Minggu, 12 Agustus 2012

Pasar Tumpah Gembong


BUDAYA BURUK
Oleh : Abu Gybran

Tiap bulan puasa seperti halnya tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, Pasar Tumpah Gembong di jalan Raya Serang km 32, Tangerang, selalu saja macet. Terlebih jika sore hari menjelang berbuka puasa, kemacetan bisa mencapai 2 kilometer.

Kemacetan ini disebabkan oleh banyaknya para pedagang kaki lima yang berjejer hampir menghabiskan separuh lebar jalan. Mulai dari pedagang petasan, pedagang es buah dan pedagang lainnya yang seolah berebut tempat paling depan atau pinggir jalan. Anehnya, saya tidak melihat ada penertiban disana yang dilakukan oleh pengelola pasar atau Pemda terkait. Sehingga pedagang merasa bebas dan sedikitpun tidak merasa bersalah telah membuat kemacetan.

Sebut saja pak Karim, pedagang timun suri, yang saya sempat tanya kenapa dia mengambil lapak berjualan di pinggir jalan? Jawabannya membuat saya tercengang, bahwa dia berjualan di pinggir jalan sudah mendapat ijin dari pengelola pasar. Buktinya dia membayar uang retribusi atau dia menyebutnya uang keamanan kepada petugas pengelola pasar. Nah, lho.....!!!

Makna Puasa
Jika dikaitkan dengan makna puasa yang seharusnya setiap pribadi mampu bertenggang rasa dengan sesama, tentu saja hal ini tidak sejalan dengan ajaran puasa itu sendiri. Dengan berbaik sangka, saya yakin para pedagang dan pengelola pasar atau penguasa Pemda terkait, juga melaksanakan ibadah puasa. Lantas bagaimana dengan pahala puasanya lantaran mereka telah menggangu para pengguna jalan?

Sebagai pengguna jalan yang setiap hari saya melewati jalan ini, saya hanya berharap; para pedagang, pengelola pasar dan Pemda terkait, segera dibukakan pintu hatinya (hehehehe....kaya kultum ramadhan saja) atas budaya buruk yang telah berlarut-larut ini. Kepada pak Polisi Lalulintas dan pemerintah terkait lainnya, segera tertibkan mereka agar tidak lagi terjadi kemacetan.***


Tidak ada komentar: