Senin, 31 Maret 2014

Tadabur Alam

Oleh: Abu Gybran




Sebanyak 55 orang santri Ta'limul Qur'an Taman Cikande, mengikuti kegiatan Tadabur Alam. Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 31 Maret 2014 ini adalah kegiatan kali pertama bagi para santri. Kegiatan yang dimulai pada pukul 6 pagi hingga 10:30 berlangsung cukup seru dan menyenangkan. 

Belajar di alam terbuka bukan hanya menyenangkan bagi santri tapi dibalik itu semua tentu saja para santri dapat memahami betapa manusia telah dimanjakan oleh Allah dengan segala fasilitas yang diberikan yakni hamparan alam yang begitu indah. Alam harus dijaga, tema inilah yang diberikan pada seluruh santri. Betapa tidak, jika manusia merusak alam tentunya akan berdampak buruk bagi manusia itu sendiri. Bencana banjir dan kekurangan pangan misalnya, itu semua karena manusia tidak mampu menjaga alam. Hamparan sawah yang semestinya untuk menanam padi beralih fungsi menjadi Kawasan Industri pabrik, merupakan kesalahan manusia yang disengaja.

Kegiatan Tadabur Alam ini dibimbing oleh empat orang guru yakni Ustadz Damanhuri, Ustadz Oni, Ustadz Chaerudin dan Ustadzah Metta.

Sedini mungkin para santri atau siswa harus diperkenalkan pada alam yang telah memberikan begitu banyak penghidupan pada manusia. semoga saja kedepan mereka akan mampu melestarikan alam, mencintai alam dan bukan merusaknya.***

Selasa, 11 Maret 2014

Susah Senang di Kampung Sendiri


Oleh: Abu Gybran

Setiap kita punya kebebasan untuk menentukan pilihan tempat tinggal dan tempat mencari nafkah. Namun dalam pandangan saya tentu lebih nyaman jika tempat tinggal dan tempat kerja letaknya tidak berjauhan atau bisa ditempuh dengan waktu singkat. Barangkali pandangan saya ini sangat bertolak belakang dengan para pengembara yang dengan berbagai alasan terpaksa harus meninggalkan kampung halaman. Sekali lagi setiap kita punya pilihan hidup.

Seperti pepatah; hujan emas di negeri orang masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Kalau pengertiannya dipersempit, negeri menjadi daerah atau kampung, tentu lebih baik tinggal di kampung sendiri ketimbang tinggal di kampung orang dengan meninggalkan orang-orang yang di cintai dengan waktu lama. Jika alasannya untuk mencari menghidupan yang lebih baik yaitu pekerjaan, hal inipun tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Sebab lapangan pekerjaan sejatinya bisa diciptakan, bergantung sejauhmana kita berusaha untuk mendapatkannya.

Terjadinya lonjakan penduduk pada daerah-daerah industri atau perkotaan, disebabkan cara berpikir kita yang tidak mau rumit. Kita malas menggarap potensi yang sudah ada di daerah sendiri. Kita lebih suka memburu pekerjaan ke daerah lain yang dianggap mudah mendapat pekerjaan dengan iming-iming gaji yang lebih tinggi. Padahal kita telah meninggalkan keluarga yang justru tak ternilai oleh apapun. Kita lupa, bahwa keluarga tidak hanya butuh materi tapi juga butuh kasih dan sayang terutama anak-anak.

Saya ingin mengakhiri tulisan pendek ini dengan istilah; makan gak makan yang penting kumpul. Bagi saya keluarga adalah segala-galanya. Susah senang enakan tinggal di kampung sendiri. Asal mau terus berusaha, rejeki itu selalu ada tanpa harus mengembara jauh.***

Aku Yang Rana

Oleh: Abu Gybran



Aku sudah tidak tahu lagi untuk menggambarkan betapa kelamnya
langit, mendung menggulung  menggantung segala gundah
Aku yang rana, hampir saja aku tak mampu membedakan warna
hitam dan putih
Mati rasa dan hampir saja mati asa
kalau saja tidak diingatkan oleh desah angin yang berbisik
bagiku dunia ini sudah menghitam, gelap
Hah.......duhai aku yang rana
Aku berkata pada sepi; dimana kau sembunyikan mimpi?
Mimpiku terampas
dan aku terhempas
Kandas....!

Aku yang terdiam di lorong sepi
mencoba meraba, mengais sisa-sisa mimpi

Aku berkata pada sepi; aku tak mau mati
Besok aku kan menatap matahari dimana aku pernah menitipkan mimpi
sebagian mimpiku telah terampas
dan aku ikhlas telah melepas
Sebab aku masih punya banyak mimpi
Aku yang tak lagi rana
dan tak kan pernah lagi rana

Esok pagi
kau kan dapati senyum manisku


( Tangerang, 11 Maret 2014 )      

*Untuk sahabat Senza Azahra; masih banyak mimpi-mimpi yang lain, 
yang lebih mengerti kamu.

Jumat, 07 Maret 2014

Ananta Wahana; Melawan Korupsi


Oleh: Abu Gybran

Disela-sela rehat makan siang seusai shalat jum'at, di kantor Gunung Mas Jaya, Tigaraksa, saya habiskan untuk membaca buku MELAWAN KORUPSI DI BANTEN yang ditulis oleh Ananta Wahana. Penulis buku ini tercatat sebagai Anggota DPRD Banten Priode 2009-2014. Saya tertarik dengan peran aktifnya untuk membongkar dan melawan korupsi yang menggurita di Banten. 

Ananta Wahana dilahirkan di Solo 48 tahun yang lalu. Kalangan dekat memanggilnya AW (Ananta Wahana). Sebuah nama yang diharapkan menjadi cakrawala untuk menaungi perjuangan membela kebenaran dan menjadi "wadah yang tidak pernah mati" (A=tidak, Nanta=mati, Wahana=tempat). Ibunya bernama RNgt. Sumarmi Singgih Basuki, seorang ibu rumah tangga biasa.

Masa kecil AW dihabiskan di Jagalan Solo. Pendidikan terakhirnya ditempuh pada Fakultas Hukum, Ilmu Hukum Tata Negara, Universitas Sebelas Maret Solo tahun 1985. Disinilah idealisme AW dalam dunia politik pertamakali tercipta melalui organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Sebuah organisasi yang mengenalkannya pada pergerakkan dan jaringan politik yang luas di negeri ini. Hingga hari ini, AW mencintai politik sebagai wahan perjuangan membangun sistem kehidupan bermasyarakat ke arah yang lebih baik, seperti yang dicita-citakan oleh Bung Karno dahulu.

Melalui kendaraan politiknya Partai PDIP, Ananta Wahana kini kembali 'nyaleg' di DPRD Banten Dapil Kabupaten Tangerang A dengan nomor urut 1 (satu) untuk priode 2014-2019. ***

Rabu, 05 Maret 2014

Sepanjang Bentangan Cinta


Oleh: Abu Gybran

Kata mereka; aku sudah kehabisan kata-kata
soal cinta dan soal bentangan jalan yang bakal kita lewati
Tidak....!
Aku tidak akan pernah kehabisan kata-kata, aku bukan penyair pungguk yang hanya merindukan satu bulan purnama
Sepanjang bentangan jalan dan sepanjang bentangan cinta
hingga diujung kaki langit, kau akan melihat bahwa aku ada dan menyajikan apa yang pernah kau minta
Aku punya banyak simpanan cinta

Hahahaha....... Kata mereka aku sudah gila
Aku memang penggila
dan aku tidak akan pernah kehabisan kata-kata
Memuja cinta hingga jingga senja menghitam, kelam
Hingga aku tak mampu lagi melapalkannya
Hingga aku benar-benar terdiam
diam.......

( Tangerang, 5 Maret 2014 )   

Selasa, 04 Maret 2014

Senja di Kaki Langit















Oleh: Abu Gybran
 
Hampir separuh jalan yang telah kutempuh
Ribuan kilometer dan entah berapa tikungan yang telah kulalui
Belum bisa kubukukan jalan hidup, aku hanya mencatatnya pada daun daun kering yang terserak
Sebuah cerita dimana aku sendiri kadang tak mengerti, bahkan memahaminya hingga berhari-hari
Satu halaman untuk satu hari perjalanan, terlebih jika kutulis soal cinta
Harus berapa batang ranting kering yang kujadikan pena dan getah yang kujadikan tinta?
Aku semakin tak memahaminya

Senja di kaki langit
hanya tinggal selemparan batu lagi
Aku ingin menikmatinya, sebab aku yakin cinta tak kan pernah mati

Merah jingga warna senja, itu yang ingin kunikmati disisa akhir perjalanan
indah dalam balutan kedamaian, sejuk dalam buai kasih dan sayang
Aku ingin tidur dimalam hari dengan senyum
Kiranya aku akan selalu berharap; mimpi membawaku pada kenyataan
harapan dan asa disetiap langkah yang kujejakkan.

Senja di kaki langit
disana aku akan membukukan perjalanan hidupku
dengan sampul bergambar cinta

( Tangerang, 4 Maret 2014 )

Minggu, 02 Maret 2014

Jalan Kita Bebeda
















Oleh: Abu Gybran

Di tikungan jalan aku berdiri
dalam gelisah yang mendera rasa
Sia-sia aku berdiri menunggumu, tapi kenapa aku tetap bertahan?
Ada kekuatan lain yang menahan kakiku agar beranjak
dari ketidakpastian
dipasung oleh kebodohan sendiri, terperangkap kesombongan diri
Tak tahu diri
Sebab aku mengira masih tersisa celah-celah waktu yang bisa diterobos
bersamamu
Ah, aku benar-benar terseret pada pusaran keangkuhan
kelam dan hitam
sehitam kluwak

Aku melihat rindu dikegelapan dan sekali lagi aku mengira; itu adalah kamu

Aku masih berdiri di tikungan jalan
masih setia
Disekelilingku adalah sepi yang mengurung

Ya, kau tidak mungkin lewat dimana aku berdiri menunggu
sebab jalan kita memang telah berbeda
Mantra-mantra cinta dan kata-kata mesra sekalipun
tak kan mungkin mampu mempertemukan
Aku yang berdiri di tikungan jalan
dan kau telah berada pada jalanmu sendiri, jalan yang telah kau tentukan

Jalan kita berbeda
itu kata terakhirku saat beranjak meninggalkan ketidakpastian

( Tangerang, 2 Maret 2014 )

Sabtu, 01 Maret 2014

Buruh PT. Sinar Antjol Menuntut Keadilan

Oleh: Abu Gybran

Tetap bertahan, mungkin kata ini yang paling tepat untuk menggambarkan ratusan buruh PT. Sinar Anjtol yang tergabung dalam PUK SPKEP. SPSI, melakukan aksi didepan pabrik dimana mereka bekerja. Penulis masih ingat, bagaimana mereka melakukan aksi pada akhir tahun 2013 hingga kini kasusnya masih menggantung, masih samar dan belum jelas.

Berawal dari tuntutan buruh terhadap hak-hak normatif mereka yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), sebanyak 348 buruh di PHK sepihak oleh managemen perusahaan. Tentu saja hal ini langsung mendapat perlawanan dari buruh. 

Kasus ini berlarut hingga berbulan-bulan tanpa penyelesaian yang jelas, walau pertemuan dengan melibatkan pihak-pihak pemerintah terkait sudah dilakukan. Bahkan Anggota DPRD Kabupaten Tangerang, melakukan sidak  langsung beberapa waktu yang lalu ke lokasi pabrik yang beralamat di Jl. Raya Manis II No. 17 Kaw. Industri Manis, Curug. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tangerang, Susilo Hartono, sebagaimana yang telah dirilis oleh Sindo News. com, menyampaikan bahwa agar pihak perusahaan tidak menjadikan masalah ini berlarut-larut.

"Untuk yang 47 orang katanya sudah masuk PHK, saya minta kepada pihak perusahaan untuk memberikan hak-haknya. Dan untuk yang 299 buruh yang juga di PHK kedua agar dapat dipekerjakan kembali," terangnya.
Pihak perusahaan seakan tidak bergeming sama sekali atas upaya yang telah dilakukan oleh buruh ataupun pihak-pihak terkait yang peduli dengan masalah perburuhan ini. Penulis pun terkejut ketika mengetahui pernyataan yang dilontarkan oleh manager Personalia, M. Taha Haji Musa, bahwa pihak perusahaan tidak akan mempekerjakan 299 buruh kembali. Sebab menurutnya buruh dimaksud dianggap telah mengundurkan diri setelah dilayangkan surat panggilan kerja berkali-kali.

"Kami tidak mungkin mempekerjakan mereka kembali. Kami bukan Nabi yang sudah merasa dihina tapi masih tersenyum," ucapnya terhada masukan Anggota Dewan.

Lebih sadisnya lagi, menurut keterangan beberapa buruh pabrik yang memproduksi sabun B-29 ini, ketika kasus buruh ini berjalan, pihak perusahaan justru malah merekrut pekerja baru untuk menggantikan buruh-buruh yang melakukan Unras. Bukan hanya melanggar Undang Undang Ketenagakerjaan, tapi apa yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan ini telah mencederai hak-hak buruh yang dilindungi oleh hukum.

Kiranya tulisan singkat ini, dapat memberikan motivasi pada buruh PT. Sinar Antjol agar tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan. Jangan takut di PHK karena membela kebenaran, bahkan sampai berdarah-darah sekalipun. Perjuangan kita belum ada apa-apanya jika dibanding dengan yang telah dialami aktivis buruh; Marsinah. ***