Sabtu, 08 November 2014

Tidak Apa-Apa Tatoan yang Penting Bisa Bekerja

Oleh: Wagimin Rock

Jika Dunia yang Selalu Menjadi Ukuran

Menarik, itulah kalimat pertama yang meluncur dari lisan saya setelah menyaksikan dan mendengar ulasan Ustazd Felix tentang bagaimana manusia harus memilih pemimpin atau tokoh yang terbaik di antara orang-orang yang terburuk. Manusia, utamanya adalah muslim sudah kehilangan idealisme dan mulai melemah dan 'menoleransi' keburukan seorang pemimpin atau tokoh yang berakhlak buruk. Agar tidak nampak salah kerena terlanjur sudah memilih, maka yang terjadi adalah para pemilih mulai menoleransi keburukan tokohnya demi dan atas nama "the greater good," asal kerjanya bagus. Sebuah pembenaran yang dipaksakan dan keliru. 

Begitulah sebuah pragmatisme yang telah merenggut idealisme. Dan parahnya hal ini terjadi ketika umat Islam tengah berusaha untuk bangkit, untuk menjadi khalifah yang mengatur dunia ini dengan aturan yang syar'i. Bayangkan saja, jika umat manusia dalam kekinian sudah berani menoleransi keburukan, bagaimana nanti dengan generasi yang akan datang? Bagaimana nanti cara mereka berpikir?

Jika kita mewariskan kelemahan kita menoleransi akhlak dan prilaku yang buruk menjadi sebuah pembenaran, barangkali ini yang bakal terjadi pada generasi mendatang: mereka akan dengan entengnya mengatakan "Tidak apa-apa tatoan juga yang penting bisa bekerja. Tidak apa-apa kafir dan tidak shalat yang penting amanah. Tidak apa-apa riba yang penting manfaat." 

Sungguh hal tersebut merupakan sebuah pemikiran sesat sama sesatnya dengan orang yang berpikir: "Daripada berkerudung tapi judes. Daripada muslim tapi korup." Nah, kalau sudah begini kita tidak bisa berpikir ideal dan syar'i. Artinya kita sudah tidak bisa lagi menilai kebaikan atau keburukan berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Kita sudah tak peduli lagi dengan Al Qur'an dan Al Hadits. Bahkan dengan sombongnya manusia kerap kali melontarkan pertanyaan yang juga menyesatkan: "Mending mana, berkerudung tapi judes atau buka aurat tapi baik?"

Untuk diketahui kalimat-kalimat atau pertanyaan seperti di atas, bila terucap tidak akan membawa kepada ketaatan kepada Allah sedikitpun. "Tidak apa-apa tatoan, merokok, yang penting bisa kerja." Bagaimana bila besok anak-anak kita yang berkata demikian? Nauzdubillah.........

Ini tentang contoh teladan, figur, imitative learning yang tanpa sadar akan dibawa oleh generasi muda. Dimana esok akan membawa dan menyeret mereka semakin jauh dari Islam saat dunia yang selalu dijadikan ukuran keberhasilan dan kesuksesan. Maka jika demikian halnya, kehidupan akhirat sebagai tempat tujuan akhir yang kekal dan abadi tidak akan pernah didapat. 

"Dan akhirat itu (dibandingkan dunia) lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al A'laa: 17).

Sebagai catatan penutup, ada baiknya kita mengukur diri dengan akhirat yakni selalu dan berusaha mendahulukan urusan akhirat sebelum dunia, sebab jika kita istiqomah dengan segala urusan akhirat, maka dunia akan mengikuti dengan sendirinya. Ibarat menanam padi, rumput pasti akan ikut tumbuh bersamanya. Kita perlu mendidik diri kita untuk tetap syar'i dan idealis. Serta mampu mencontohkan diri bisa berkarya tapi juga berahlak mulia. Bukankah Rasul SAW diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia? Dan manusia yang terbaik adalah manusia yang baik pula akhlaknya.***  

Tidak ada komentar: