Sabtu, 24 Agustus 2013

Bagi Buruh, Upah Bukan Berarti Segalanya

Oleh: Abu Gybran

Judul tulisan saya ini barangkali tidak populer, bahkan mungkin terkesan 'menyepelekan' kebutuhan pokok buruh yakni upah. Dalam tulisan ini saya hanya ingin berbagi dengan siapa saja yang menghendaki perubahan dalam menata hidup untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman sehingga sampai pada tujuan; bahagia. Ini mengenai pengalaman saya ketika saya menjabat HRD & GA (Human Resources Development & General Affair) atau pengembangan SDM ditempat saya kerja hingga saat ini. Walau saat sekarang ini saya sudah tidak lagi menjabat HRD & GA, tapi setidaknya banyak pengalaman positif yang bisa saya petik sehingga cara berpikir saya lebih luas saat menghadapi permasalahan perburuhan. (hehehehe....kedengarannya sedikit agak lebay)

Saya ingin bicara sejauh mana buruh betah bekerja disuatu perusahaan. Apa saja sih yang membuat buruh atau pekerja betah dan nyaman dalam bekerja? Saya yakin buruh akan menjawab langsung, yaitu upah yang layak. Kalau jawabannya benar hanya upah yang layak yang membuat buruh betah dan nyaman bekerja; tapi faktanya banyak perusahaan yang buruhnya keluar masuk. Ya, keluar masuk padahal buruh sudah mendapatkan upah yang layak. Dalam hal ini saya tidak ingin mengatakan bahwa upah layak itu tidak penting tapi disamping itu ada hal lain yang membuat buruh betah dan nyaman bekerja. (sory bro, bukan menggurui)

Saya berani mengatakan bahwa buruh bisa setia pada perusahaan bergantung bagaimana perusahaan dan pimpinan atau atasan memperlakukan buruhnya. Artinya untuk mendapatkan kenyamanan kerja yang membuat buruh betah dan setia pada perusahaan, buruh tak selalu membutuhkan uang yang didapat. Hal ini yang sering dilupakan oleh para pimpinan atau atasan terhadap buruhnya. Bahkan kadang yang membuat saya merasa miris, atasan gak mau tahu; pokoknya buruh atau pekerja harus mendapatkan hasil kerja sesuai target yang telah ditentukan. Menurut saya instruksi semacam ini sungguh sangat menyeramkan.

Disamping upah yang layak, setidaknya ada 4 hal yang harus diperhatikan oleh pengurus perusahaan. Bahkan 4 hal ini jarang sekali menjadi tuntutan buruh ketika melakukan aksi atau demo terhadap perusahaan.

Pertama adalah komunikasi
Saya tidak habis pikir bagaimana seorang pimpinan bisa melakukan kerja sama dengan bawahanya tapi jarang melakukan komunikasi. Pastinya akan sulit membangun hubungan yang baik untuk saling mempercayai. Melakukan komunikasi yang cukup dengan bawahan terutama mengenai keterkaitan dengan pekerjaan, setidaknya buruh akan merasakan bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting diperusahaan.

Tidak akan mengurangi kewibawaan pimpinan ketika berbicara dengan jujur dan terbuka pada bawahannya selama masih dalam koridor manajemen. Hal kecil saja, saat menyapa, menegur dan berdiskusi dengan buruh dengan cara yang elegan dan sopan serta tidak mengedepankan power jabatan bahwa saya adalah atasan, maka buruh akan 'terbeli' hatinya. (ada lho bro, seorang pimpinan kalau diskusi sama bawahanya gak mau ngalah, padahal salah....hehehe).Yang harus disadari oleh pimpinan adalah setinggi apapun posisi jabatan bahwa pekerjaan bawahan berkaitan dengan kepentingan pekerjaannya.

Kedua adalah konsistensi
Tidak sedikit buruh yang berhenti di perusahaan karena dirinya merasa disepelekan. Walaupun hal ini tidak diungkapkan pada atasannya. Artinya buruh tidak mendapatkan perhatian yang baik dilingkungan perusahaannya. Sehingga buruh merasa sendiri ditengah-tengah kesibukan produksi. Kalau situasinya seperti ini, siapa sih yang betah bekerja?

Tidak konsisten-nya pimpinan dalam membuat instruksi pekerjaan kepada buruhnya, sering berubah-rubah, maka hal seperti ini akan membuat buruh menjadi kurang percaya diri. Buruh akan merasa bahwa pekerjaanya selalu dianggap salah. Padahal yang salah adalah instruksi pimpinan yang tidak konsisten. Sikap konsisten pimpinan akan ditiru oleh bawahannya. 

Ketiga adalah peluang
Penting artinya ketika pimpinan perusahaan memberikan peluang kerja besar kepada buruhnya. Beda jauh ketika pimpinan memberikan peluang kerja besar dengan hanya janji kosong (omdo,emang enak dikibulin? hehehehe). Ketika pimpinan berusaha menaikkan kinerja bawahannya dengan janji-janji posisi jabatan yang bakal didapat, yakinlah bahwa hal ini tidak akan berhasil. Sebab bawahanpun bisa menilai kesungguhan serta komitmen pimpinan. Pimpinan yang bijak adalah tidak pelit terhadap ilmu dan tidak takut jabatannya bakal digantikan oleh bawahannya. Sehingga dalam prakteknya buruh senantiasa diberikan kepercayaan untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dalam bimbingannya. Buruh tidak dibiarkan sendiri ketika menghadapi masalah yang timbul.

Memberikan peluang kerja yang besar secara merata kepada buruh merupakan hal yang tepat. Setidaknya kedepan pengurus perusahaan akan bisa melihat siapa saja yang bisa memanfaatkan peluang yang telah diberikan.

Sosok HRD yang baik
HRD yang baik adalah yang senantiasa memperhatikan kinerja, kredibilitas dan masalah yang dialami buruhnya. Sebab kepemimpinan HRD merupakan garda terdepan bagi sebuah perusahaan. Harus turun kebawah bukan cuma duduk dikantor yang ber-AC dengan pura-pura sibuk. Saya berani mengatakan hal ini karena memang faktanya yang saya tahu demikian. Saya tahu dari teman-teman buruh di perusahaan-perusahaan yang lain, yang mengatakan bahwa jarang sekali seorang HRD yang turun kebawah untuk mengatasi berbagai masalah buruh yang timbul. Padahal ini adalah tugas pokoknya.

Harus menjadi catatan bahwa banyaknya buruh yang tidak betah sehingga memilih untuk berhenti bekerja, itu dikarenakan kepemimpinan HRD yang buruk. 

Kesimpulan
Terakhir saya ingin menyimpulkan bahwa pengurus perusahaan yang baik adalah yang memiliki semua sikap yang menyenangkan bagi buruhnya. Komunikatif, konsisten dan mampu memberikan peluang kerja yang besar secara merata dan kompenten dalam mengelola buruh didalamnya.   

Saya yakin jika hal ini dilakukan dengan tepat oleh semua pengurus perusahaan, maka akan tercipta suasan kerja yang nyaman dan tentunya buruh pun akan merasa betah untuk terus bekerja. Jika demikian untuk mendapatkan kenyamanan dalam ruang lingkup kerja tidak melulu tertumpu pada besaran upah. Upah adalah pokok tapi bukan berarti segalanya.***    .            

Tidak ada komentar: