Sabtu, 15 September 2012

Cerber : HITAM PUTIH SUMIRAH (4)

Petaka Malam Hitam
Oleh: Abu Gybran

Sebelum Sumirah meneruskan ceritanya, Ibas memesan minuman air mineral pada Sumirah. Dan tanpa berpikir panjang, Sumirah langsung bangkit berjalan mengambil dua botol kemasan kecil dari lemari pendingin, yang letaknya agak jauh dari tempat duduk Ibas. Kesempatan sesaat itu digunakan Ibas untuk menumpahkan minuman bir ke tong sampah didekatnya. "Alhamdulillah, aku terselamatkan untuk tidak meminum minuman setan ini," ungkap hatinya bersyukur.

Dan yang membuatnya merasa lebih lega, kini dia tidak nampak seperti orang asing karena di mejanya ada sebotol minuman bir yang sudah kosong. Setidaknya para pengunjung yang lain beranggapan bahwa Ibas bagian dari mereka. Sebab akan terlihat ganjil di mata mereka terlebih oleh pemilik warung, datang ke warung pojok kalau cuma ngobrol saja dengan pelayan. Bahkan bisa dicurigai sebagai petugas keamanan dan ketertiban yang menjadi musuh bagi para pemilik warung remang-remang.

Ibas menyaksikan kehidupan malam itu seperti berada di dunia lain. Kehidupan yang samasekali belum pernah dilihatnya. Dia hanya pernah mendengar dari cerita orang-orang. Sementara bagi para pengunjung adalah hal biasa atau boleh dikatakan kurang pas kalau minum-minum tidak sampai mabuk.atau mengajak para pelayan yang merangkap pelacur itu main esek-esek di kamar sempit yang letaknya dibelakang warung atau keluar cari penginapan lain.

"Minumannya, kang," kata Sumirah sambil menyodorkan sebotol minuman mineral yang dipesan Ibas. Tanpa mikir dua kali dia langsung meneguk minumannya karena memang tenggorokkannya sudah terasa kering. Hampir satu jam dia menahan haus. Itu karena dia tidak mau memotong cerita Sumirah. Ya, karena keterbatasan waktu yang diberikan si Mamih itu hanya tiga jam saja. Jika lebih dari waktu yang ditentukan, dia harus bayar uang tambahan lagi.

"Mirah, berapa lama kamu jadi pembantu di rumahnya tuan Kiem Lian itu?" Ibas bertanya dengan pertanyaan baru.

"Hanya dua tahun, kang."

"Dua tahun?"

"Ya, lebih satu bulan kalau gak salah. Aku sudah tak ingat lagi, kang."

"Kenapa berhenti kerja?"

Sumirah terdiam beberapa saat. Dia berusaha mengingat-ingat kembali kejadian yang telah menimpanya. Kejadian yang sebenarnya ingin dia lupakan. Sebuah peristiwa yang teramat pahit untuk diingat. Petaka malam hitam dimana dia tak mampu mempertahankan kesuciannya. Kesucian dirinya telah dirampas paksa oleh tuan majikannya. Sesekali Sumirah menelan air liurnya. Dia berusaha menenangkan dirinya yang mulai gemetaran karena amarah. Tenggorokkannya mendadak kering. Tatapannya kosong. Lidahnya menjadi kelu. Sepertinya dia sangat membenci peristiwa itu. Dengan terbata sambil berusaha menahan tangis, dia melanjutkan ceritanya itu.

Dalam penuturannya; saat itu tengah malam, karena didera rasa lelah yang teramat sangat, Sumirah tertidur tanpa mengunci pintu kamarnya terlebih dahulu. Pintu kamarnya bahkan tidak tertutup rapat. Kebetulan malam itu tidak seperti biasanya, tuan majikannya malah masih nonton televisi diruangan tengah. Tuan majikannya memang hoby nonton sepak bola. Waktu tuan majikannya mau mengambil air minum ke ruangan dapur, dia melihat pintu kamar Sumirah yang tidak tertutup rapat. Karena udara malam saat itu cukup dingin, hatinya tergerak untuk menutup pintu kamar Sumirah agar udara dingin tidak masuk. Lewat celah pintu yang sedikit terbuka, sepintas dia melihat Sumirah yang tertidur pulas tanpa selimut. Dia tertegun, hatinya terusik, penasaran karena melihat posisi tidur Sumirah yang kaki kirinya menggantung ditepi ranjang. Saat itu niat baiknya mulai dikalahkan oleh bisikkan setan. Dalam tidurnya, Sumirah tidak tahu kalau malam itu petaka tengah merayap perlahan menghampirinya. Setan benar-benar telah merasuki jiwa tuan majikannya. Sumirah telah kehilangan sesuatu yang dijaganya, kesucian.

"Malam itu aku benar-benar telah kehilangan," ungkapnya hampir tak terdengar. Sumirah terdiam. Dia seakan tak sanggup lagi untuk menceritakan kisahnya. Dia menatap Ibas yang serius mendengarkan ceritanya. Ibas menarik napas panjang seakan dia pun larut dalam kesedihan yang dialami oleh Sumirah.

"Sudahlah, Mirah. Jika kau tak sanggup, jangan kau teruskan. Tapi.....apakah setelah kejadian itu kau tidak melaporkan ulah majikanmu ke Polisi?"

"Tidak, kang. Aku takut, lagi pula aku masih butuh pekerjaan. Tuan majikanku mengancam akan memecatku kalau aku buka mulut."

Ibas berusaha memahami keadaan Sumirah. Seorang gadis lugu yang tentu saja tidak memahami seluk-beluk hukum dan dia lebih memilih untuk diam. Karena dia beranggapan kejadian yang menimpanya merupakan aib yang tidak boleh diceritakan pada siapa pun. Dia berusaha menutupinya sendiri. Dia tidak sanggup membayangkan betapa malunya jika orang lain tahu tentang aib yang menimpanya itu.

Dirinya mencoba untuk terus bertahan dan bersabar untuk terus bekerja menjadi pembantu pada majikannya itu. Harapannya hanya satu; semoga kejadian yang menjijikan itu tidak terulang kembali.

Namun dalam perjalanannya, harapannya itu tidak berjalan seperti apa yang diingininya. Bahkan teramat jauh menyimpang dari apa yang diharapkannya. Aib yang berusaha dia tutupi telah benar-benar menenggelamkannya. Tuan majikannya telah mengulang perbuatan yang sama berkali-kali. Yang menyakitkan hatinya adalah ternyata nyonya majikannya tahu apa yang dilakukan suaminya terhadap Sumirah, namun dia tidak mampu untuk menolong Sumirah. Nyonya Kiem Lian hanya terdiam, bahkan lebih cenderung membiarkan suaminya meniduri Sumirah karena dia merasa sudah tak mampu lagi memberikan kesenangan biologis pada suaminya itu.

"Suatu malam, aku kabur dari rumah majikan saat mereka tidur. Aku sudah tidak tahan untuk terus-terusan menjadi budak sek tuan Kiem Lian," ungkapnya dengan hati yang telah luluh-lantak. Menurutnya saat dalam pelariannya, dia tidak tahu mau kemana. Yang terpenting adalah jauh dari rumah majikannya itu. Dia hanya mengikuti langkah kakinya. Dia ingin membuang bayang-bayang wajah majikannya yang teramat nyinyir itu. Laki-laki biadab yang telah merampas kehormatan dirinya.

Dengan menumpang kendaraan ojek, malam itu Sumirah pergi jauh meninggalkan rumah majikannya. Tidak ada yang tahu dia mau kemana. Hanya malam yang mengiringinya. (Bersambung) ***

Tidak ada komentar: