Rabu, 29 Februari 2012

UMK Yang Berbuntut

'Kutukan' UMK
Oleh: Abu Gybran

Setidaknya sudah 43 perusahaan di provinsi Banten mengajukan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) hasil revisi sebesar Rp. 1,527,150 kepada Disnakertrans provinsi Banten. 22 perusahaan diantaranya berlokasi di Kabupaten Tangerang.


Saya sudah menduga sebelumnya, bahwa keberatan pengusaha akan terus berlanjut walaupun telah dibuat Surat Kesepakatan Bersama antara Pengusaha, Buruh dan Pejabat Pemerintah Daerah terkait perihal pembahasan penyelesaian UMK dan UMS tahun 2012 di Gedung Kementerian Disnakertrans Jakarta pada tanggal 01 Februari 2012..

Kenapa hal ini bisa terjadi? Saya melihatnya ada keterpaksaan - dipaksa - disalah satu pihak dalam Kesepakatan Bersama ini yaitu pengusaha yang sempat menggugat UMK hasil revisi pada PTUN Serang, Banten. Jika ketiga unsur ini tidak bersinergi dalam penentuan besaran UMK, maka tiap tahunnya akan terjadi benturan-benturan yang berujung pada ketidakpuasan antara pengusaha dan buruh.

Pemerintah semestinya mampu mengantisipasi lebih awal benturan-benturan yang sudah menjadi 'kutukan' tiap tahun ini dengan kebijakan yang menjadi penyeimbang antara Pengusaha dan Buruh bukan malah membuat kebijakan yang memperkeruh masalah. Kebijakan dengan merevisi UMK yang telah disepakati sebelumnya oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Karuan saja pengusaha kemudian menilai bahwa kebijakan pemerintah provinsi Banten  yang ditandatangani oleh gubernur Ratu Atut chosiyah ini adalah 'kebijakan populis' demi kepentingan kekuasaan politik semata.

Nah, UMK yang berbuntut masalah ini disadari atau tidak yang paling banyak dirugikan adalah buruh. Jika nyata-nyata perusahaan dinyatakan tidak mampu untuk melaksanakan UMK menurut peraturan yang berlaku, siapa yang mau 'nomboki' kekurangan upah buruh tersebut? Hah.....!!!





 

Tidak ada komentar: