Rabu, 13 Maret 2013

ZAKAT PROFESI

Zakat Profesi 
Dan Cara Penghitungannya
Oleh: Abu Gybran

Setiap penghasilan yang halal, apa pun jenis pekerjaannya yang menyebabkan timbulnya penghasilan diharuskan mengeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab.

"Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan dari sebagian yang Kami berikan dari bumi untuk kamu". (QS. Al Baqoroh; 267)

Zakat profesi dikenal dengan istilah "zakah rawatib al muwazhaffin" (zakat gaji pegawai) atau "zakah kasb al'amal wa al mihan al hurrah" (zakat hasil pekerjaan dari profesi swasta). Sehingga zakat profesi dedefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dikerjakan sendiri atau bersama-sama atau lembaga yang dapat mendatangkan pengahasilan.

Ada pun pekerjaan atau keahlian profesioanl yang dimaksud adalah bisa dalam bentuk fisik, seperti pegawai atau buruh, usaha fikiran dan ketrampilan seperti konsultan, dokter dll. 

Hukum Zakat Profesi
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum zakat profesi/pengahasilan ini. Mayoritas ulama mazhab yang empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf al Qordhowi dan Wahbah az Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat shabat seperti Ibnu Abbas ra, Ibnu Mas'ud ra dan Muawiyah ra kemudian Tabiin Az Zuhri, al Hasan al Basri, serta pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqih lainnya.

Kawajiban zakat pengahasilan sama dengan zakat mal lainnya yaitu 2,5 %. Jika dibayarkan pada tiap bulan saat mendapatkan penghasilan, maka tidak wajib lagi membayarnya atau mengeluarkannya diakhir tahun. Besaran nishab zakat penghasilan menurut al Qorodhowi senilai 85 gram emas (pendapat ulama lain 96 gram emas) dan jumlah yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 %.

Cara Mengeluarkan/Menghitung Zakat Profesi
Jika saja kita mengikuti pendapat ulama yang mewajibkan zakat profesi/penghasilan, lalu bagaimana cara mengeluarkannya? Dikeluarkan semua penghasilan kotor (bruto) atau penghasilan bersih (neto) setelah dikurangi kebutuhan hidup pokok? Setidaknya ada tiga wacana yang harus kita perhatikan terkait dengan cara mengeluarkannya.

Dimuat dalam buku "fiqih zakat" karya DR. Yusuf Qordhowi bab zakat profesi/penghasilan dijelaskan sebagai berikut; 

1. Pengeluaran Bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya zakat penghasilan yang mencapai nishab 85 gram emas dalam jumlah setahun dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima penghasilan sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat penghasilan/gaji/honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta rupiah setahun dikeluarkan langsung 2,5 % dari 2 juta tiap bulan = 50 ribu rupiah atau dibayar diakhir tahun = 600 ribu rupiah.

Cara tersebut juga berdasarkan pendapat Az Zuhri dan 'Auza'i (baca; Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonif 4/30)

2. Setelah dikurangi oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nishab, maka dikurangi/dipotong terlebih dahulu dengan biaya oprasional kerja. Perhatikan contoh berikut; seorang mendapatkan gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transportasi dan konsumsi harian ditempat kerja sebanyak 500 ribu rupiah, sisanya 1,5 juta rupiah, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari 1,5 juta rupiah = Rp.37,500,-

Hal ini dianalogikakan dengan zakat hasil bumi/pertanian dimana biaya dikeluarkan terlebih dahulu baru kemudian zakat dikeluarkan dari sisanya. Ini adalam pendapat Imam Atho'. Hasil bumi yang dikeluarkan zakatnya jika pertanian mengandalkan hujan/tadah hujan, maka yang dikeluarkan zakatnya 10 %. Sementara jika hasil bumi dari pertanian yang mengandalkan irigasi maka zakat yang dikeluarkan sebesar 5 %.       

3. Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nishab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari bagi dirinya, keluarga serta orang-orang yang menjadi tanggungannya. Artinya jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nishab, maka wajib zakat. Tapi kalau tidak mencapai nishab, maka tidak wajib zakat karena dia tidak termasuk muzakki bahkan telah termasuk mustahiq.

Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi saw: "dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan". (HR. Bukhori dari Hakim bin Hijam ra)

Nishab Zakat Profesi Menurut Baznas
Penghitungan besaran nishab menurut Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) dan berlaku secara umum di Indonesia adalah merujuk kepada zakat tanaman/pertanian. Nishab zakat tanaman adalah sebesar 5 wasaq atau sama dengan 652,8 kg gabah atau sama dengan 520 kg beras.

Maka cara penghitungannya (penghitungan bruto) adalah jika harga/kg beras sebesar Rp 8000 x 520 = Rp. 4,160,000 x 2,5 % = Rp 104,000/ bulan zakat yang harus dikeluarkan.

Walau nishab merujuk kepada zakat tanaman, tapi dalam hal ini kadar zakat profesi merujuk pada kadar zakat emas dan perak yakni 2,5 % karena kedekatannya zakat profesi wujudnya adalah berupa uang berbeda dengan zakat tanaman. Sehingga kadarnya diqiyaskan pada zakat emas dan perak. Hal ini berdasar pada sabda Nabi saw : "Bila engkau memiliki 20 dinar emas dan sudah mencapai satu tahun (haul), maka zakatnya setengah dinar (2,5 %)". (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)    

Kesimpulan, jika seseorang yang telah mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nishab 85 gram emas berdasar keumuman nas zakat atau 520 kg beras berdasar penghitungan Baznas, wajib mengeluarkan zakat 2,5 % boleh dikeluarkan tiap bulan atau pada akhir tahun. Bahkan sebaiknya zakat dikeluarkan dari pengahsilan kotor (bruto) sebelum dikurangi oleh kebutuhan yang lain dengan harapan agar lebih afdhol dari keragu-raguan karena banyaknya pendapat dalam perkara ini. Saya yakin dan percaya bahwa kita akan mengambil cara yang terbaik dalam peribadatan ini berdasarkan syare'at Islam. ***

*Dikutip dari berbagai sumber 
     

Tidak ada komentar: