang berpakaian seperti layaknya staf pabrik, ada yang berpakaian seperti pegawai kelurahan, ada yang memang tampangnya preman dengan rambut sedikt gondrong ( biasanya mengaku keamanan luar ) dan bahkan ada yang tampangnya seperti ustadz yang selalu mengenakan peci.

Sekali lagi, bukan hal yang baru bagi pelamar kerja mengeluarkan sejumlah uang kepada calo; baik kepada oknum aparat pemerintah, perusahaan dan preman. Tapi ini selalu ditempuh oleh para pelamar kerja walau tidak sedikit diantara mereka yang tertipu. Mereka hanya ingin mendapatkan kerja yang semestinya memang hak mereka untuk mendapatkannya tanpa harus membeli pekerjaan itu.

Peran Pemerintah 
Dan Wakil Rakyat

Sampai kapan kondisi buruk ini berubah kearah perbaikan? Sampai  kapan Lena dan kawan-kawan buruh yang lain mampu bertahan dalam kukungan hukum yang tidak memihak mereka? 

Pemerintah dan wakil rakyat semestinya mampu menangkap dengan cermat segala aspirasi rakyat khususnya dalam hal ini adalah buruh. Bukan hanya sekadar mengumbar janji saat pemilu. Kehidupan buruh perlu perbaikan yang tidak hanya berkutat pada persoalan upah murah. Jaminan sosial, pendidikan dan kesehatan bagi buruh dan keluarganya. Dan yang terpenting adalah kepastian hukum yang memihak dan berkeadilan bagi semua.

Lena dan kawan-kawan buruh kontrak/outsourcing yang lain menunggu peran pemerintah dan wakil rakyat untuk segera memperbaiki kondisi yang kurang menguntungkan mereka ini. Lena ingin tidur nyenyak dan bermimpi indah tanpa digelayuti kecemasan esok hari masih kerja atau tidak.***

Jumat, 16 Juli 2010

Peringatan Isro dan Mi'roj Nabi Muhammad saw


Gybran bersama jama'ah Masjid At-Taqwa

Anakku, Gybran, khusu' mendengarkan ceramah peringatan Isro dan Mi'roj
Nabi Muhammad saw yang disampaikan oleh penceramah Ust, Syaeful Bachri Ketua MUI Kec. Jayanti, Tangerang di Masjid At-Taqwa Taman Cikande 10 Juli 2010. Sebagai muslim, saat ini saya merasa prihatin dengan berbagai macam Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) yang kalau saya perhatikan hanya baru sebatas seremonial belaka. PHBI seperti tidak memberikan efek positif bagi muslim yang memperingatinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena muslim kemudian harus memperingati PHBI.....?

Kalau dasarnya hanya ini, PHBI apapun tidak akan memberikan dampak atau perubahan-perubahan positif terhadap perilaku kehidupan pribadi terlebih masyarakat umum. Merebaknya perbuatan maksiat; korupsi, pelacuran, vidio porno, terorisme dan seabrek-abrek perbuatan maksiat lainnya adalah bukti dari ketidak-beresan dalam mengamalkan ajaran agama yang sebenarnya.

Semoga anakku, Gybran, mampu menangkap makna dari peringatan Isro dan Mi'roj yang ia dengarkan dari penceramah dan mengamalkannya.

Kamis, 15 Juli 2010

Kenapa Terdiam?


















Kenapa Terdiam?
Oleh: Abu Gtbran

Kamis malam
jutaan mulut membaca firman-Mu
di rumah-rumah-Mu
suaranya gemuruh riuh mendengung
seperti pasukan lebah
Musik setan pun terhenti
sekarat dipojok warung remang-remang
menggelepar di istana-istana para pendusta
Sesaat terdiam lunglai
tidak mati, hanya terdiam...!!


Kamis malam
jutaan mulut selesai membaca firman-Mu
dimensi kalbu kosong tak terisi
firman-Mu tak satupun berlabuh
berlalu tanpa makna apa-apa


Padahal belum kering lidah berucap;
"Afalam takuunuu ta'qiluun.........?" (Apakah kalian tidak berpikir?)
dimensi kalbu memang nyata tak terisi


Sekadar membaca?
Ya,....firman-Mu hanya untuk menakut-nakuti setan
padahal jika dibaca dan diamalkan dengan penuh keikhlasan
Musik setan terhenti dan mati
warung remang-remang berubah wajah sholeh
istana-istana para pendusta berubah wajah kejujuran


Sekadar bacaan?
Ya,.....firman-Mu hanya untuk menutupi kemunafikan


Setan berpesta tujuh hari tujuh malam sepanjang waktu
Kebodohan adalah syair kehidupan
Egois dan kebencian adalah panglima
sepasukan setan
sulit dikalahkan walau tanpa baju zirah sekalipun


Astaghfirallah,.........
Kenapa terdiam saat diajak berpikir?
Kitab suci dan alam semesta mengajak berdiskusi
"Iqra".....(bacalah) dan amalkan. ***

Rabu, 14 Juli 2010

Perkataan Gelas dan Piring


Oleh: Abu Gybran

















Pecahkan saja gelas dan piring
jika sudah bosan mendengar bunyi denting
saat dicuci atau;
Banting saja cermin
jika sudah bosan melihat wajah sendiri
saat duduk atau berdiri menatap
Padahal,
bunyi denting gelas dan piring
adalah perkataan yang sulit dimengerti
Wajah sendiri adalah sebuah lukisan tergantung
masa lalu dan yang akan datang
penuh misteri
Memang,
kenapa harus bingung?
Kalau begitu; bercerminlah pada sisi gelap
bayangan sendiri
Seperti dongeng bunda menjelang tidur
menggunakan tangan menangkap
bayang-bayang
Kita tersenyum pulas tertidur
Puas?........
Puas atas dongeng bunda atau;
Puas atas kebodohan sendiri?
Entahlah, tapi bukankah inipun cerita?
Seperti perkataan gelas dan piring dan lukisan wajah tergantung
Benar,
dan itulah hidup!!!...***

(Tangerang, 14 Juli 2010)



Sabtu, 26 Juni 2010

Kaligrafi Islam

Pesona Kaligrafi Islam 
Dan Keunikannya
Oleh: Abu Gybran















'Waman lam yaj'alillahu lahuu 
nuuron famaa lahuu min nuurin"
Barang siapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah, 
maka tidaklah dia mempunyai cahaya sedikitpun
 (An-Nuur:40)
 
 

























Kaligrafi Islam yang saya tulis ini menggunakan tinta emas. Menulis kaligrafi islam dengan media porselen mempunyai keunikan dan keindahan tersendiri. Porselen yang sudah dikenal dan dikembangkan ribuan tahun yang lalu, dengan warna putihnya mampu mengeluarkan cahaya sehingga tulisan terkesan jelas dan indah. Proses pembuatannya juga cukup unik, porselen dibakar dengan suhu 1300 'c.***

Jumat, 18 Juni 2010

Ke-Indonesia-an


Aku dan Batik

Salah satu bukti kecintaanku pada tanah air adalah mencintai budaya dan produk dalam negeri. Ngantor hari Jum'at, seperti kurang pas tanpa mengenakan pakaian batik. "Ha,ha,ha,....biar tidak kalah oleh pejabat".


Rabu, 16 Juni 2010

Selasa, 08 Juni 2010

Cerpen: Getirnya Ranjang Pengantinku

Oleh: Abu Gybran


Cerpen ini terinspirasi dari perjalanan hidup seorang teman Buruh Migran Indonesia yang bekerja di Taiwan.


Udara cukup terik saat aku tiba dikampung halaman dari rantau yang cukup jauh bagi seorang perempuan muda seperti aku, Brunei Darussalam. Ditingkahi kicau burung gereja, desir angin yang meniup dedaunan akasia yang ada disamping rumah, seakan ikut menyambutku. Bekerja di sebuah restaurant China, sebenarnya bukan sebuah pilihan hidupku. Tapi keadaanlah yang memaksa aku untuk memilih profesi ini. Di kampungku, Blitar bagian selatan, kehidupan keluargaku tidaklah tergolong keluarga yang berkecukupan, ditambah sulitnya lapangan kerja yang membuat aku nekad kerja di negeri orang. Ya,.....walau hanya sebagai tukang cuci piring. Orang tuaku bilang aku kerja ngebabu.

Aku terharu melihat keluargaku yang begitu gembira menyambut kedatanganku, terlebih kedua orang tuaku. Aku menangis haru, saat ibu dan kakakku, Lastri, memelukku erat. Kerinduan yang membuncah terbalas sudah. Kebahagian yang sulit aku lukiskan. Terima kasih, Tuhan, syukurku berulang-ulang, membatin.

Ibu menatapiku terus. Seperti ada sesuatu yang dicarinya dari anggota badanku. Tapi sesaat kemudian aku melihat senyum yang mengembang disudut bibirnya yang terus dirambah usia.

"Kamu sehat, En", ucapnya masih penuh selidik. Walau sesekali dia masih memperhatikan tangan dan kakiku. Kasih sayangnya terasa menyejukan.

"Enha sehat, baik, berkat doa ibu, bapak dan semua keluarga", terangku.
"Tapi badan kamu agak kurus, En", sela kakaku, Lastri.
"Lha, itu sih dari dulu", sergah bapak. Semuanya tertawa dan aku hanya tersipu.

Ach,....lengkap rasanya kebahagiaanku. Ya,...aku ingin mereka bahagia. Dan aku tidak akan bercerita betapa beratnya pekerjaanku. Aku tidak ingin mereka tahu, betapa sakitnya dicaci-maki majikan lantaran sebuah piring pecah saat dicuci. Bagiku, ini adalah resiko pekerjaan.

Sebenarnya aku pulang -disamping kontrak kerjaku selama dua tahun habis- bukan hanya rindu keluarga, tapi aku ingin membuktikan sebuah janji dari seorang yang sering membuat aku bermimpi. Dan aku sudah berencana untuk tidak memperpanjang kontrak kerjaku. Semua ini aku lakukan hanya ingin mewujudkan mimpiku; hidup bersama orang yang telah lama kurindui. Sudah sekian lama aku menunggu pembuktian dari janjinya. Sebuah janji yang telah membuat darahku berdesir. Ya...janji dari seorang pujaan hati yang selama ini keberadaannya aku rahasiakan dari keluarga.

Sabastian,.......ya, dialah yang membuat hidupku bersemangat untuk menjalaninya, indah dan penuh warna. Tutur katanya telah meluluhlantakan sendi-sendi tulang dan mampu melumerkan kebekuan hatiku. Dia pernah berjanji akan melamarku sepulangnya aku dari Brunai. Walau dipisahkan jarak, dia memang sering menelphonku. Terkadang mendengar suaranya saja, persaanku seperti melayang. Saat rindu memburu kalbu, aku seperti gila. Ach,....betapa aku mencintainya sepenuh jiwa. Bagiku dia adalah separuh napasku. Aku merasakan cinta memang tidak mengenal jarak dan di mana.

"En, jika kau sudah di Blitar, aku akan segera melamarmu", ucapannya yang selalu terngiang ditelingaku. Aku ingin segera berada disisinya, bukan lagi pacar tetapi sebagai isterinya. Harapanku memang terkadang melampaui tingginya bintang. Terlebih aku merasa usiaku sudah tergolong tidak muda lagi untuk ukuran seorang gadis desa, 28 tahun.

Satu minggu dari kepulanganku, ada kecemasan menggantung dalam benakku. Kenapa Sabastian tidak kunjung menemuiku? Padahal aku sudah menunggunya dengan segala harap. Kenapa pesanku melalui SMS tidak dijawabnya? Kecemasanku makin menjadi-jadi seiring waktu yang terus bergulir dan menggerus semua impianku. Aku merasakan waktu seperti telah menguburku dalam sekali. Mulutku tak sempat lagi berkata-kata apa lagi berteriak memanggil namanya. Melalui pesan singkat yang aku terima, Sabastian, kekasih yang aku puja itu bertutur tentang apa yang tengah dihadapinya saat itu. Ketidak-berdayaannya terhadap keinginan kedua orang tuanya telah membuatnya mengambil keputusan yang teramat menyakitkanku. Dia memutuskan aku karena dia tidak mampu menolak perjodohan dari orang tuanya.

"Maafkan aku, En. Aku tidak bisa menolak keinginan orang tuaku yang telah menjodohkanku dengan gadis lain. Tapi percayalah, En, dihatiku yang paling dalam hanya ada kamu. Aku terima segala kebencianmu padaku. Aku sungguh terpaksa mengambil keputusan yang menyakitkan ini. Aku berharap, kau dapat melupakanku. Anggap saja aku telah tiada. Selamat tinggal En....."

Seperti halilintar yang menggelegar di siang hari. Aku terhempas di antara karang-karang terjal. Sakit dan menyakitkan. Penuh luka dan berdarah-darah. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Segalanya telah menjadi gelap dan tertutup.

"Kamu sakit, dik?" tanya kakaku suatu hari. Sebenarnya aku sudah berusaha menyembunyikan kegetiran perjalanan cintaku ini. Aku tidak mau melibatkan keluarga, terlebih terhadap orang tuaku. Tapi rupanya kakaku memperhatikan perubahan yang memang nampak jelas dari raut wajahku. Kecerianku telah lenyap digerus keangkuhan. Bahkan terkadang aku membatin atas ketidakmengertianku terhadap perjalanan cintaku ini; kenapa masih ada persoalan Siti Nurbaya? Aku tidak mengerti jawabannya. Di mana sebagian orang sekarang tengah menikmati kebebasan, aku malah merasakan hasrat dan cintaku terbelenggu. Harapanku hancur berantakan karena sebuah keangkuhan yang sama sekali tidak memahami betapa besar dan sucinya cintaku.

"Aku ada masalah, mbak", suara ku parau. Aku terpaksa bercerita dengan perasaan berat.
"Boleh mbak tahu?"

Aku diam sejenak. Sepertinya berat sekali, lidah seperti terkunci. Kutatap wajah kakaku perlahan. Dia menunggu jawabanku dengan penuh perhatian dan sayang. Aku berusaha tenang saat dia bertanya untuk kali kedua. Aku menarik napas dalam sekali.

"Mbak, tahu 'kan Sabastian yang pernah aku ceritakan sama mbak dulu?" tanyaku lirih.
"Ya, mbak ingat. Pacarmu itu 'kan?"
"Ya".
"Kenapa dia dik?"

Aku terdiam sejenak. Sesekali tanganku memainkan ujung baju. Aku merunduk, bahkan terkadang menengadah. Sulit rasanya menerima kegetiran ini. Tak pernah terbayangkan sama sekali sebelumnya. Kebahagian yang sempat aku reguk, terhapus dan hilang begitu saja. Seperti mimpi indah yang hilang diujung pagi. Embun tak lagi menyejukan hati. Semuanya telah berubah dan menjauh dengan menyisakan kegetiran yang menyesakkan.

"Mbak, aku pulang bukan hanya kangen dengan semua keluarga. Tapi ada hal yang lain. Sesuatu yang ingin aku buktikan yaitu janjinya Sabastian yang akan melamarku........." suaraku terputus karena terpotong ucapan kakaku.

"Lha, kalau persoalannya hanya itu kenapa kamu sedih, dik? Takut ngomong sama bapak dan ibu? Biar nanti mbak yang nyampein. Kalau mbak,.....mbak sangat setuju. Syukur dech, kalau begitu. Kapan Sabastian mau datang kesini ngelamar kamu?" Ungkap kakaku penuh semangat.

Kakaku menatapku, ada senyum tipis di sudut bibirnya. Dia memegang pundakku perlahan dan meminta agar aku menceritakan semuanya. Dengan sesekali aku mengusap air mata yang tak terbendung lagi, semuanya aku ceritakan dari awal perkenalanku dengan Sabastian di Brunai Darussalam hingga menjalin kasih. Bahkan kamipun pulang bersama-sama untuk acara tunangan. Satupun tidak ada yang tercecer, semuanya aku ceritakan sampai di mana saat Sabastian berjanji untuk menikahiku secepatnya.

"Sekarang dia sudah menikah beberapa hari yang lalu, mbak. Dia sudah dijodohkan dengan gadis lain pilihan orang tuanya". Aku menangis dalam rangkulan kakaku. Kakaku merangkul dan sesekali mengusap-usap rambutku yang tergerai panjang. Ada bisikikan lembut yang aku dengar keluar dari mulutnya perlahan. Bisikan yang setidaknya dapat menyejukan hatiku. Kakaku meminta agar aku tetap bersabar dan menerima persoalan ini dengan besar hati. Tidak termehek-mehek, karena jodoh merupakan ketentuan sang Maha Pencipta.

Waktu terus berputar seiring dengan perjalanan hidupku. Perjalan hidup yang aku sendiri masih bingung untuk berbuat apa. Tapi aku tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan. Akhirnya tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk kerja kembali ke luar negeri. Tujuanku kali ini adalah negara Taiwan. Aku daftar pada salah satu agen perusahaan penyalur jasa tenaga kerja di Jakarta. Aku sengaja memilih agen di Jakarta, karena aku tidak mau orang lain termasuk Sabastian tahu aku pergi kemana. Aku ingin membuang masa lalu yang menyakitkan itu jauh-jauh.

Dengan bermodal bahasa mandarin yang pas-pasan, akhirnya aku diberangkatkan ke Taiwan. Pekerjaanku adalah pembantu rumah tangga. Aku ditempatkan di Tainan City selatan dari ibu kota Taipe, pada keluarga yang aku panggil tuan Fenghu. Memasuki kali pertama rumah ini, aku seperti merasa tidak nyaman. Sebenarnya aku ingin menepis perasaan ini, tapi batinku seakan membisikan sesuatu agar aku berhati-hati.

Firasatku benar, tidak perlu menunggu terlalu lama kerja pada keluarga tuan Fenghu. Sebenarnya aku mencoba untuk bertahan atas perlakuan nyonya Fenghu yang menurutku sudah di luar batas. Bukan hanya mulutnya yang cerewet dan judes saat mencaci-maki aku lantaran telat menyiapkan sarapan pagi, bukan hanya satu atau dua kali dia menjambak rambutku sekuat-kuatnya. Kalau sudah begini, aku cuma bisa menangis, ya,.....menangis.

Yang lebih menyakitkan lagi adalah perlakuan tuan Fenghu, aku pernah dipaksanya untuk melayani napsu bejatnya ketika dia mabuk akibat pengaruh minuman keras. Malam itu hampir saja aku kehilangan kesucianku. Aku melawan dan aku dapat meyelamatkan diri. Tapi aku harus keluar dari rumah itu karena tuan Fenghu mengusirku malam itu juga. Dalam kebingungan aku menyusuri jalan, aku tidak tahu aku harus kemana? Malam yang sangat kelam........

Beruntung aku masih punya teman yang bisa kuhubungi dan menyelamatkanku dari segala macam kebingungan. Esok harinya aku melapor ke agen PJTKI yang menyalurkan aku. Aku sangat bersyukur karena setelah kejadian itu aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Aku ditempatkan pada keluarga yang aku anggap sangat baik, hingga sekarang aku bekerja di keluarga tuan Ko, aku biasa memanggilnya.

***

Saat aku pulang ke Blitar, setelah dua tahun aku kerja di Taiwan dan masa kontrakku habis, kehidupanku sudah kembali normal. Aku sudah dapat melupakan kegetiran hidup yang pernah aku alami. Bayang-bayang Sabastian, walau kuakui belum sepenuhnya hilang, tapi aku sudah dapat menepisnya.

Dalam ketenangan batin yang kembali berirama, aku dipertemukan dengan seorang lelaki melalui teman sekolahku dulu, Marni. Perkenalanku dengan Sunarto, seorang duda, yang usianya jauh di atasku berjalan apa adanya. Bahkan ketika dia bermaksud melamarku, aku tidak merasakan sesuatu yang membuat getar-getar hati. Biasa saja. Aku menghargai niatnya untuk menikahiku. Jujur saja ada pertimbangan lain saat dia benar-benar menikahiku dan aku menerimanya sebagai suamiku, karena aku tidak mau melihat kecemasan orang tuaku. Ya, kecemasan orang tuaku yang dapat aku tangkap karena usiaku yang terus bertambah. Mereka seperti cemas andai aku menjadi perawan tua. Sebuah pernikahan yang aku sendiri gamang untuk menjalaninya. Entahlah.........

Kegamangan itu aku rasakan pada malam pertama; aku tidak menemukan kehangatan pada ranjang pengantinku. Getirnya ranjang pengantinku, dingin dan tak bereaksi saat suamiku menjamahku dengan penuh birahi. Kalau saja aku tidak memahami kewajiban seorang isteri, aku ingin sekali menolaknya. Duh, kenapa aku ini? Kemana ketenangan batin yang sempat kunikmati? Dimana kebahagiaan yang semestinya kureguk pada malam pertamaku? Kegamanganku telah mengalahkan segalanya. Dinginnya hati membuat batinku menangis, maafkan aku suamiku.

Waktu seperti roda yang terus berputar meninggalkan aku jauh. Aku terus berusaha menggapai, membangun kembali puing-puing yang sempat tercecer dan terserak. Aku ingin membangunnya bersama suamiku. Tapi kenapa berat sekali? Padahal aku sudah berusaha seikhlas mungkin menjadi isterinya.

Selama menjadi isterinya, sampai usia perkawinan empat bulan, aku belum pernah sepeserpun mendapatkan nafkah lahir darinya. Biaya hidup berumah tangga nyaris menggunakan sisa tabunganku yang terus menipis. Suamiku lebih banyak diam saat aku minta uang buat belanja dapur.

"Kamu 'kan tahu dari dulu, kalau aku belum dapat kerjaan".
"Tapi, mas, hidup 'kan perlu biaya".
"Sudah, pakai saja tabunganmu dulu, nanti aku ganti".

Sampai tabunganku habis, suamiku belum juga kerja. Terlintas di benakku untuk kembali kerja ke Taiwan. Aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk mendapatkan nafkah dari suami. Aku tidak mau bergantung pada jawaban suami yang belum pasti. Harus sampai kapan aku menanti? Penantian yang teramat panjang kian menjuntai dan melelahkan. Bukan hanya persoalan ini saja yang aku hadapi, rumah tanggaku pun yang baru seumur jagung dirundung ketidak-pastian. Entahlah, suamiku berusaha menjauhiku.

Akhirnya untuk kali yang kedua, aku kembali berangkat ke Taiwan. Aku merasakan sesuatu yang ganjil dalam diriku, tidak ada perasaan berat ketika harus meninggalkan suamiku. Tidak ada air mata. Tidak ada tangis saat aku melambaikan tangan perpisahan. Aku pergi untuk mencari sesuatu yang dapat membuat aku tersenyum. Kebahagian yang lama kunanti dan kuimpikan. Aku menyadari waktu memang tidak bisa mundur kebelakang. Aku harus memulainya dari awal kembali. Harapanku cuma satu, hikmah yang bisa kupetik dari perjalanan yang telah kujalani. Aku yakin masih ada setitik cahaya yang dapat menyinariku. Akan kunanti sampai matahari terbit esok hari. ***


*Cerita ini seperti yang dituturkan oleh Enha Patria, sampai sekarang dia masih bekerja sebagai buruh migran di Taiwan.

Selasa, 25 Mei 2010

MENCARI TITIK TEMU DUA KUTUB BERBEDA


Tinjauan dua sistem pemerintahan,
Demokrasi Barat dan Khilafah Islamiyah
Oleh: Abu Gybran


Demokrasi
D
emokrasi (democracy) merupakan satu sistem politik dan sosial yang timbul di Barat. Sistem ini berasal dari peradaban Yunani kuno yang kemudian pengembangannya dilakukan oleh kebangkitan Barat modern dan kontemporer. Demokrasi telah membangun serta mengikat hubungan antar individu masyarakat dan negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip persamaan antar negara. Dalam sistem ini rakyat merupakan sumber kekuasaan dan sumber hukum, sehingga rakyat dengan keikut sertaanya di dalam pengembangan demokrasi ini bebas dalam membuat aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan secara umum melalui wakilnya.

Kekuasaan rakyat menurut pandangan sistem demokrasi, baik langsung maupun tidak langsung adalah sepenuhnya milik rakyat dan melalui rakyat pula untuk mencapai kedaulatan rakyat, tujuan-tujuannya serta segala kepentingan-kepentingannya. Dalam hal ini kita bisa melihat, bahwa kekuasaan seluruhnya mutlak milik rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Pandangan ini pertama sekali diperkenalkan oleh filsafat Yunani kuno, Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa Tuhan telah menciptakan alam kemudian dibiarkan berjalan, beradaptasi dengan tabiat dan hukum-hukum alam itu sendiri tanpa campur atau pengawasan Tuhan. Artinya bahwa sistem demokrasi secara sadar telah memisahkan antara urusan dunia dengan prinsip-prinsip agama.

Dalam kekinian, putaran roda pemerintahan, sistem perwakilan merupakan perangkat yang cukup ideal menjadi penyambung bagi demokrasi tidak langsung. Sedangkan peran serta tugas-tugas kekuasaan legeslatif adalah mengawasi dan meminta pertanggung-jawaban kekuasaan eksekutif yang telah ditentukan dan dipilih oleh rakyat melalui voting. Sehingga dengan demikian tujuan-tujuan demokrasi yang dicita-citakan rakyat bisa terwujud.

Lantas bagaimana dengan prinsip islam? Apakah sistem ini bisa diterima, ditolak, atau diterima tapi dengan beberapa catatan? Pertanyaan semacam ini sangat penting dan dapat dipastikan muncul dikemudian hari. Sebab bagi muslim sendiri tidak semuanya dapat menerima sistem demokrasi ini terlebih bagi mereka yang anti terhadap pola-pola barat.

Kalau kita kaji secara mendalam, bahwa prinsip didalam Islam tidak selalu menutup terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar, juga tidak selalu dapat menerima tanpa memahami terlebih dulu dan melakukan ijtihad.

Sebenarnya prinsip-prinsip demokrasi kalaupun ada perbedaan dengan prinsip-prinsip agama, dalam beberapa hal terdapat persamaan. Karena keduanya berkembang atas pengamalan manusia yang disesuaikan dengan kecerdasan berpikir, kebiasaan dan pengalaman termasuk didalam ber-ijtihad.

Ijtihad sebenarnya bentuk dari pemikiran dalam rangka pendekatan terhadap perubahan-perubahan asing yang masuk. Artinya ada upaya pendekatan untuk mencari titik temu persamaan. Hanya - disadari atau tidak - konsepnya sering menyimpang dari konsep yang telah digariskan oleh syar'i. Sebab dalam kekinian, banyak ditemukan sebuah pemikiran bahwa demokrasi sama dengan syura di dalam islam. Menurut saya, kalaupun ini disebut ijtihad atau hanya sebuah pendekatan untuk mencari titik persamaan, pemikiran ini telah menyimpang dari konsep ilahiah. Untuk mengetahui secara rinci, hal ini bisa diurai untuk mencari kejelasannya, apakah sama demokrasi dengan syura?

Ditinjau dari perangkat jalan dan sistem yang dapat mengarahkan pada pencapaian tujuan antara demokrasi dan syura, sebenarnya keduanya merupakan sebuah pengalaman emperik manusia yang perkembangannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dr. Muhammad 'Imarah dalam bukunya, Perang Terminologi Islam Versus Barat, menulis bahwa pengalaman yang diperoleh demokrasi dalam perkembangan peradaban Barat, kemudian melahirkan sistem perwakilan serta pewakilan melalui pemilihan, adalah pengalaman yang sarat dengan aset manusia. Diawal perkembangan islam, sistem perwakilan dan pewakilan ini ada dalam perangkat bae'at. Pengalaman inilah sebagai pendekatan titik temu antara keduanya, demokrasi dan syura islam.

Sementara titik pisahnya adalah demokrasi memandang bahwa kekuasaan dan kedaulatan adalah hak mutlak milik rakyat baik secara terbuka ataupun diserahkan kepada yang mewakili. Artinya bahwa kedaulatan dan kekuasaan negara adalah hak wewenang manusia sepenuhnya didalam pengaturannya tanpa campur tangan Tuhan. Batas-batas pemisahan kewenangan manusia dan Tuhan ini, dalam perkembangan Barat yang sekular dapat ditemukan pula dalam prinsip-prinsip Injil: "Hak kaisar untuk kaisar dan hak Tuhan untuk Tuhan".

Khilafah Islamiyah
Syura, didalam sistem Khilafah Islamiyah memandang bahwa kedaulatan hukum pada prinsipnya adalah hak wewenang Allah yang termanisfestasikan didalam syari'ah, buatan Allah, bukan hasil dari upaya manusia dan bukan karena proses atau pemberian alam. Sedangkan manusia dalam pembuatan hukum (kekuasaan legislatif) hanya berhak menjabarkan, merumuskan, mengembangkan, merinci prinsip-prinsip umumnya dengan tetap berpijak diatas hukum syari'ah ilahiah. Sedangkan ijtihad, sebagai kewenangan manusia didalam memecahkan persoalan-persoalan yang tidak atau belum didapat dalam ketetapan hukum syari'ah, tetap harus tunduk pada kerangka syari'ah. Kenapa? Karena hanya Allah-lah sebagai pemilik otoritas hukum. Sedangkan kedudukan manusia hanya sebagai orang yang memahami hukum.

Firman Allah; "Hanya milik-Nya hak menciptakan dan memerintah". (Al-A'raaf:54)

Dalam hal ini nampak jelas bahwa Allah tidak hanya sebatas pada penciptaan, tetapi juga memerintah yang tercermin di dalam syari'ah-Nya yang diturunkan kepada manusia agar dijadikan kerangka atau pedoman hidup. Dan Allah memerintahkan kepada manusia sebagai makhluk yang mengerti hukum untuk selalu berpegang kepada pedoman dalam hidupnya.

Fiman-Nya: "Dan berpegang teguhlah kalian kepada -hukum-hukum- Allah seraya berjama'ah, dan janganlah kalian berpecahbelah". (Ali Imran: 103)

Berkait dengan pemerintahan Khilafah Islamiyah, kedudukan khalifah bukanlah penguasa bumi melainkan seseorang yang membawa amanat kekhalifahan dari Penguasa langit dan bumi. Seorang khalifah dipilih dan disepakati - dengan kriteria yang ditentukan syar'i - oleh beberapa orang yang mewakili kepentingan rakyat (semacam formatur) melalui perangkat bae'at. Perangkat bae'at memuat ketentuan-ketentuan ikatan janji yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh khalifah dan umat dibawah tuntunan syare'ah.

Firman Allah: "Taatlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin diantara kamu". (An-Nisa: 59)

Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang ber-bae'at kepadamu, sesungguhnya mereka ber-bae'at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka. (Al-Fath: 10)

Dalam ungkapan Muhammad Abduh (1849-1905) : "Manusia adalah seorang hamba bagi Allah sendiri dan penguasa atas segala sesutu setelah Dia".

Bahkan dalam sisi yang lain, islam telah masuk lebih jauh mengenai kedudukan manusia sebagai khalifah secara keseluruhan. Manusia bebas, berkemampuan, berkehendak dan berkesanggupan dalam kapasitasnya sebagai khalifah yang Maha Kuasa untuk menentukan jalan hidupnya. Apapun yang dilakukan manusia dalam perkembangannya selama masih dalam koridor syar'i, merupakan manisfestasi dari sebuah ketaatan. Dan Ke-khilafahan merupakan tuntutan syar'i yang harus ditegakan dalam sistem pemerintahan islam secara menyeluruh.

Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk ber'amar ma'ruf dan nahi munkar, perintah ini tidak akan tegak kecuali dengan kekuatan berjama'ah dan ke-khalifahan. Maka jika sesuatu bergantung kepada perkara ini; artinya adalah wajib.

Penutup
Demokrasi dan Khilafah Islamiyah, merupakan dua kutub yang berbeda. Dalam pekembangan keduanya terletak pada kewenangan manusia dengan segala kecerdasannya. Tidak berlebihan juga jika ada upaya-upaya manusia untuk menyandingkan keduanya sebagai bentuk pilihan dalam tatanan kehidupan. Karena memang keduanya mempunyai tujuan yakni keteraturan.

Pendekatan - persamaan - sistem pemerintahan demokrasi dan khilafah islamiyah terletak pada sistem perwakilan dan pewakilan dalam menjalankan roda pemerintahan. Perkembangan keduanya merupakan sebuah pengalaman emperik manusia yang terus berkembang. Dan titik temu yang paling mendekati adalah keinginan pencapaian tujuan dalam keteraturan.

Pemisah - perbedaan - kedua sistem ini teletak pada prinsip dasar dan pada sistem pengangkatan seorang pemimpin sebagai orang yang mewakili rakyat dalam menata keteraturan.

Dalam sistem- prinsip dasar - demokrasi; (1) Kedaulatan dan kekuasaan mutlak milik rakyat. Seorang pemimpin dipilih oleh rakyat - guna menjalankan kekuasaan - baik langsung atau tidak langsung melalui voting pemilu. (2) Seorang pemimpin yang terpilih, sebagai mengemban amanat rakyat; menata keteraturan menuju pencapaian kesejahteraan duniawi tanpa melibatkan campur tangan Tuhan (agama). "Hak kaisar untuk kaisar dan hak Tuhan untuk Tuhan" (3) Kebebasan dalam segala hal dengan batasan-batasan hukum dari hasil pemikiran yang disesuaikan dengan tuntutan situasi dan kondisi (artinya sistem ini mempunyai keterbatasan-disesuaikan dengan situasi dan kondisi bergantung pada selera)

Dalam sistem - prinsip dasar - khilafah islamiyah; (1) Kedaulatan dan kekuasaan hak mutlak milik Allah. Manusia hanya faqih, yang memahami hukum. Perkembangan, pemahaman dan ber-ijtihad merupakan kewenangan manusia dengan tetap perpijak kepada syaria'h sebagai pedoman. (2) Seorang khalifah dipilih dan disepakati berdasar kepada kriteria syar'i melalui perangkat bae'at. (3) Seorang khalifah mengemban amanat Allah; menata keteraturan menuju pencapaian kesejahteraan dunia dan akherat berdasarkan syari'ah. "Tangan Allah diatas tangan mereka". (4) Kebebasan dalam segala hal dengan batasan-batasan syaria'h.

===================================

Sumber bacaa:

1. Perang Terminologi; Islam versus Barat, Dr. Muhammad 'Imarah
2. Tarjamah Al-Qur'an, Departemen Agama RI.
3. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw, KH. Moenawar Chalil
4. Berbagai Sumber............