Minggu, 09 Februari 2014

Upah Buruh Murah (Tetap) Menjadi Buruan Pengusaha

Oleh : Abu Gybran

Saya harus memberikan apresiasi yang tinggi  terhadap pernyataan Menteri Keuangan, Chatib Basri, perihal upah buruh Indonesia. Seperti telah dirilis oleh finace.detik.com belum lama ini, menurutnya selama upah buruh murah, RI jangan mimpi jadi negara maju. Sontak saya berpikir, jika pernyataannya ini benar-benar atas kesadaran dan kepeduliannya terhadap buruh Indonesia, tentu hal ini menjadi sinyal yang baik bagi buruh. Walaupun hal ini baru sebatas pernyataan yang tentu perlu dan ditunggu tindakkan nyatanya. Artinya buruh tidak lantas menjadi puas dan bergantung pada kebijakkan pemerintah dari hal kenaikkan upah. Sebab selama ini kenaikkan upah buruh selalu dan atas tekanan pergerakkan buruh itu sendiri. Seperti sudah menjadi tradisi; kalau mau upah naik, ya harus turun kejalan dulu.

Hingga kini otak saya sulit untuk langsung bisa mempercayai pernyataan Menkeu tersebut. Terlebih pernyataan ini disampaikan di tahun politik menjelang pemilu legislatif dan presiden 2014. Saya menyebutnya sebagai tahun pencitraan bagi orang-orang yang ingin ( kembali ) duduk ditampuk kekuasaan. Lagi pula seberapa besar sih jiwa nasionalisme atau kebangsaan para pengusaha Indonesia khususnya terhadap kemajuan negeri ini? Apalagi terhadap pengusaha asing. Maaf, saya sedang tidak merendahkan jiwa kebangsaan para pengusaha terhadap kemajuan negeri, terlebih kepeduliannya terhadap nasib buruh. Sebab saya yakin tidak semuanya pengusaha itu 'nakal' terhadap buruhnya dengan membayar upah dibawah standar UMK.

Yang ada saat ini, di tahun ini, justru banyak pengusaha yang merelokasi pabriknya ke daerah-daerah yang standar UMK-nya rendah. Itu artinya upah buruh yang murah tetap menjadi buruan paling utama pengusaha ketimbang membayar upah buruh yang lebih tinggi. Tentu akan sangat tidak nyambung jika dikaitkan dengan pernyataan Menkeu tersebut.

Saya sering mendengar alasan pengusaha bahwa kenapa mereka lebih suka membayar upah murah terhadap buruhnya; karena SDM dan tingkat produktifitas buruh masih sangat rendah. Artinya sangat wajar jika upah buruh pun rendah. Padahal justru yang membuat SDM dan produktifitas buruh rendah adalah pengusaha itu sendiri. Sebab bagaimana mungkin buruh bisa menghasilkan produk yang berkualitas jika upahnya saja rendah? Buruh bukan mesin produksi.............

Buruh Harus Tetap Melawan
Jika menggantungkan upah sepenuhnya pada kebijakkan penguasa dan pengusaha, saya berkeyakinan upah buruh sampai kapanpun akan tetap murah. Sebab posisi buruh berada pada dua arus yang nyaris mempunyai kepentingan yang sama. Penguasa berkeinginan menarik insvestor sebanyak mungkin untuk datang ke Indonesia. Biasanya upah buruh yang murah menjadi harga dagangan. Pada sisi yang lain pengusaha tentu berkeinginan menarik keuntungan yang sebesar-besarnya. Nah, apalagi yang menjadi buruan kalau bukan upah murah.

Jika tidak ingin dianggap mesin produksi, buruh harus tetap melawan. Buruh harus terus bergerak untuk memperbaiki nasibnya. Buruh harus terus belajar dan berkeinginan untuk maju. Kedepan buruh harus mampu menunjukkan kualitas dirinya  yang baik sehingga menjadi daya tawar yang tinggi. Sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata. Kawan,........saat ini mata dunia sedang tertuju pada perjuangan buruh Indonesia. Tetap semangat, maju terus buruh Indonesia.....!!!***

Tidak ada komentar: