Jumat, 12 September 2014

Buruh Akan Ditelikung (Lagi)

Oleh: Abu Gybran

Menyoal Rencana Revisi Sistem Pengupahan 2015

Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) sedang berupaya membahas revisi Sistem Pengupahan 2015. Dengan sistem ini nanti upah buruh dibayarkan berdasarkan pada pendidikan, produktivitas, masa kerja, jabatan, prestasi dan sebagainya. Sistem ini diharapkan akan menjadi pelengkap dari ketentuan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota (UMP/UMK)

Yang menarik dari rencana Sistem Pengupahan 2015 ini adalah tuntutan buruh terhadap kenaikan upah bisa dilakukan jika perusahaan untung. Kalangan pengusaha sangat mendukung sistem baru tersebut. Alasannya dengan sistem ini diharapkan muncul gairah produktivitas dari kalangan buruh.

Bagi saya; sangat dibenarkan dalam upaya membedakan besaran upah buruh berdasarkan pendidikan, produktivitas, masa kerja, prestasi dan hal lainnya yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Skala upah macam ini akan mampu mendorong adanya kompetitif di kalangan buruh. Maka dengan demikian produktivitas akan naik dengan sendirinya. Tapi skala upah semacam ini tidak bisa dipaksakan untuk menentukan dasar besaran UMP/UMK. Besaran UMP/UMK adalah dasar perhitungan upah bagi buruh yang masih lajang dengan nol masa kerja. 

Indikator yang mempengaruhi besaran UMP/UMK adalah berdasarkan pada komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kepmen No. 13 tahun 2012, menyebutkan 60 komponen KHL, tentu ini dirasa masih kurang untuk tahun-tahun berikutnya.  Saya hanya ingin mengatakan bahwa; jika besaran dasar UMP/UMK sudah disepakati oleh Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota (DPP/DPK), maka berikutnya pengusaha dan buruh membuat skala upah untuk membedakan upah buruh dengan buruh yang lainnya dalam PKB atau kesepakatan lain yang berdasarkan pada indikator pendidikan, prestasi, masa kerja dll.

Sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa jika hasil rencana revisi sistem pengupahan ini dipaksakan berlaku di tahun 2015, maka kemitraan yang ingin dibangun antara buruh dan pengusaha akan menjadi sia-sia. Kalau pun tidak disebut sebagai akal-akalan pemerintah, hal ini merupakan penelikungan terhadap pergerakan buruh. Betapa tidak, buruh hanya boleh menuntut kenaikan upah jika perusahaan untung. Sebab rasa-rasanya tidak mungkin (ini hanya pendapat pribadi) perusahaan mau 'menelanjangi' dapurnya di hadapan buruh. Yang ada perusahaan itu selalu menutupi dapurnya terhadap buruh dan bilangnya; RUGI. ***   

     

Tidak ada komentar: