Minggu, 01 September 2013

Caleg Serba Dadakkan

Oleh: Abu Gybran

Sepanjang jalan Raya Serang antara Cikande sampai Balaraja, setiap kita melintas mata kita akan disuguhi di kiri dan kanan jalan banyaknya spanduk-spanduk atau baliho Calon Angota Legislatif (caleg) untuk tahun 2014 yang diusung oleh sejumlah partai politik. Semerawut, sebab spanduk atau baliho terkesan dipasang asal tanpa mempertimbangkan tata ruang. 

Namun dalam catatan saya ini, saya tidak ingin menyoroti kesemerawutan pemasangan spanduk-spanduk itu. Terusterang saya terkesan dengan penampilan gambar-gambar para caleg tersebut. Mereka tampil anggun, kharismatik dan religius. Dengan tulisan kata-kata santun sekaligus sebagai perkenalan dan ajakan tentunya agar rakyat tidak lupa untuk memilih mereka.

Ngedadak religius
Atau barangkali tepatnya adalah religius dadakkan. Coba saja perhatikan; yang pria tak lupa mengenakan kopiah hitam atau sorban. Bagi yang wanita mengenakan kerudung atau pakaian hijab dengan senyum (yang diusahakan) semanis mungkin. Tulisan yang menyertai pun beragam "Selamat Hari Raya Idul Fitri." misalnya,dan kata-kata yang lain yang berkaitan dengan perayaan hari besar agama. Tampil agamis demi pencitraan walau cuma dadakkan.

Saya kira apapun akan dilakukan oleh mereka sebab tujuan mereka adalah agar mereka bisa dikenal oleh para calon pemilih dan mendapatkan suara sebanyak mungkin. Bahkan tidak sedikit pula diantara mereka yang rutin mengadakan pengajian mingguan untuk jama'ah umum di masjid atau ditempat lain (padahal sebelum nyaleg, jangankan bikin acara pengajian datang kepengajian di masjid saja, gak tuh....hehehehe) . Alasan mereka kegiatan seperti ini tidak akan disorot oleh Panwaslu sebagai 'nyuri' star kampanye; "ini murni ibadah," kilah mereka.

Ngedadak aktivis
Tepatnya aktivis dadakkan. Saya melihat caleg ini dari kalangan buruh. Unik memang, ketika sebelum diusung menjadi caleg, perannya dalam perburuhan nyaris tak terdengar. Tapi menjadi lain ketika nyaleg. Setiap ada event perburuhan mereka tampil atau ditampilkan dengan orasi vokalnya membela kaum buruh. Aneh juga sih, selama ini mereka kemana?

Karena tidak disiapkan, wajar saja jika caleg dari kaum buruh selalu gagal untuk mendapatkan suara pemilih seperti pemilu sebelumnya. Ironisnya dari kalangan buruh sendiri tidak memilih mereka? Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran politik bagi kaum buruh masih jauh dari harapan. Pentingnya kaderisasi bagi para penggiat perburuhan jika ingin mendapatkan kursi di parlemen. Tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Caleg serba dadakkan
Kembali kepada pembahasan pokok catatan saya ini. Bahwa pandangan saya terhadap gempuran spanduk-spanduk serta baliho para caleg menunjukkan kepada kita betapa mereka berusaha 'memaksa' kita untuk mengenali mereka. Padahal idealnya seharusnya mereka yang berusaha untuk mengenali siapa yang bakal menjadi pemilihnya. Sebab jika terpilih mereka akan menjadi wakil rakyat yang menyuarakan kepentingan rakyat. Itu artinya mereka harus kenal terlebih dahulu dengan rakyat yang memberikan hak suaranya setidaknya yang berada pada Dapil-nya. 

Bagi saya, sosok pemimpin itu disiapkan. Bukan pemimpin dadakkan atau wakil rakyat dadakkan. Jika hal ini yang terjadi, maka hasilnya pun akan serba dadakkan. Ramai diawal sepi dipertengahan dan diakhirnya. Dan rakyat yang memilih dilupakan.***  
.   

Tidak ada komentar: