Sabtu, 03 September 2011

Beda Pendapat

MEMAKNAI 
PERBEDAAN PANDAPAT
Oleh: Abu Gybran


Menyoal perbedaan pendapat dalam disiplin ilmu apapun, bukanlah hal yang baru tapi sudah ada ketika manusia itu sendiri ada. Perkembangan ilmu pengetahuan senantiasa mengikut sertakan cara berpikir yang tentunya berbeda dalam memaknai atau menafsirkan makna yang terkandung didalamnya. Atas berbedaan pendapat inilah kemudian ilmu berkembang hingga kini. Jadi bukanlah hal yang tabu membicarakan perbedaan pendapat atau pandangan selama masih dalam kerangka demi dan untuk kemaslahatan hidup bersama.

Saya sangat tertarik dengan ungkapan Imam Syafi'i yang berkaitan dengan pendapat-pendapatnya yang sering dijadikan rujukan bagi para pengikut mazhabnya. Beliau mengatakan: "Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar".

Bahkan, dalam kerangka yang sama, Imam Ahmad bin Hambal pernah berfatwa dimana fatwanya justru bertentangan dengan apa yang pernah difatwakannya, hal ini dilakukannya demi menghormati paham-paham ulama yang lain.

Selama tidak keluar dari pokok bahasan ilmu, menghormati pendapat orang lain adalah hal yang sangat elok untuk dilakukan. Barangkali semacam ini jarang sekali kita temukan pada kehidupan saat ini. Yang ada dan seringkali ditemukan adalah memaksakan pendapat pada orang lain. Menurut saya; memaksakan pendapat pada orang lain adalah 'pemerkosaan' terhadap pokok bahasan ilmu.

Dalam menyikapi perbedaan pendapat, diperlukan kedewasaan berpikir dan bersikap, toleransi dan objektivitas yang tinggi. Dan yang terpenting adalah selalu siap menerima kebenaran dari siapapun datangnya.

Dalam pandangan Islam, perbedaan pendapat itu "halal" selama;
1. Tidak menganggap salah atau meng-kafirkan orang yang berselisih paham
2. Tidak memaksakan kehendak atau paham pada orang lain
3. Tidak mengklaim kebenaran selalu ada pada diri atau pihaknya.
4. Tidak keluar dari inti ilmu yakni Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Dalam hal ini, mari kita perhatikan ketegasan Imam Malik dalam mengomentari pendapat-pendapatnya: "Aku ini hanya manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. Maka pertimbangkanlah pendapat-pendapatku. Pendapatku yang sejalan dengan Qur'an dan Sunnah, ambilah. Sedangkan yang tidak sejalan dengan keduanya, tinggalkanlah".

Artinya kendati para ulama terdahulu saling menghormati perbedaan pendapat, mereka telah sepakat tentang kewajiban untuk selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Karena mereka menyadari pendapat dan cara berpikir memiliki keterbatasan sedangkan kebenaran yang hakiki adalah mutlak milik Allah swt.

Dua Pendapat Yang Berbeda
Menurut saya, pendapat yang baik adalah pendapat yang apabila diamalkan oleh orang lain, mampu mendatangkan nilai-nilai positif atau perubahan-perubahan yang pada gilirannya mampu mengangkat derajat manusia pada kemuliaan.

Sedangkan pendapat yang tercela adalah pendapat-pendapat yang keluar dari inti ilmu yakni Al-Qur'an dan Al-hadits. Biasanya, pendapat atau paham semacam ini sering dilontarkan secara provokatif dan menggugat. Bahkan mereka membuat tameng berlindung dibawah slogan pembaruan Islam.

Walau pada akhirnya, muara dari dua pendapat yang berbeda ini adalah terletak pada kebebasan untuk memilih antara yang baik dan salah. Saya tidak hendak menggiring anda untuk memilih salah satu diantaranya, karena saya yakin tiap kita mempunyai naluri untuk senantiasa berbuat baik. ***

Tidak ada komentar: