Senin, 30 April 2012

Hari Buruh Internasional

Di Indonesia Buruh Belum Mempunyai 
Kekuatan Politik
Oleh: Abu Gybran

May Day atau Hari Buruh Internasional, sejatinya adalah tonggak perjuangan bagi buruh untuk mendapatkan hak-haknya yang bernilai  berkeadilan dan bermartabat. Tanggal 1 Mei dijadikan sebagai Hari Buruh mengacu kepada peristiwa aksi besar-besarn yang dilakukan buruh di Amerika pada tahun 1886. 

Kenapa ada pergerakkan dan aksi buruh? Buruh berada pada posisi lemah dibanding dengan para pemilik modal yang tentunya mempunyai 'kedekatan' dengan penguasa. Sehingga seringkali banyak kebijakkan pemerintah yang tidak berpihak pada buruh. Undang-Undang No. 13/2003 misalnya; telah menempatkan buruh pada posisi yang serba salah, ini terkait dengan sistem kerja kontrak yang ada disalah satu pasalnya. Sistem kerja kontrak jelas telah menghilangkan kepastian kerja. Hal inipun akan berimplikasi pada hilangnya hak untuk berserikat. 

Buruh Belum Mempunyai Kekuatan Politik
Hari Buruh semestinya mampu membuka mata para buruh di Indonesia terhadap sistem  yang membelenggunya. Isu tema dalam memperingati Hari Buruh tahun 2012 kali inipun masih sama dengan tahun lalu yakni; Hapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Walau faktanya hingga kini sistem kerja kontrak masih bercokol kuat pada UUK No. 13/2003. Kekuatan buruh, menurut saya belum begitu diperhitungkan dalam peta politik Indonesia. Sehingga suaranya yang terdengar nyaring pada saat melakukan aksi, tidak mampu menembus telinga pembuat kebijakkan. Keterwakilan buruh pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) nyaris tidak ada.. Sebab yang duduk di kursi DPR yang mewakili buruh bukan dari kalangan buruh. Buruh belum mempunyai kekuatan politik yang dapat diperhitungkan. Kesadaran buruh dalam berpolitik pun perlu terus diasah biar tajam. Hal ini sangat penting, sebab faktanya ketika PEMILU 2009 banyak dari aktivis buruh yang mencalonkan diri untuk menjadi anggota DPR, tapi perolehan suaranya masih jauh kalah  oleh  politisi yang lain.

Bukti bahwa buruh belum mempunyai kekuatan politik adalah ketika buruh berkeinginan mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait dengan upah misalnya, yang ditempuh buruh adalah melalui jalur cepat yaitu menutup jalan bebas hambatan (jalan Tol). Buruh tahu, kalau menyalurkan aspirasi melalui jalur formal, bukan hanya lama, tapi seringkali kandas ditengah jalan. Keterwakilan buruh di DPR jelas tersumbat karena yang duduk disana bukan dari kalangan buruh.

Kemana buruh? Kenapa buruh tidak memilih buruh sebagai wakilnya di DPR? Kedepan, setidaknya buruh sudah melek politik. ***

Tidak ada komentar: