Kamis, 21 Agustus 2014

Tembang Tembang Sumirah

Oleh: Abu Gybran











Rona jingga di ujung cakrawala
Gelak tawa mulut-mulut para pendusta
Melukis warna senja jingga
Tertunduk wajah-wajah kusam penuh beban
Menorehkan tinta hitam di sudut bibir malam
Tak ada lagi air mata penghantar doa
Asa lenyap ditelan buana

Adalah Sumirah tertelungkup di atas ranjang
Ranjang tak bertulang
Seribu hari berharap dan seribu doa terucap
Sungguh, dia tak sanggup lagi bertanya; kenapa?
Desah tembang menebar rindu
Seribu rindu yang terbelenggu

(diteang hayang pateupang
geus lawas urang paanggang
ngolebat siga ngalangkang
hate anu pinuh kuhariwang)

Batu hitam di ujung senja temaram
Dikeramaian, tak nampak atau tak terlihat
Saat kuda-kuda betina menebar syahwat
Dan para pendusta menguras keringat
Terkapar sekarat
Kenikmatan berbingkai maksiat
Sesat, lantas tak memikat
Pendusta minggat

Tak ingat, sungguh; demi malam yang menghitam
Cerita apa yang telah dipanggungkan
Sumirah hanyalah korban dari ketidak-adilan
Para pendusta
Luluh lantak asa tersisa berkata;
Dia merindu kedamaian
Ada yang ditunggu lewat tembang senja tersisa

(iraha urang ngajadi
geus paheut pasini janji
micinta panutan ati
anjeun nu dianti, nu dianti)

Malam menghitam, senja berlalu
Rindu tertumpuk di atas batu-batu
Dan kian membatu
Menggambar kecemasan di langit-langit kamar
Sebab janji adalah barang rongsokkan
Kesetiaan seperti kutu busuk di lipatan kasur
Cinta hanya sebatas wanginya tubuh pelacur

Iblis menari di pojok kamar
Gelak tawa setan di balik pintu
Tembang Sumirah kian mengambang
Kemana pujaan?

(beurang jeung peuting  teu ngenah cicing
hate geugeut iwal anjeun ngahariring
cimata nu jadi saksi
batin ceurik kunalangsa)

Demi malam yang menghitam
Sumirah tidak pernah tahu
Minggu lalu pujaannya telah mati kaku
Mati..............!!??
Ya, mati. Ditembak bandit sewaktu ikut berdemontrasi
Dor..!!! Peluru tajam menghujam dan membungkam
Demokrasi telah mati
Iblis dan setan berpesta di sudut-sudut malam
Dan tembang Sumirah perlahan karam
Dalam kesunyian mematikan

(duh angin, duh pang nepangkeun
harewos hate nu kangen
ka deudeuh ka tersna ati
anjeun nu dianti, nu dianti)

Sumirah tersungkur dan akhirnya pun mati

(Tangerang, 16 Agustus 2003)   
   

Tidak ada komentar: