Kamis, 29 November 2012

Siapa Yang Untung Dan Siapa Yang Buntung?

Pro Dan Kontra Kenaikkan
UMK Tahun 2013
Oleh : Abu Gybran

Bagi kalangan buruh seperti saya, tahun 2013 nanti merupakan tahun yang sangat bersejarah. Kenaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebesar 44% dari tahun sebelumnya adalah sesuatu yang sangat luaer biasa. Jadi wajar kalangan buruh bergembira untuk hal ini. Betapa tidak, UMK yang di tahun 2012 untuk Kabupaten Tangerang hanya Rp 1,527,000 menjadi Rp 2,200,000. Bahkan kenaikkan upah ini pun mampu menyamai kenaikkan upah DKI Jakarta.

Kenaikkan upah kali ini tentu bukan karena akal-akal buruh atau Serikat Buruh, tapi berdasarkan hasil survei KHL sebesar Rp 1,9 juta. Tidak berhenti sampai disini, kalangan buruh terus mengawal angka ini sampai naik ke meja perundingan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota terutama melalui aksi-aksi buruh di bulan Oktober dan November 2012. "Hapus Outsourcing Dan Tolak Upah Murah" adalah isu yang diangkat oleh Serikat Buruh.

Rentang waktu Oktober dan November telah terjadi beberapa kali aksi buruh yang membuat pucat-pasi para pengusaha. Setiap aksi buruh, perusahaan terpaksa diliburkan untuk menghindari aksi sweeping buruh. Kerugian pasti dipihak pengusaha karena berhentinya proses produksi.

Lantas bagaimana dengan kenaikkan UMK bagi kalangan pengusaha? Untuk persoalan ini tentu saja cara pandangnya berbeda antara pengusaha dan buruh. Dalam perundingan di Dewan Pengupahan, pihak Apindo tidak berani untuk menerima besaran UMK Rp 2,2 juta dan menyerahkannya kepada pemerintah. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Apindo Kabupaten Tangerang, Juanda Usman, pada Tempo Bisnis beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, pengusaha menyerahkan putusan ke pemerintah bukan berarti kalangan pengusaha setuju dengan hasil rapat Dewan Pengupahan. "Tapi kami akan menempuh mekanisme lanjutan," katanya. Jika nanti UMK 2013 ditetapkan Gubernur, kalangan pengusaha akan mengajukan penangguhan upah.

Menanggapi sikap pengusaha yang merasa keberatan dengan kenaikkan UMK 2013, kalangan buruh menanggapinya biasa saja. Sebab bukan hanya sekali kalangan pengusaha melontarkan keberatannya tiap kali ada kenaikkan UMK tiap tahunnya. Buruh menganggapnya hanya sebagai 'gertakkan' belaka.

Sebagai buruh, saya tidak mau terlalu jauh ikut hanyut dalam suka-cita atas kenaikkan upah ini. Secara pribadi saya juga tidak mau 'gegabah' dalam menanggapai 'ancaman' pengusaha. Terusterang saya tidak mau gegabah mengatakan keberatan pengusaha ini hanya sebagai gertakkan belaka. Sebagaimana ramai dibicarakan dan dilansir oleh beberapa media elektronik, bahwa terutama industri yang tergolong pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sudah melakukan 'ancer-ancer' untuk mengurangi jumlah buruhnya. Bahkan Menakertrans, Muhaimin Iskandar, memberikan kelonggaran kepada pengusaha yang tergolong pada jenis UKM ini mengajukan penangguhan kenaikkan upah jika memang tidak mampu.

Sebagaimana diketahui, mekanisme penangguhan upah menurut undang-undang itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Harus memenuhi 7 (tujuh) yang disyaratkan sebagaimana dalam Peraturan Menteri No. 01/Men/1999 Pasal 21dalam proses audit. Hal serupa juga diatur dalam Keputusan Menteri No. 231/Men/2003. Artinya untuk melewati proses audit yang dilakukan oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Menteri ini, pasti ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha. Mustahil gratis, sebab siapapun tahu negeri ini sudah dikepung oleh sistem birokrasi yang korup!

Masih ada waktu satu bulan kedepan hingga bulan Januari 2013 yang ditunggu oleh jutaan buruh di Indonesia untuk dapat menikmati kenaikkan upah baru. Ini pun kalau ancaman pengusaha itu cuma gertakkan belaka sebagaimana yang diyakini oleh kalangan buruh. Tapi jika benar terjadi PHK besar-besaran di tahun 2013 yang dilakukan oleh pengusaha terutama perusahaan padat karya terkait dengan kenaikkan UMK ini, itu artinya masih ada kelemahan dalam proses kenaikkan upah. Nah, kalau terjadi PHK terhadap buruh karena keterkaitan dengan besaran UMK, pertanyaannya adalah; Siapa yang untung dan siapa yang buntung? Bagaimana dengan nasib buruh selanjutnya? Saya berharap dan dengan tidak berburuk sangka baik pada pemerintah dan para penggiat perburuhan tidak ramai-ramai 'cuci tangan' melepaskan buruh dalam penderitaan karena kehilangan pekerjaan.

Guna menghindari hal-hal yang dapat merugikan baik pengusaha ataupun buruh, tentu saja Dewan Pengupahan harus berbenahdiri dalam mengolah proses kenaikkan upah ini agar mendapatkan nilai upah yang berkeadilan.***  

Tidak ada komentar: