Selasa, 11 November 2014

Sehangat Nasi Goreng dan Segelas Teh Manis

Oleh: Abu Gybran

Ketika orang-orang sibuk mendefinisikan arti pahlawan dalam kekinian pada peringatan hari pahlawan 10 November, aku justru mengartikan bahwa pahlawan saat ini adalah istriku. Betapa tidak, sehebat apa pun seorang suami pasti ada peran istri di belakangnya. Kedengarannya mungkin terasa lebay. Tapi aku mengatakan ini sesungguhnya dan bukan pura-pura apa lagi upaya pencitraan agar disebut suami setia.

Seperti halnya pagi ini, di meja makan sudah tersedia sepiring nasi goreng dan segelas teh manis. "Sebelum berangkat kerja sarapan dulu, pak." Katanya dibarengi dengan lengkung senyumnya yang khas dan tak pernah berubah. "Terima kasih (sayang)," jawabku singakat. Aku sengaja tidak menjaharkan kata sayang, aku hanya mengatakannya dalam hati. Menyembunyikan dan menyimpannya sebab menurutku, kata sayang tidak mesti selalu diungkapkan melalui ucapan. Rasa sayang akan lebih mempunyai makna jika diungkapkan melalui laku bahwa aku mencintainya hingga sampai di batas senja. Insya Allah.

Nasi goreng dan segelas teh manis, potret dari kesederhanaan rumah tanggaku. Sungguh terasa nikmat, sebab aku tahu istriku menyajikannya dengan segala ketulusan cinta. Aku dan istriku telah sepakat dan meyakini bahwa kebahagiaan itu bukan terletak pada seberapa besar harta yang dimiliki, tapi seberapa banyak yang bisa dinikmati. Selalu berusaha sabar itu kuncinya.

Istriku adalah pahlawanku. Barangkali kata-kata ini pun akan terasa lebay ditelinganya. Aku memang tak pandai memuji istriku dengan kata-kata. Aku justru menjadi pemalu, tidak seperti sebelum aku mendapatkannya dulu. Kreatifitasku mendadak hilang dalam menyusun kata-kata. Jangankan bersyair menyusun beberapa kalimat saja untuk mengungkapkan rasa sayang, aku sudah tak mampu. Syukurnya kehangatan bersamanya tidak pernah berubah. Tetap hangat seperti nasi goreng dan segelas teh manis buatannya. ***

Tidak ada komentar: