Selasa, 07 Februari 2012

Kenaikan UMK


Kemenangan 
Atau Bumerang Bagi Buruh?
Oleh: Abu Gybran

Akhirnya Kesepakatan Bersama tentang karut marutnya penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Tangerang Raya di tandatangani bersama oleh Apindo, Serikat Buruh dan Pemerintah Daerah provinsi Banten dalam rapat koordinasi pada tanggal 1 Februari 2012 di Kementrian Tenaga Kerja yang dipimpin oleh Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar.

Dalam Kesepakan Bersama pada butir yang ke 3 (tiga) disepakati bahwa: "Bagi perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu melaksanakan upah minimum sebagaimana Keputusan Gubernur Banten tersebut pada butir 2 (dua) dapat mengajukan penangguhan sesuai mekanisme peraturan perundangan yang ada kepada Gubernur Banten dan Gubernur mempermudah proses penangguhan tersebut".

Atas dasar Kesepakatan Bersama ini kemudian Apindo Tangerang mencabut gugatannya atas perkara No. 3/0/2012/PTUN Serang. Lagi, ini merupakan 'keberhasilan' dari tuntutan Serikat Buruh untuk kali yang ke dua.dengan mengancam menutup jalan tol Tangerang-Merak jika tuntutan mereka terhadap gugatan Apindo terkait hasil revisi Gubernur Banten tentang kenaikkan UMK/UMS tahun 2012.

Sebelumnya Serikat Buruh menuntut Guberbur Banten agar merevisi Kenaikkan UMK yang telah ditanda tangani Gubernur karena dinilai terlalu rendah. Saat itu ancaman Serikat Buruh adalah akan memboikot pelantikan Gubernu  pada 11 Januari 2012 jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Tanpa pikir dan tengok kiri-kanan, Gubernur langsung membuat kebijakan populis dengan merevisi SK No: 561/KEP.886-HUK/2011 yang sudah ditekennya dan berubah menjadi SK No: 561/KEP.1-HUK/2012-semula besaran UMK adalah Rp. 1,379,000 berubah menjadi sebesar Rp. 1,527,150. Kenaikkan UMK ini diikuti oleh kenaikkan Upah Minimum Sektoral (UMS).

Bagi Buruh,Bisa Untung Bisa Rugi
Mencermati butir 3 (tiga) pada Kesepakatan Bersama tersebut, para pengusaha masih diberi kesempatan untuk menangguhkan pelaksanaan Keputusan Gubernur jika nyata-nyata tidak mampu. Saya kira celah ini akan dimanfaatkan betul oleh para pengusaha terlebih janji Gubernur untuk mempermudah proses penangguhan ini. Kita ketahui, dari awal Apindo telah berteriak karena kenaikkan upah yang mencapai 30% ini dinilai sangat tidak masuk akal terlebih bagi perusahaan kecil dan menengah. Bahkan Ketua Apindo, Sofjan Wanandi, mengatakan bahwa kenaikkan upah ini akan menikam para pengusaha khususnya pengusaha dari Jepang dan Korea.

Pertanyaan saya; jika celah ini betul-betul dilakukan oleh para pengusaha untuk menangguhkan kenaikkan upah, lantas siapa yang akan menomboki kekurangan upah buruh tersebut? Buruh tetap saja gigit jari, karena saya yakin tidak ada yang mau bertanggung jawab. Bagi buruh, untung kalau perusahaan sanggup untuk melaksanakan kenaikkan upah tersebut. Tapi akan menjadi bumerang bagi buruh jika pengusaha merelokasi pabriknya kedaerah lain atau tutup.

Teropong Saya
Menurut pengamatan saya ada banyak hal keganjilan dalam proses kenaikkan upah buruh pada setiap tahunnya.

Pertama; buruh selalu melakukan aksi turun kejalan untuk mendapatkan upah layak. Sekalipun Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota telah menyetujui besaran upah yang kemudian diserahkan kepada Gubernur untuk di-SK-kan.

Kedua, aksi buruh dengan segala 'ancamannya'. Hal ini mengindikasikan seolah tuntutan atau aspirasi hanya bisa diselesaikan dengan cara-cara diluar mekanisme peraturan perundangan yang berlaku. Menuntut hak dengan mengambil hak orang lain seperti memblokir jalan tol, jelas telah melanggar hukum.

Ketiga, matinya saluran aspirasi bagi buruh terhadap peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehingga buruh mencari jalan lain.

Keempat, arogansi kekuasaan dilakukan oleh Gubernur Banten dengan merevisi besaran UMK  secara sepihak terhadap apa yang telah disepakati oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Kelima; pelecehan terhadap hasil kerja Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh Gubernur Banten dengan mengambil kebijakkan populis yang sudah jadul, yakni menyingkirkan besaran UMK yang telah disepakati tanpa melalui mekanisme/proses sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Keenam; tidak ada ketegasan dari semua pihak yang terkait terhadap kenaikkan upah buruh yang diawal telah disepakati, sehingga selalu saja terjadi dua kali ketetapan pada setiap tahunnya.

Semoga Baik Pada Akhirnya 
Ini harapan saya. Sebagai buruh pabrik, saya menyambut gembira dengan Kesepakatan Bersama ini. Tapi jujur, saya masih merasa cemas dengan situasi dunia usaha saat ini di Provinsi Banten. Saya banyak membaca dan mendengar bahwa sejumlah pengusaha berencana merelokasi pabriknya ke daerah diluar Banten. Namun demikian saya tetap optimis dalam menjalani hidup ini. Bagi semua, semoga baik pada akhirnya. ***


Tidak ada komentar: