Senin, 29 September 2014

Pesangon Bagi Buruh Kontrak?

Oleh: Abu Gybran

Berawal dari pertanyaan seorang buruh;"Apakah buruh kontrak dapat pesangon jika sudah habis masa kontrak kerjanya?"

Pertanyaan seperti ini barangkali sering kita dengar, bahkan ada juga yang bertanya apakah buruh kontrak juga berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR)? Tentu jawabannya sangat beragam. Ada yang bilang dapat pesangon ada juga yang bilang tidak dapat pesangon. Bahkan ada juga yang jawabnya sambil berkelakar;"Dapat pesangon, tapi ambilnya di Vietnam."

Pendapat saya, dimana saat sekarang saya bukan buruh lagi (saya korban PHK), pertanyaan dari salah seorang kawan kita itu perlu di jawab dengan benar agar tidak menimbulkan kebingungan bagi buruh yang masih aktif. Saya tidak bermaksud mengajari para aktivis buruh yang barangkali 'jam terbangnya' sudah melalang buana. Saya hanya ingin bertukar pikiran dan berdiskusi dengan kawan-kawan semua terkait dengan pertanyaan dimaksud.

PKWT Dalam Pasal-59 Ayat (1 s/d 8 )
Undang-Undang No.13/2003

Dalam pasal ini PKWT sudah diatur demikian rupa termasuk syarat-syaratnya dan termasuk akibat yang ditimbulkan jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

1. Penyimpangan yang kerap terjadi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruhnya adalah kontrak kerja yang berkepanjangan atau terus menerus. Padahal PKWT itu hanya boleh dilakukan 2 tahun saja dan diperpanjang 1 kali selama 1 tahun.

Setelahnya adalah jika perusahaan bermaksud kembali merekrut Buruh yang bersangkutan dengan istilah pembaruan PKWT, maka pembaruan ini hanya berlaku 1 kali saja yaitu selama 2 tahun. Ini pun setelah sebelumnya buruh melewati masa tenggang waktu 30 hari dari habisnya masa PKWT yang pertama.

Dari sini kita bisa tarik kesimpulan bahwa PKWT hanya berlaku paling lama 5 tahun. 

2. Pelanggaran berikutnya yang kerap dilakukan oleh perusahaan adalah meng-PKWT-kan semua jenis pekerjaan. Padahal PKWT itu hanya berlaku pada jenis pekerjaan tertentu (lihat Kep.100/Men/VI/2004)

Nah, jika syarat-syarat PKWT dilanggar, maka demi hukum PKWT tersebut menjadi batal dan jatuh secara otomatis menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Maka jika buruh kontrak diberhentikan dengan alasan masa kontrak habis, padahal kontraknya sudah melebihi batas waktu kontrak yang telah ditentukan oleh hukum atau buruh diberhentikan dengan alasan serupa padahal dia kerja saat itu bukan pada jenis pekerjaan yang dibolehkan untuk di PKWT-kan, maka buruh dimaksud berhak atas pesangon.

Kalau pun sebelumnya ada perjanjian tertulis antara buruh dan majikan (biasanya buruh tanda tangan saja sekali pun buruh tahu bahwa kontrak kerja berkepanjangan itu melanggar aturan; alasannya jelas, buruh butuh pekerjaan), maka perjanjian semacam ini cacat hukum. Sebab isi perjanjian nilainya tidak boleh lebih rendah dari hukum yang berlaku terlebih menyimpang dari hukum dimaksud.

Tentu, sekali pun pesangon itu hak buruh tapi dalam perkara ini tidak serta merta untuk mendapatkannya. Buruh atau Serikat Buruh harus berani membawanya ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika perundingan bipartit sebelumnya menemui kegagalan.

Tapi intinya buruh PKWT jika diberhentikan dengan alasan habis masa kerjanya, padahal PKWT-nya menyimpang dari syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum, maka buruh kontrak berhak atas pesangon sebesar masa kerja yang telah dilaluinya. Tapi jika buruh kontrak diberhentikan karena masa kontrak kerja sudah habis dan PKWT-nya memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka buruh yang bersangkutan tidak berhak atas pesangon.

Soal Lain

Bagaimana jika buruh kontrak diberhentikan oleh perusahaan padahal kontrak kerjanya belum habis? Dalam hal ini perusahaan wajib membayar kepada buruh sebagai ganti rugi sebanyak sisa masa kerja yang belum dijalani oleh buruh. (Perhatikan Pasal-62. UU No. 13/2003)

Begitu pula dengan Tunjangan Hari Raya (THR), semua buruh termasuk pekerja kontrak berhak atas THR. (Kep/Men-04/1994) ***           

Tidak ada komentar: