Kamis, 25 Desember 2014

1/2 Gelas Kopi Pahit

Oleh: Abu Gybran

















Tinggal separuh, 1/2 gelas kopi pahit
tersisa tanpa tahu harus diminum atau tidak, atau dibiarkan saja
sampai dingin.
Kopi terakhir, esok entahlah.......

Pahit, bukan hanya kopi tanpa gula itu
Semuanya terasa pahit, mati rasa
Lumpuh setelah lepasnya baju zirah pelindung
Satu persatu hilang dalam genggaman entah kemana

1/2 gelas kopi pahit menyingkap tabir
betapa hancurnya jelang kesudahan dari sebuah perjalanan
Tanpa warna
Menghitam daun dan bunga tanpa embun bergelayut
padahal pagi begitu dingin

Menafsirkan tiap tarikan napas
selagi masih tersisa jatah hidup dan mata belum tertutup
Betapa semuanya telah meninggalkan jauh
Tak mungkin waktu mengulang
di hadapan hanya tersisa 1/2 gelas kopi pahit
pun masih bingung mau diapakan?
Membiarkannya dingin sendirian adalah kesia-siaan
Tapi, bersediakah kau menemaniku menghabiskan 1/2 gelas kopi pahit?
Ia adalah separuh dari napasku.


(Tangerang, 25 Desember 2014)

Selasa, 23 Desember 2014

104 Perusahaan Mengajukan Penangguhan UMK 2015

Oleh: Abu Gybran

Serang, (22/12) 
Ribuan buruh dari Tangerang Raya kembali berdemo di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) dalam upaya mendesak revisi besaran UMK 2015. Dalam pantauan saya, demo buruh kali ini tidak diikuti oleh seluruh federasi serikat buruh yang ada di Provinsi Banten. Sehingga demo buruh kali ini terasa sedikit hambar dan tentu daya 'gedornya' kurang menghentak. Padahal jika saja demo ini dilakukan serentak oleh buruh yang ada di Banten, tentu perhatian pemerintah akan besar pula. Atau paling tidak akan menjadi perhatian serius dari pemerintah terkait utamanya adalah dari Plt. Gubernur Banten, Rano Karno.

Kepala Disnakertrans Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina, mengatakan bahwa sudah ada 104 perusahaan yang tersebar di Provinsi Banten telah mengajukan penangguhan besaran UMK 2015. Dari 104 perusahaan di antaranya 53 perusahaan dari Kabupaten Tangerang, 33 dari Kota Tangerang, 12 perusahaan dari Kabupaten Serang, 5 perusahaan dari Kota Tangsel dan 1 perusahaan dari Kota Cilegon. Jumlah buruh yang bekerja di 104 perusahaan sebanyak 47.383 orang dan yang telah menyetujui penangguhan UMK 2015 sebanyak 38.937 buruh.

Sebagaimana kita ketahui syarat penangguhan UMK oleh perusahaan harus pula disetujui oleh buruh yang bekerja di dalamnya. Dalam hal ini tentu yang menandatangani persetujuan penangguhan adalah perwakilan buruh. Bandingkan 38.937 buruh telah menyetujui penangguhan UMK 2015 dengan hanya 1000-an buruh yang melakukan demo menuntut revisi besaran UMK 2015. Bukan hanya daya 'gedornya' yang berkurang tingkat respons pemerintah pastinya akan berkurang.

Saya berpikir bolak-balik, apa ya, sebanyak 38.937 buruh benar-benar menyetujui penangguhan UMK 2015? Atau hanya rekayasa pengusaha dengan beberapa buruh yang 'berselingkuh' dengan pengusaha dengan meng-atas-namakan perwakilan buruh?

Baik, sekarang kita abaikan dulu data penangguhan UMK 2015 yang telah masuk ke Disnakertrans Provinsi Banten. Sekarang kita kembali pada aksi yang tengah dilakukan oleh para pejuang buruh hari ini. ALTAR tidak ada matinya, gemanya tetap menyentak. "Kita upayakan revisi itu. Jangan sampai aksi kita kali ini pulang tanpa hasil. Bahkan jika aksi kita hari ini tanpa hasil sekalipun, harus ada tindak lanjut berikutnya kawan-kawan. Kita bukan piknik datang ke sini. Kita ini pejuang. Kita bukan pecundang," kata salah seorang orator di Mobil Komando.

Perhatikan kalimat terakhirnya, KITA BUKAN PECUNDANG. Ya, buruh bukan pecundang. Buruh bukan penitip nasib. Jika merasa buruh dan jika merasa hak upah belum menyentuh standar layak; KENAPA HARUS BERDIAM DIRI DIBALIK TEMBOK PABRIK?

(Kawan, saat saya menulis aksi ini, saat-saat kita mau bubar pulang). Pulang saya naik Angkot. Di perjalanan pulang itu waktu sudah merayapi senja. Sepanjang jalan dari Pakupatan hingga Cikande, sepanjang itu pula banyak pabrik-pabrik besar berjejer. Saya melihat banyak kawan-kawan kita keluar pabrik, pulang. Ya, kita sama-sama pulang, kawan........***

*Choki Shak Hidayat dan Papih Ocid , gambarnya saya pinjam....hehehehe..

Senin, 15 Desember 2014

Catatan Tentang Kita

Oleh: Abu Gybran

















Sampai di mana kita bicara? Aku lupa mencatatnya
Bahwa tiap denyut nadi adalah sejarah, tiap kata adalah sejarah
dan tiap langkah adalah sejarah. Hitam dan putih adalah warna sejarah
Atas dan bawah adalah putaran hidup yang menyejarah
Kita adalah bagian dari sejarah

Kenapa harus sembunyi dari rasa salah? Pengkhianatan itu selalu ada
Suka atau tidak kita pernah berkhianat. Bahkan mengkhianati Tuhan
Menghujat Tuhan karena kebodohan kita, saat kita merasa tidak disatukan
dalam ikatan yang kita sebut jodoh.

Kejahiliyahan kita adalah menganggap Tuhan itu ada ketika kita berada di atas
dan Tuhan itu tidak ada saat kita berada di bawah

Sudahlah, mari kita berdamai
Aku tidak takut untuk mencatatkan perjalanan kita yang hanya separuh jalan itu
Bahwa tidak menyatunya kita adalah jalan Tuhan
Bukan berkhianat ketika kau memilih jalanmu sendiri
dan kau tinggalkan aku di jalan yang lain
Jalan yang pernah kita pilih untuk kita tapaki hingga batas akhirnya

Mengumpulkan kembali yang tercecer dalam satu catatan
Menyakitkan, tapi itulah sejarah
Catatan tentang kita.

(Tangerang, 15 Desember 2014)

Kamis, 04 Desember 2014

PNS Disayang, Buruh Ditendang

Oleh: Abu Gybran

Pemprov DKI Jakarta melalui Gubernurnya, Ahok, akan memberikan gaji 12 juta per bulan pada pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan terendah. Menurutnya rencana ini akan diterapkan apabila nantinya sistem kerja fungsional telah diterapkan. Pada tahap awal, mekanisme kerja fungsional akan diterapkan di kantor pelayanan terpadu satu pintu di tingkat kantor kelurahan, kecamatan dan wali kota. (Kompas, 3/12)  

Luar biasa, begitu perhatiannya pemerintah pada PNS ini. Bahkan jauh hari pemerintah sudah berencana di tahun 2015 yang tinggal menyisakan beberapa hari kedepan ini akan menggelontorkan anggaran sebesar 6 triliun untuk kenaikan gaji pokok dan tunjangan uang makan bagi PNS. 

Secara pribadi, saya tidak ada masalah dengan rencana pemerintah tersebut, lagi pula kalau pinjam istilah presiden kita, pak Jokowi, itu Bukan Urusan Saya. Hanya saja, saya ingin menyampaikan pada pemerintah bahwa rakyat Indonesia yang perlu perhatian itu bukan hanya PNS, tapi ada petani ada nelayan bahkan ada buruh yang saat ini sedang berjuang untuk mendapatkan upah layak sebesar 3,2 juta yang jauh lebih rendah dari gaji PNS golongan rendah sekalipun.

Buruh untuk mendapatkan upah layak harus demo terlebih dahulu dan tidak cukup sekali. Kalau buruh belum menutup jalan tol, pemerintah seolah cuek bebek saja. Yang lebih memprihatinkan lagi, Menaker bahkan lebih berpihak pada pengusaha ketimbang pada buruh. Menurutnya, belum lama ini, bahwa tuntutan buruh atas besaran upah layak 3,2 juta tidak realistis. Gubernur DKI, Ahok, juga menyarankan pada buruh di Jakarta yang menginginkan upah lebih dari 3,2 juta agar pindah saja dari Jakarta.

PNS disayang, Buruh ditendang. Ungkapan ini barangkali sangat pas sebagai gambaran betapa pemerintah begitu perhatiannya pada PNS, sementara pada buruh selalu dianggap bikin rusuh. Padahal buruh adalah rakyat yang paling taat membayar pajak pada negara. Siapa yang selama ini sering mengemplang uang pajak negara? Bukan buruh. Siapa yang sering tertangkap KPK karena memiliki rekening gendut? Bukan buruh. Siapa yang sering keluyuran di Mall pada jam kerja? Bukan buruh. ***

Selasa, 02 Desember 2014

Menaker Tak Memahami Ketenagakerjaan?

Oleh: Abu Gybran

Benar adanya; Jika amanat (jabatan) diberikan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. 

Dalam catatan saya kali ini, saya tidak sedang mengancam agar sepak terjang Menaker yang baru seumur jagung ini segera menemui kehancurannya. Hanya sangat disayangkan pernyataannya terhadap kenaikan upah buruh seakan lebih berpihak pada pengusaha ketimbang buruh yang semestinya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Dalam acara pertemuan dengan Apindo di Kuningan, Senin 1 Desember 2014, dalam pembukaannya Menaker, Hanif Dakhiri berpendapat bahwa penetapan upah di Indonesia cenderung tidak seimbang, menurutnya, penuntutan hanya dibebankan pada pengusaha saja, namun tidak ada tuntutan untuk prodiktivitas kerja. Menaker juga berpendapat bahwa selama ini tuntutan upah yang diajukan pekerja atau buruh tidak realistis. Dia membandingkan upah minimum buruh lebih besar ketimbang upah minimum PNS golongan 3A.

Saya tidak tahu apa yang sedang berkecamuk dalam pemikiran pak Menaker, apa karena baru jadi menteri atau memang tidak memahami soal seluk beluk ketenagakerjaan. Tapi dia merasa dituntut untuk tampil menyelesaikan persoalan upah yang dia sendiri belum memahami sepenuhnya. Sehingga cara bicaranya pun cenderung asal jeplak.

Menurutnya yang acap kali menimbulkan masalah adalah regulasi yang mengatur kenaikan upah tiap tahun, sebab regulasi ini tidak menuntut produktivitas tenaga kerja. Lanjutnya, UMP harus naik tiap tahun, tapi produktivitas pekerja bervariasi.

Dalam peneropongan saya, pak Menaker sepertinya sudah merasa tidak nyaman dengan aturan atau regulasi yang mengatur kenaikan upah tiap tahun. Barangkali ini hasil bisikan dari Menteri Perindustrian, Saleh Husin, yang mengusulkan metode penetapan besaran UMP dilakukan 5 tahun sekali.

Saya ingin sampaikan pada pak Menaker, bahwa soal tuntutan produktivitas tenaga kerja itu ada aturan mainnya tersendiri. Bahkan ada kalanya sistem peningkatan produktivitas buruh itu ada dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) karena hal ini merupakan salah satu komponen dalam penilaian untuk membedakan besaran upah buruh/pekerja. Sebenarnya kalau saja pak Menaker jeli, sebenarnya hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003.

Seyogyanya pak Menaker lebih memperhatikan nasib buruh, sebab buruh berada pada posisi yang selalu dipojokan. Terutama dalam aksi-aksi menuntut kenaikan upah, seperti kata pak Menteri; tuntutan buruh itu tidak realistis. Ini bukti bahwa posisi buruh selalu dipojokan.***