Kamis, 24 Maret 2016

Buruh China di Banten

Oleh: Abu Gybran

Menyoal Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, sebenarnya jauh sebelum diberlakukannya pada Desember 2015 MEA sudah mulai masuk Indonesia. Bahkan saya melihat dan merasakan ada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 diperuntukkan agar dapat mengakomodir kebutuhan MEA tersebut. Bukti konkritnya adalah pada sistem kerja kontrak outsuorching dan lenturnya aturan pekerja asing.

Yang pertama merasakan dampaknya ketika dibuka kran masuknya buruh asing melalui MEA ini adalah buruh lokal. Kesiapan organisasi buruh dalam perebutan lahan lapangan pekerjaan dengan buruh asing tentu akan terganggu, bahkan nyaris dikalahkan. Hal ini disebabkan karena mudahnya mereka masuk Indonesia dan lemahnya pengawasan terhadap buruh asing tersebut. Saya melihatnya, seakan ada kesan pembiaran pemerintah atas serbuan utamanya adalah serbuan buruh dari China ini.

Serbuan Buruh China di Banten
Menurut data dari Disnakertrans Banten saat ini sedikit sudah ada 35 ribu orang buruh dari China yang mengurus ijin kerja. Yang sudah mendapatkan pekerjaan atau tepatnya yang sudah dipekerjakan buruh China ini sudah mencapai 2.809 orang di Tahun 2015. Sementara pengangguran di Banten mencapai 480 ribu jiwa. Artinya mereka akan terseok-seok untuk mendapatkan pekerjaan. 

Saya tidak tahu bagaimana dengan kesiapan organisasi-organisasi buruh yang ada di Banten dalam mengantisipasi serbuan buruh asing ini. Sebab keberadaan buruh asing diperkuat oleh lenturnya kebijakkan pemerintas sendiri. Bukan pekerjaan mudah untuk tetap bisa berdiri kokoh dalam kancah pasar bebas MEA ini. Semestinya di negara sendiri kita menjadi pelaku ekonomi bukan malah menjadi korban dari serbuan produk dan buruh asing.

Kesenjangan Sosial
Dampak yang paling bakal dirasakan adalah soal perbedaan pendapatan upah. Bukan rahasia umum lagi jika upah yang didapat buruh asing selalu lebih besar dari buruh lokal dengan pekerjaan atau jabatan yang sama. Harus ada ketegasan peraturan pemerintah soal jenjang pengupahan ini tidak sepenuhnya diserahkan pada pengusaha. Sebab jika tidak, pemilik perusahaan asing tentu akan lebih memperhatiakan buruh asal negaranya ketimbang buruh lokal. Saya yakin semua tahu bahwa yang terjadi saat ini, jika perusahaan itu milik orang asing dari China, maka upah buruh yang berasal dari China itu akan selalu lebih besar dari pada buruh lokal, padahal hanya pekerja biasa. Bukan hanya soal upah, fasilitas lainnya pun pasti berbeda. Hehehehe........capeeeeekkkk deeeeh.......!!!    

Tidak ada komentar: