Rabu, 07 Maret 2012

Bahasa Sunda Bahasa Aing

Oleh: Abu Gybran

Judulnya saja sudah tidak menarik, apa lagi membaca isinya pasti membosankan. Tapi inilah faktanya dimana bahasa Sunda sebagai bahasa nenek moyang saya saat ini nyaris sudah tidak digunakan lagi di daerah dimana saya dibesarkan. Tulisan ini merupakan 'curhat' saya terhadap keberadaan bahasa Sunda saat ini. Harapan saya melalui tulisan ini setidaknya ada diantara pembaca yang peduli terhadap nasib bahasa Sunda sebelum benar-benar hilang. Dan menurut saya bahasa Sunda harus tetap ada.

Pengaruh Lingkungan
Daerah dimana saya dilahirkan dan dibesarkan sebelum tahun 80-an merupakan daerah pertanian dan masyarakatnya 100% menggunakan bahasa Sunda.  Setelah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang menetapkan bahwa Kecamatan Balaraja merupakan daerah yang diperuntukkan bagi pengembangan industri, maka awal tahun 80-an kampung saya, tepatnya di Kampung Cengkok Desa Sentul Kecamatan Balaraja dibanjiri oleh para pendatang dari daerah lain yang mencari pekerjaan dan kemudian menetap. Saat ini untuk melihat sawah yang semula  menjadi tumpuan masyarakat untuk bertani, jelas hal yang mustahil, karena persawahan sudah berubah menjadi kawasan industri. Dan rumah-rumah petak kontrakkan bagai jamur dimusim hujan, tumbuh  berjejer disetiap sudut lahan perkampungan yang  sempit. 

Saya memperkirakan pengaruh perubahan lingkungan inilah (dari daerah pertanian ke industri) yang kemudian ikut berpengaruh terhadap pergeseran bahasa Sunda. Alat komunikasi antara penduduk pribumi dan pendatang tentu saja menggunakan bahasa persatuan; Bahasa Indonesia.

Suku Sunda Generasi Berikut
Tidak harus menunggu lama, generasi setelah saya benar-benar sudah tidak menggunakan bahasa Sunda lagi. Jangankan menggunakan mengerti saja tidak. Contoh anak-anak saya, walau di Sekolah Dasar (SD) mereka masih diajarkan bahasa Sunda, tapi mereka sama sekali tidak memahaminya. Ironis dan menyedihkan, orang Sunda tapi tidak bisa berbahasa Sunda. Padahal saya sudah berusaha menggunakan bahasa Sunda di rumah, tapi sekali lagi, saya malah capek sendiri karena tidak ada satu pun yang dapat mengerti. Dalam waktu luang saya pun telah dan sering mengajarkan pada mereka, tapi mereka malah tertawa karena  bahasa Sunda dianggap lucu dan tidak gaul. Hah.....!!! 

Menengok Masa Lalu
Dulu, ketika usia saya masih seusia anak-anak Sekolah Dasar, Bahasa Indonesia (orang tua saya menyebutnya Bahasa Melayu) adalah bahasa yang nyaris tidak pernah saya dengar dalam percakapan masyarakat dikampung. Bahkan jika ada orang Sunda menggunakan Bahasa Melayu dalam percakapan dengan sesama orang Sunda, akan terdengar aneh dan biasanya pelakunya akan dikatakan nyohor atau sasohoreun.

Di Sekolah Dasar, saya masih teringat dengan pelajaran bahasa Sunda dengan buku panduannya adalah buku Taman Pamekar. Dan guru-guru saat itu dalam menerangkan pelajaran apa pun selalu menggunakan bahasa Sunda. Bahkan sampai saat sekarang ini saya masih ingat dengan jelas tembang Sunda yang diajarkan guru saya;

"Mun abdi pareng nincak dewasa,
hoyong laksana jadi tantara,
ngusir musuh rek nu niat jahat,
dor dor dor musuh paeh ditembak"

Kenangan yang tak mungkin saya lupakan. Kenangan yang tak mungkin dimiliki oleh anak-anak saya atau generasi berikutnya dari suku Sunda. Saya masih bisa mengatakan bahwa bahasa Sunda adalah bahasa aing (aku) tapi mungkin tidak bagi anak-anakku.

Keinginan
Terus terang sampai saat ini saya bingung harus berbuat apa? Dalam hati kecil saya, saya tetap berkeinginan agar bahasa Sunda di daerah saya ini tetap ada. Tapi saya tidak bisa atau belum menemukan cara agar bahasa Sunda ini bisa digunakan atau setidaknya bisa dipahami oleh generasi setelah saya. Nah, barangkali ada diantara pembaca yang peduli terhadap persoalan ini. Saya sangat berharap peran sertanya demi kelangsungan bahasa Sunda yakni Sunda Balaraja.***

Tidak ada komentar: