Selasa, 25 Mei 2010

MENCARI TITIK TEMU DUA KUTUB BERBEDA


Tinjauan dua sistem pemerintahan,
Demokrasi Barat dan Khilafah Islamiyah
Oleh: Abu Gybran


Demokrasi
D
emokrasi (democracy) merupakan satu sistem politik dan sosial yang timbul di Barat. Sistem ini berasal dari peradaban Yunani kuno yang kemudian pengembangannya dilakukan oleh kebangkitan Barat modern dan kontemporer. Demokrasi telah membangun serta mengikat hubungan antar individu masyarakat dan negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip persamaan antar negara. Dalam sistem ini rakyat merupakan sumber kekuasaan dan sumber hukum, sehingga rakyat dengan keikut sertaanya di dalam pengembangan demokrasi ini bebas dalam membuat aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan secara umum melalui wakilnya.

Kekuasaan rakyat menurut pandangan sistem demokrasi, baik langsung maupun tidak langsung adalah sepenuhnya milik rakyat dan melalui rakyat pula untuk mencapai kedaulatan rakyat, tujuan-tujuannya serta segala kepentingan-kepentingannya. Dalam hal ini kita bisa melihat, bahwa kekuasaan seluruhnya mutlak milik rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Pandangan ini pertama sekali diperkenalkan oleh filsafat Yunani kuno, Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa Tuhan telah menciptakan alam kemudian dibiarkan berjalan, beradaptasi dengan tabiat dan hukum-hukum alam itu sendiri tanpa campur atau pengawasan Tuhan. Artinya bahwa sistem demokrasi secara sadar telah memisahkan antara urusan dunia dengan prinsip-prinsip agama.

Dalam kekinian, putaran roda pemerintahan, sistem perwakilan merupakan perangkat yang cukup ideal menjadi penyambung bagi demokrasi tidak langsung. Sedangkan peran serta tugas-tugas kekuasaan legeslatif adalah mengawasi dan meminta pertanggung-jawaban kekuasaan eksekutif yang telah ditentukan dan dipilih oleh rakyat melalui voting. Sehingga dengan demikian tujuan-tujuan demokrasi yang dicita-citakan rakyat bisa terwujud.

Lantas bagaimana dengan prinsip islam? Apakah sistem ini bisa diterima, ditolak, atau diterima tapi dengan beberapa catatan? Pertanyaan semacam ini sangat penting dan dapat dipastikan muncul dikemudian hari. Sebab bagi muslim sendiri tidak semuanya dapat menerima sistem demokrasi ini terlebih bagi mereka yang anti terhadap pola-pola barat.

Kalau kita kaji secara mendalam, bahwa prinsip didalam Islam tidak selalu menutup terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar, juga tidak selalu dapat menerima tanpa memahami terlebih dulu dan melakukan ijtihad.

Sebenarnya prinsip-prinsip demokrasi kalaupun ada perbedaan dengan prinsip-prinsip agama, dalam beberapa hal terdapat persamaan. Karena keduanya berkembang atas pengamalan manusia yang disesuaikan dengan kecerdasan berpikir, kebiasaan dan pengalaman termasuk didalam ber-ijtihad.

Ijtihad sebenarnya bentuk dari pemikiran dalam rangka pendekatan terhadap perubahan-perubahan asing yang masuk. Artinya ada upaya pendekatan untuk mencari titik temu persamaan. Hanya - disadari atau tidak - konsepnya sering menyimpang dari konsep yang telah digariskan oleh syar'i. Sebab dalam kekinian, banyak ditemukan sebuah pemikiran bahwa demokrasi sama dengan syura di dalam islam. Menurut saya, kalaupun ini disebut ijtihad atau hanya sebuah pendekatan untuk mencari titik persamaan, pemikiran ini telah menyimpang dari konsep ilahiah. Untuk mengetahui secara rinci, hal ini bisa diurai untuk mencari kejelasannya, apakah sama demokrasi dengan syura?

Ditinjau dari perangkat jalan dan sistem yang dapat mengarahkan pada pencapaian tujuan antara demokrasi dan syura, sebenarnya keduanya merupakan sebuah pengalaman emperik manusia yang perkembangannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dr. Muhammad 'Imarah dalam bukunya, Perang Terminologi Islam Versus Barat, menulis bahwa pengalaman yang diperoleh demokrasi dalam perkembangan peradaban Barat, kemudian melahirkan sistem perwakilan serta pewakilan melalui pemilihan, adalah pengalaman yang sarat dengan aset manusia. Diawal perkembangan islam, sistem perwakilan dan pewakilan ini ada dalam perangkat bae'at. Pengalaman inilah sebagai pendekatan titik temu antara keduanya, demokrasi dan syura islam.

Sementara titik pisahnya adalah demokrasi memandang bahwa kekuasaan dan kedaulatan adalah hak mutlak milik rakyat baik secara terbuka ataupun diserahkan kepada yang mewakili. Artinya bahwa kedaulatan dan kekuasaan negara adalah hak wewenang manusia sepenuhnya didalam pengaturannya tanpa campur tangan Tuhan. Batas-batas pemisahan kewenangan manusia dan Tuhan ini, dalam perkembangan Barat yang sekular dapat ditemukan pula dalam prinsip-prinsip Injil: "Hak kaisar untuk kaisar dan hak Tuhan untuk Tuhan".

Khilafah Islamiyah
Syura, didalam sistem Khilafah Islamiyah memandang bahwa kedaulatan hukum pada prinsipnya adalah hak wewenang Allah yang termanisfestasikan didalam syari'ah, buatan Allah, bukan hasil dari upaya manusia dan bukan karena proses atau pemberian alam. Sedangkan manusia dalam pembuatan hukum (kekuasaan legislatif) hanya berhak menjabarkan, merumuskan, mengembangkan, merinci prinsip-prinsip umumnya dengan tetap berpijak diatas hukum syari'ah ilahiah. Sedangkan ijtihad, sebagai kewenangan manusia didalam memecahkan persoalan-persoalan yang tidak atau belum didapat dalam ketetapan hukum syari'ah, tetap harus tunduk pada kerangka syari'ah. Kenapa? Karena hanya Allah-lah sebagai pemilik otoritas hukum. Sedangkan kedudukan manusia hanya sebagai orang yang memahami hukum.

Firman Allah; "Hanya milik-Nya hak menciptakan dan memerintah". (Al-A'raaf:54)

Dalam hal ini nampak jelas bahwa Allah tidak hanya sebatas pada penciptaan, tetapi juga memerintah yang tercermin di dalam syari'ah-Nya yang diturunkan kepada manusia agar dijadikan kerangka atau pedoman hidup. Dan Allah memerintahkan kepada manusia sebagai makhluk yang mengerti hukum untuk selalu berpegang kepada pedoman dalam hidupnya.

Fiman-Nya: "Dan berpegang teguhlah kalian kepada -hukum-hukum- Allah seraya berjama'ah, dan janganlah kalian berpecahbelah". (Ali Imran: 103)

Berkait dengan pemerintahan Khilafah Islamiyah, kedudukan khalifah bukanlah penguasa bumi melainkan seseorang yang membawa amanat kekhalifahan dari Penguasa langit dan bumi. Seorang khalifah dipilih dan disepakati - dengan kriteria yang ditentukan syar'i - oleh beberapa orang yang mewakili kepentingan rakyat (semacam formatur) melalui perangkat bae'at. Perangkat bae'at memuat ketentuan-ketentuan ikatan janji yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh khalifah dan umat dibawah tuntunan syare'ah.

Firman Allah: "Taatlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin diantara kamu". (An-Nisa: 59)

Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang ber-bae'at kepadamu, sesungguhnya mereka ber-bae'at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka. (Al-Fath: 10)

Dalam ungkapan Muhammad Abduh (1849-1905) : "Manusia adalah seorang hamba bagi Allah sendiri dan penguasa atas segala sesutu setelah Dia".

Bahkan dalam sisi yang lain, islam telah masuk lebih jauh mengenai kedudukan manusia sebagai khalifah secara keseluruhan. Manusia bebas, berkemampuan, berkehendak dan berkesanggupan dalam kapasitasnya sebagai khalifah yang Maha Kuasa untuk menentukan jalan hidupnya. Apapun yang dilakukan manusia dalam perkembangannya selama masih dalam koridor syar'i, merupakan manisfestasi dari sebuah ketaatan. Dan Ke-khilafahan merupakan tuntutan syar'i yang harus ditegakan dalam sistem pemerintahan islam secara menyeluruh.

Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk ber'amar ma'ruf dan nahi munkar, perintah ini tidak akan tegak kecuali dengan kekuatan berjama'ah dan ke-khalifahan. Maka jika sesuatu bergantung kepada perkara ini; artinya adalah wajib.

Penutup
Demokrasi dan Khilafah Islamiyah, merupakan dua kutub yang berbeda. Dalam pekembangan keduanya terletak pada kewenangan manusia dengan segala kecerdasannya. Tidak berlebihan juga jika ada upaya-upaya manusia untuk menyandingkan keduanya sebagai bentuk pilihan dalam tatanan kehidupan. Karena memang keduanya mempunyai tujuan yakni keteraturan.

Pendekatan - persamaan - sistem pemerintahan demokrasi dan khilafah islamiyah terletak pada sistem perwakilan dan pewakilan dalam menjalankan roda pemerintahan. Perkembangan keduanya merupakan sebuah pengalaman emperik manusia yang terus berkembang. Dan titik temu yang paling mendekati adalah keinginan pencapaian tujuan dalam keteraturan.

Pemisah - perbedaan - kedua sistem ini teletak pada prinsip dasar dan pada sistem pengangkatan seorang pemimpin sebagai orang yang mewakili rakyat dalam menata keteraturan.

Dalam sistem- prinsip dasar - demokrasi; (1) Kedaulatan dan kekuasaan mutlak milik rakyat. Seorang pemimpin dipilih oleh rakyat - guna menjalankan kekuasaan - baik langsung atau tidak langsung melalui voting pemilu. (2) Seorang pemimpin yang terpilih, sebagai mengemban amanat rakyat; menata keteraturan menuju pencapaian kesejahteraan duniawi tanpa melibatkan campur tangan Tuhan (agama). "Hak kaisar untuk kaisar dan hak Tuhan untuk Tuhan" (3) Kebebasan dalam segala hal dengan batasan-batasan hukum dari hasil pemikiran yang disesuaikan dengan tuntutan situasi dan kondisi (artinya sistem ini mempunyai keterbatasan-disesuaikan dengan situasi dan kondisi bergantung pada selera)

Dalam sistem - prinsip dasar - khilafah islamiyah; (1) Kedaulatan dan kekuasaan hak mutlak milik Allah. Manusia hanya faqih, yang memahami hukum. Perkembangan, pemahaman dan ber-ijtihad merupakan kewenangan manusia dengan tetap perpijak kepada syaria'h sebagai pedoman. (2) Seorang khalifah dipilih dan disepakati berdasar kepada kriteria syar'i melalui perangkat bae'at. (3) Seorang khalifah mengemban amanat Allah; menata keteraturan menuju pencapaian kesejahteraan dunia dan akherat berdasarkan syari'ah. "Tangan Allah diatas tangan mereka". (4) Kebebasan dalam segala hal dengan batasan-batasan syaria'h.

===================================

Sumber bacaa:

1. Perang Terminologi; Islam versus Barat, Dr. Muhammad 'Imarah
2. Tarjamah Al-Qur'an, Departemen Agama RI.
3. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw, KH. Moenawar Chalil
4. Berbagai Sumber............



Tidak ada komentar: