Senin, 08 September 2014

Bayarlah Upah Sebelum Kering Keringat Buruh

Oleh: Abu Gybarn

Bukan sekali atau dua kali saya mendengar keluhan buruh yang upahnya terlambat dibayarkan oleh majikannya. Dengan alasan apa pun, pengusaha mestinya tidak melakukan penundaan upah bagi buruhnya. Dilihat dari sudut pandang mana pun, penundaan upah merupakan pelanggaran yang tidak bisa dibiarkan. Terlebih jika dipandang dari sudut agama (Islam). 

Kita perhatikan hadist Rosulullah SAW berikut; "Berikan kepada seorang buruh upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)

Perintah Rosulullah SAW ini adalah agar pengusaha atau majikan bersegera membayarkan upah yang telah menjadi hak buruhnya. Artinya setelah pekerjaan itu selesai atau telah disepakati dalam sebuah kesepakatan bersama yakni pemberian gaji dalam satu bulan.

Al Munawi dalam kitab Faidhul Qodir 1; 718 mengatakan bahwa, diharamkan menunda pemberian upah/gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Molornya pemberian upah seringkali diikuti oleh berbagai macam alasan pengusaha. Bukan hanya buruh yang dirugikan tapi juga keluarganya, isteri dan anak-anaknya. Sebab kebutuhan hidup tidak bisa ditunda; dalam satu bulannya untuk mencukupi kebutuhan hidup, buruh bergantung pada upahnya. 

Bahkan, termasuk kezhaliman bagi pengusaha yang menunda pembayaran upah buruhnya sebagai mana disebutkan pada hadits berikut; "Menunda penunaian kewajiban (bagi pengusaha yang mampu) termasuk pada kezhaliman." (HR.Bukhari dan Muslim) Dan juga perhatikan hadits berikut; "Orang (pengusaha) yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)

Hukuman yang dimaksud adalah bisa saja pengusaha itu ditahan oleh pihak berwajib karena telah melakukan tindak kejahatan atau sekurang-kurangnya sanksi pencabutan izin usaha oleh pemerintah terkait.

Jauh hari islam telah mengatur masalah perburuhan antara majikan dan buruhnya utamanya adalah masalah upah. Pengusaha muslim khususnya diwajibkan mematuhi persyaratan yang telah disepakati (Fatwa Al Lajnah ad Daimah, 14; 390 ).***

Tidak ada komentar: